Gempa Bumi

Ada 8 Gunung Api di Indonesia Bisa Picu Tsunami, Erupsinya Timbulkan Longsor Laut, Ini Kata BMKG

Terdapat 8 gunung api dan berpotensi terjadinya longsor di laut Indonesia yang dapat menimbulkan tsunami.

Editor: Siti Fatimah
abcnews.com
ILUSTRASI - Gempa bumi. 

Peningkatan juga terjadi pada kejadian gempabumi, data BMKG mencatat sejak 2008 hingga 2016 rata-rata sebanyak 5.000-6.000 kali dengan berbagai kekuatan dalam setahun.

Namun pada 2017 kejadian gempabumi meningkat menjadi 7.169 kali, bahkan pada 2018 dan 2019 menjadi lebih dari 11.400 kali.

BMKG, lanjut Dwikorita mencatat pada 2020 kejadian gempabumi masih di atas rata-rata tahunan yaitu 8.258 kali. Awal 2021 tercatat selama Januari telah terjadi 662 kali, melampaui kejadian gempabumi rata-rata bulanan yang berkisar antara 300 sampai 400 kali kejadian.

"Fakta situasi ini menjadi alarm bagi kita semua untuk segera melakukan Peningkatan Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana di daerah dan di masyarakat, agar Zero Victims dapat benar-benar terwujud," kata Dwikorita.

Baca juga: Tegarnya Winny Widayanti Istri Dansatsel di KRI Nanggala-402, Datangi Rumah Awak Kapal Satu Persatu

Terkait kendala yang dihadapi BMKG, Dwikorita mengatakan hal yang paling krusial adalah terbatasnya jumlah peralatan monitoring gempabumi nontektonik (karena erupsi gunung api, longsor laut, dsb), mengingat banyaknya gunung api dan potensi longsor di laut Indonesia yang dapat menimbulkan tsunami, seperti Tsunami Selat Sunda dan Palu 2018.

Kendala lainnya, yaitu data monitoring gunung api laut/pada pulau kecil yang belum terintegrasi secara optimal ke dalam Sistem Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami di BMKG.

Pemantauan data tersebut dilakukan oleh lembaga yang terpisah, yaitu oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang berada di bawah Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Terpisahnya lembaga ini, menurut Dwikorita berdampak fatal saat kejadian Tsunami Non Tektonik di Selat Sunda yang diakibatkan oleh erupsi gunung api yg memicu lingsor laut, yang tidak dapat terpantau oleh BMKG.

Baca juga: VIDEO-Rumah Warga Hancur Terkena Banjir Rob dan Abrasi, Nelayan Tak Melaut Karena Pencemaran Minyak

Sebagai lembaga penyedia peringatan dini, BMKG dapat merujuk pada contoh baik dari Japan Meteorological Agency (JMA) yang melakukan monitoring gempabumi, gunung api, dan cuaca di dalam satu lembaga.

"Kekhawatiran kami, tsunami akibat erupsi gunung api, sedangkan sistem peringatan dini tidak ada link dengan gunung api karena berada di bawah ESDM. Jadi kami tidak punya data sama sekali. Kurang lebih masih ada delapan gunung api yang berpotensi tsunami yang datanya sama sekali tidak dimiliki BMKG,"terangnya.

Selain itu, juga adanya gap dalam rantai peringatan dini di bagian hilir untuk masyarakat.

Informasi Peringatan Dini yang sampai ke daerah melalui BPBD/Tim Siaga Bencana, ternyata tidak selalu diikuti respon yang memadai.

"Dalam hal ini perlu disiapkan rencana kontigensi dan SOP yang jelas oleh pemerintah daerah dengan dukungan Kementerian Dalam Negeri dan BNPB yang merupakan focal point yang mengkoordinasikan penanggulangan bencana serta komponen kultur dalam Sistem Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami, sesuai dengan Peraturan dan Perundang-undangan yang berlaku," Katanya.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved