Bediang Corona, Cara Warga Genengan Blitar Jawa Timur Hentikan Pandemi Virus Corona
Ada ritual yang dilakukan orang di Blitar, Jawa Timur, dalam upaya menghentikan pandemi virus corona.
TRIBUNJABAR.ID, BLITAR - Ada ritual yang dilakukan orang di Blitar, Jawa Timur, dalam upaya menghentikan pandemi virus corona.
Pandemi atau wabah yang oleh masyarakat Indonesia populer disebut pagebluk, sampai sekarang belum juga berhenti.
Covid-19 yang juga sejenis pagebluk mendorong penemuan vaksin, pemakaian obat, ramuan tradisional dan cara lainnya agar tidak terpapar atau bahkan sembuh.
Tetapi ada juga cara yang terkesan tidak rasional yaitu melakukan ritual yang sebenarnya bentuk ikhtiar agar Tuhan membantu mengusir wabah ini.
Seperti dilakukan warga Kabupaten Blitar yang belakangan ini rajin membuat bediang atau perapian di depan rumah masing-masing.
Itu diketahui kalau melintas di Dusun Ngadirejo Lor, Desa Genengan, Kecamatan Doko. Kamis (5/8) malam, terlihat hampir di depan setiap rumah warga, ada perapian dari semak, kayu atau sabut kelapa yang dikelilingi beberapa orang, setiap lepas salat Maghrib.
Sujianto (62), seorang sesepuh dusun itu menjelaskan, perapian itu dibuat sebagai salah satu ikhtiar memerangi Covid-19.
Makanya disebut bediang corona dan ditaburi garam krosok.
"Leluhur kita sudah meninggalkan ritual yang ampuh. Misalnya untuk melawan pagebluk ya harus dibakarkan garam. Makhlus halus yang membawa pagebluk ini, akan kabur ketakutan," ujar Mbah Suji, sapaannya, sambil berjongkok melingkari perapian bersama keluarganya.
Ritual itu memang sederhana, yaitu membuat perapian dan setelah api lumayan besar lalu ditaburi garam krosok. Garam krosok adalah garam yang asli dari laut yang belum terkontaminasi dengan apapun atau belum diolah pabrik.
Dengan begitu, garam akan ikut terbakar dan menguap ke udara. Masyarakat meyakini bahwa uap dari garam yang terbakar akan menyebar terbawa angin dan menetralisir virus atau penyakit di udara.
Setiap habis magrib, Sujianto bersama keluarganya melakukan kebiasaan seperti itu. Ia menyebut, ritual itu adalah kebiasaan kakek moyang itu.
Bahkan sesudah Magrib, warga di desa itu juga berrkumpul di halaman rumahnya lalu membakar sesuatu untuk menjadi perapian. Garam krosok pun disebar agar terbakar.
Dan ternyata kebiasaan itu sudah menyebar ke mana-mana. Mbah Suji tidak menyebut diawali siapa atau dari daerah mana, namun tradisi keluarganya itu sekarang sudah banyak yang mengikuti.
"Alhamdulillah, keluarga kami aman dari pagebluk. Ini cara turun-temurun dari leluhur kami, kalau ada pagebluk disuruh membakarkan garam krosok," ujar kakek dua cucu ini.
Meski cara seperti itu sulit dijelaskan korelasinya dengan pengusiran wabah, namun konon makhluk halus takut dengan api meski berasal dari zat yang sama. Sebab mereka juga takut dengan api neraka.
Diyakini makhlus jahat itu munculnya juga setiap petang atau menjelang magrib bertepatan terbenamnya matahari.
"Makanya saat datang, kita disambut dengan perapian di depan rumah sehingga (penyakit) tidak berani mendekat. Selain itu, tubuh jadi hangat dan berkeringat sehat sehingga pagebluk tak berani masuk ke tubuh kita. Dan Alhamdulillah, keluarga kami aman dari pagebluk ini," papar Mbah Suji.
Herwanto (52), tetangga Mbah Suji juga ikut membuat perapian. Selain membikin perapian dengan diberi garam krosok seperti warga lainnya, ia masih juga menyebarkan garam ke sekeliling rumahnya setiap malam.
"Kami meniru mbah-mbah kami, kalau dulu ada pagebluk seperti ini, mereka menaburkan garam di sekeliling rumah. Alhamdulillah, keluarga kami juga sehat semua," ujar Herwanto.
Bahkan ada satu desa, di Kecamatan Doko di mamna masyarakatnya diwajibkan membuat perapian sehabis Maghrib. Harapannya, agar warga sedesa tak ada yang terkena Corona. Ternyata semua warga desa itu tak ada yang terpapar.
Makanya kalau Anda lewat Malang atau Blitar sehabis magrib, jangan kaget kalau di depan setiap rumah terlihat banyak perapian menyala-nyala. Namun yang membedakan saat ini, perapian itu dilempari garam krosok sehingga disebut Bediang Corona.
Ditambahkan Mbah Suji, kalau zaman sekarang manusia menciptakan vaksin sebagai penangkal Covid-19. Ia menyebut bahwa vaksin itu adalah metafora atau kiasan dari senjata pusaka oleh orang zaman dulu.
"Makanya, untuk mengusir pagebluk (corona) ini, kita harus membikin pusaka sendiri (vaksin), yang menjadi perlambang seperti keris Kiai Sengkelat. Entah apa bentuknya pusaka itu, para ahli medis yang lebih tahu," ucapnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Hanya Gunakan Garam Krosok, Warga Blitar Percaya Ritual Ini Bisa Lenyapkan Wabah Corona, https://surabaya.tribunnews.com/2021/08/06/hanya-gunakan-garam-krosok-warga-blitar-percaya-ritual-ini-bisa-lenyapkan-wabah-corona?page=all.