Warga Bandung Buru Obat Cacing Saat Ivermectin Obat Cacing Sedang Diuji Jadi Obat Covid-19
Ivermectin, dikenal sebagai obat cacing disebut-sebut sebagai obat Covid-19. Warga di Bandung justru saat ini memburu obat cacing
Penulis: Mega Nugraha | Editor: Mega Nugraha
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG- Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Kota Bandung Yena Iskandar Masoem mengatakan bahwa saat ini banyak warga memburu obat cacing.
Tingginya permintaan obat cacing disinyalir bersamaan dengan kabar Ivermectin yang disebut-sebut sebagai obat Covid-19 dan saat ini sedang dalam tahap uji klinik.
"Iya belakangan ini banyak yang mencari obat cacing, ada laporan dari sejumlah apotek bahwa sekarang stok obat cacing lagi pada kosong, saya kontak suplier juga katanya kosong," kata Yena Iskandar Masoem saat dihubungi Tribun Jabar pada Selas (29/6/2021).
Baca juga: Zona Merah di Jabar Bertambah Drastis dari Dua Jadi 11, Ada Kenaikan Signifikan Sepekan Terakhir
Yena mensinyalir bahwa tingginya permintaan obat cacing ini karena dianggap masyarakat sebagai Ivermectin, yang saat ini sedang di uji klinis untuk jadi obat Covid-19. Obat itu sendiri dikenal sebagai obat cacing.
"Salah kaprah setelah munculnya Ivermectin sebagai obat cacing jadi obat Covid-19. Itu kejadian di kota besar seperti Bandung," ucap Yena.
Yena Iskandar Masoem sendiri membawahi 17 apotek Al Masoem. Ia yang mengontrol apoteknya, juga mengalami hal serupa.
"Iya banyak yang nanya mau beli obat cacing. Obat cacing kan banyak, ada obat dari cacing dan anti parasit. Rata-rata yang nyari jjuga bingung, kan lucu aja," kata Yena.
Adapun terkait Ivermectin, Yena menyebut saat ini 17 apoteknya belum menjual obat berkode dot merah atau obat yang wajib dengan resep dokter itu.
"Belum ada. Tapi memang sudah banyak yang nanya cuma dari dokter belum ada permintaan Ivermectin. Tapi itu obat keras ya, harus pakai resep dokter, tidak dijual bebas," ucap Yena.
Baca juga: Apotek di Bandung Jual Ivermectin yang Lagi Diuji Jadi Obat Covid-19, Harus Pakai Resep Dokter
Namun, ia tidak memungkiri jika dokter sudah banyak yang meminta obat itu, maka apotek bakal menyediakannya.
"Ya kalau ada permintaan dari dokter, nanti apotek akan sediakan," katanya.
Uji Klinik Ivermectin
Kepala BPOM Penny K Lukito menerangkan Ivermectin selama ini digunakan sebagai obat cacing. Namun, WHO kata Penny K Lukito, merekomendasikan uji klinik terhadap obat itu.
"Pendapat serupa juga disampaikan US FDA dan EMA dari Eropa. Namun, memang data uji klinik Ivermectin masih harus terus dikumpulkan, di mana pada saat ini belum konklusif untuk menunjang bahwa ini penggunaannya untuk Covid-19," kata Penny dalam konferensi pers secara virtual, Senin (28/6/2021).
Karena beberapa alasan tersebut, pihaknya memberikan izin uji klinik Ivermectin oleh Kementerian Kesehatan. Adapun uji klinik digelar di delapan rumah sakit.
Antar lain RS Persahabatan, RSPI Sulianto Saroso, RS Soedarso Pontianak, RS Adam Malik Medan, RSPAD Gatot Soebroto, RSAU Esnawan Antariksa, RS Suyoto dan RSD Wisma Atlet.
Penny K Lukito menambahkan, Ivermectin sudah digunakan di sejumlah negara. Yakni India, Peru, Ceko, dan Slovakia.
India, kata Penny, menggunakan Ivermectin saat kasus Covid-19 di negara tersebut meningkat tajam.
"Di India juga pada intensitas yang tinggi mereka menggunakan Ivermectin, (kasus) mereda mereka tidak menggunakan lagi Ivermectin, tapi pada saat intens sekali menggunakan Ivermectin," ucap Penny.
Ivermectin yang dikenal sebagai obat cacing boleh diberikan kepada masyarakat di luar uji klinik asal sesuai anjuran dkter yang mengacu pada protokol uji klinik.
"Kami mengimbau kepada masyarakat dengan adanya pelaksanaan uji klinik, maka masyarakat agar tidak membeli obat Ivermectin secara bebas tanpa resep dokter termasuk membeli dalam platform online ilegal," ujarnya.
Adapun uji klinik Ivermectin obat Covid-19 akan digelar selama 3 bulan. Uji klinik dilakukan untuk melihat keamanan dan khasiat yang ditimbulkan.
"Setelah 28 hari pemberian lima hari Ivermectin, pengamatannya setelah 28 hari bagaimana keamanan dan khasiat. Uji klinik akan berlangsung kurang lebih pertama akan 3 bulan, tapi pengamatannya 1 bulan, 2 bulan," kata Pelaksana tugas (Plt) Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif (ONPPZA) BPOM Rita Endang.