Larangan Mudik Lebaran
Jeritan Sopir Travel Indramayu Soal Larangan Mudik, Ekonomi Anjlok, Takut Anak Istri Mati Kelaparan
Salah satu yang merasakan adalah Edi Junaedi (43), warga asal Desa Segeran Kidul, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Penulis: Handhika Rahman | Editor: Hermawan Aksan
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Handhika Rahman
TRIBUNJABAR.ID, INDRAMAYU - Larangan mudik yang diberlakukan pemerintah sangat terasa dampaknya oleh para sopir angkutan umum.
Salah satu yang merasakan adalah Edi Junaedi (43), warga asal Desa Segeran Kidul, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Sopir travel itu beranggapan, situasi pandemi Covid-19 sekarang ini seolah membuat mereka tercekik oleh keadaan.
Baca juga: Larangan Mudik, Tempat Wisata Diprediksi Akan Diserbu Pengunjung, Disparbud Jabar Lakukan Hal Ini
Momen arus mudik, yang seharusnya menjadi panen raya bagi sopir angkutan, justru sebaliknya.
Penghasilan mereka bahkan anjlok hingga 65 persen dibanding hari biasanya.
Kondisi soal larangan mudik ini sebelumnya diceritakan Edi Junaedi melalui rekaman video yang ia sebar di media sosial.
Video curhatannya yang berdurasi 03.05 menit itu pun viral, salah satunya yang diunggah oleh channel youtube Tribun Timur dan sudah ditonton sebanyak 267 ribu kali.
"Karena apa? Satu-satunya harapan kami adalah ketika musim-musim arus mudik. Katakanlah kalau petani, ini kita sedang panen," ujar dia saat dihubungi Tribuncirebon.com melalui sambungan seluler, Minggu (2/5/2021).
Edi Junaedi mengatakan, selain dari sisi ekonomi, dampak kebijakan tersebut juga membuat teman sesama sopir seperti dibenturkan oleh situasi.
Minimnya orderan membuat mereka saling berebut dan saling sikut, seperti mengambil order yang seharusnya milik rekannya dengan sembunyi-sembunyi.
Belum lagi soal cicilan mobil milik majikan.
Karena dipercaya mengelola mobil travel, mau tak mau para sopir juga memiliki tanggung jawab untuk mengejar setoran.
Di rumah, Edi Junaedi memiliki empat orang anak dan ibu yang sering sakit-sakitan.
Belum lagi 4 anak yatim yang juga menjadi tanggungan hidupnya.
Menjadi sopir travel sudah ia geluti selama 9 tahun.
Dua tahun di antaranya, ia bekerja di tengah kemelut pandemi Covid-19.
Mewakili para sopir, Edi Junaedi berharap pemerintah bisa mengkaji ulang soal larangan mudik dengan mempertimbangkan banyak sisi.
Terlebih, menurutnya, selama ini orang yang melakukan perjalanan biasanya adalah orang sehat.
"Bukan hanya karena Covid-19 saja seharusnya yang membuat aturan (larangan mudik) ini dibuat, tapi tolong pertimbangkan hati nurani."
"Kita adalah muslim yang juga dianjurkan bersilaturahmi," ujar dia.
"Walaupun kami harus mati karena corona, kami yakin, kami adalah syahid tapi kalau seandainya anak istri kami mati kelaparan karena ketakutan."
"Itu adalah sesuatu yang tercela karena kami beralasan dengan sesuatu yang tidak pernah nyata," kata Edi Junaedi. (*)