Pengadilan Tinggi Banten Anulir Hukuman Mati untuk Bandar Narkoba 821 Kg Sabu dari Iran
Padahal sebelumnya pengadilan negeri telah menjatuhkan vonis mati kepada dua WNA itu atas kepemilikan sabu seberat 821 kilogram yang dikirim dari Iran
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) jatuh tanggal 26 Juni kemarin, namun peradilan di Indonesia justru membuat banyak pihak bertanya-tanya soal keseriusan pemberantasan narkoba.
Diketahui Pengadilan Tinggi (PT) Banten menganulir hukuman mati menjadi 20 tahun penjara terhadap bandar dan kurir narkoba, Bashir Ahmed bin Muhammad Umear asal Pakistan dan Adel bin Saeed Yaslam Awadh asal Yaman.
Padahal sebelumnya pengadilan negeri telah menjatuhkan vonis mati kepada dua WNA itu atas kepemilikan sabu seberat 821 kilogram yang dikirim dari Iran melalui perairan Tanjung Lesung wilayah Banten Selatan.
Ketua Umum DPP Generasi Anti Narkoba Indonesia (GANI) Djoddy Prasetio Widyawan menyesalkan putusan PT Banten tersebut.
Pasalnya narkoba dengan jumlah yang begitu besar itu dinilai sangat pantas dijatuhi hukuman mati.
"Kami menyesalkan keputusan tersebut dan kami berharap putusan tersebut bisa direvisi karena ancaman hukuman dengan barang bukti narkoba begitu besar, selayaknya pengedar atau bandar narkoba yang sudah tertangkap tersebut harus dihukum mati," tegas Djoddy kepada wartawan, Rabu (30/6/2021).
Menurutnya putusan PT Banten sudah mencederai harapan masyarakat dan usaha pemberantasan narkoba di tanah air.
Mengingat narkoba adalah musuh bersama yang dapat merusak masa depan para generasi muda Indonesia.
"Harusnya dengan jumlah barang bukti tersebut bisa divonis hukuman mati oleh pengadilan. Kami menyesalkan vonis yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Ini mencederai hati nurani kami sebagai pegiat anti narkoba. Keputusan itu selayaknya harus direvisi," jelasnya.
Senada dengan DPP GANI, Ketua DPW Sahabat Polisi DKI Jaya Fauzi Mahendra menilai putusan majelis hakim PT Banten membuat upaya pengungkapan yang dilakukan jajaran kepolisian jadi sia - sia. Sebab bukannya divonis berat, para terdakwa malah diberi keringanan.
"Polisi sudah luar biasa susah payah bekerja akan tetapi ujungnya di pengadilan, tidak dihukum mati, keringanan malah," terang Fauzi.
Atas hal ini, ia mendesak Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani perkara untuk mengajukan upaya hukum lanjutan yakni kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
"Kita meminta ketegasan dari aparat hukum untuk mengawal kasus ini. Kami meminta jaksa penuntut umum untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung," tegasnya.
"Kami sebagai masyarakat hanya bisa mendorong kami tidak ingin generasi republik ini hancur karena narkoba," sambung Fauzi.
Terpidana Mati Sabu 402 Kg juga Lolos dari Hukuman Mati
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi segera menyurati Presiden Joko Widodo terkait putusan banding Pengadilan Tinggi Bandung atau PT Bandung yang meloloskan terpidana narkotika jenis sabu seberat 402 kilogram dari hukuman mati.
Menurutnya permasalahan narkoba adalah hal serius.
Penghentian peredaran dan pemberantasan dinilai harus menyentuh akarnya.
"Saya akan menyurati Pak Presiden. Harus ada efek jera di sini, karena ini persoalan serius untuk menghentikan peredaran dan pemberantasan sampai ke akar-akarnya," kata Prasetio dalam keterangannya, Selasa (29/6/2021).
Diketahui enam orang terpidana tersebut telah mendapat vonis hukuman mati dari Pengadilan Negeri Cibadak pada 6 April lalu.
Namun para terpidana mengajukan banding atas putusan tersebut ke Pengadilan Tinggi Bandung, Jawa Barat.
Hasilnya, mereka yang sebelumnya divonis mati, mendapat keringanan hukuman jadi hanya 15 tahun dan 18 tahun penjara.
Prasetio selaku Ketua Presedium Gerakan Rakyat Anti Madat (GERAM) ini meminta para penegak hukum tidak tinggal diam dengan putusan PT Bandung tersebut.
Ia berharap Jaksa Penuntut Umum (JPU) kembali mengajukan banding atas putusan PT Bandung.
Pasalnya politikus PDI-Perjuangan ini menilai persoalan narkoba, apalagi dengan jumlah luar biasa, harus dihukum mati.
"Jadi di sini saya memberi semangat kepada penegak hukum agar tidak main-main pada permasalahan Narkoba. Harus diberantas dengan hukuman mati agar jera, karena memang sudah banyak anak-anak kita generasi penerus yang menjadi korban," ungkapnya.
Pengungkapan Kasus
Enam terdakwa perkara narkotika jenis bola sabu-sabu 402 kilogram bebas dari hukuman mati. Kasus di Perumahan Vila Taman Anggrek, Kecamatan Sukaraja, itu diungkap jajaran Satgas Merah Putih Mabes Polri.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kabupaten Sukabumi memvonis 13 terdakwa yang terlibat dalam kasus bola sabu-sabu tersebut dengan hukuman mati.
Managing Partner Kantor Hukum Bahari, Dedi Setiadi, mengatakan, perkara yang ia bandingkan ke pengadilan tinggi tidak akan membuahkan hasil.
Namun sesuai yang tertera di SIPP PN, banding diterima oleh majelis hakim pengadilan tinggi.
“Hasil banding yang kami lakukan, dilihat dari SIPP PN, putusan terdakwa enam orang yang kami dampingi berubah menjadi kurungan penjara,” ucapnya, Sabtu (26/6/2021).
Enam terdakwa yang didampingi oleh Kantor Hukum Bahari, yakni Basuki Kosasih, Ilan Bin Arifin, Sukendar, Nandar Hidayat, Ris Ris Rismanto dan Yunan Febdiantono, mendapat hukuman penjara paling tinggi 18 tahun dan paling rendah 15 tahun.
“Dalam banding kami sampaikan, sesuai dengan fakta-fakta sebenarnya, karena para terdakwa memiliki peran yang beda, sehingga untuk mewujudkan rasa berkeadilan hukumannya pun harus beda juga,” ucap Dedi. (*)