Refleksi Masa Kejayaan PPP di Jabar, Peran Kiai dan Santri Sangat Kental dalam Mendulang Suara
Secara historis, Provinsi Jawa Barat pernah menjadi lumbung suara bagi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Giri
Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Secara historis, Provinsi Jawa Barat pernah menjadi lumbung suara bagi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Bahkan ketika memasuki Pemilu multipartai digelar, tepatnya sekitar tahun 2009, PPP Jawa Barat masih memberikan kontribusi 23 persen suara dari perolehan suara nasional.
Momentum kejayaan ini kembali diangkat oleh Suharso Monoarfa.
Suharso Monoarfa saat terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum DPP PPP dalam Muktamar IX yang dihelat 18-20 Desember 2020 memberikan sebuah pandangan atas keyakinannya untuk mengembalikan lagi kejayaan PPP seperti sebelumnya.
Suharso yakin target itu bisa tercapai jika seluruh jajaran PPP berjuang bersama.
Menurutnya, di era digitalisasi, seluruh kader dapat memanfaatkan teknologi yang serba mudah untuk mengibarkan kembali bendera PPP.
"Saat ini tengah memfokuskan diri mempersiapkan segala sesuatunya. Kita berbenah diri di internal partai, menyongsong Pemilu yang akan datang untuk mendapatkan kembali kegemilangan dulu," kata Suharso saat hadir dalam penutupan Muktamar IX PPP di Hotel Aston, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Minggu (20/12/2020).
Pandangannya dinilai sangat rasional.
Tetapi ada hal yang tidak boleh dilupakan, yakni peran penting dalam masa-masa kejayaan PPP, yakni peran kiai dan santri yang memiliki sentuhan langsung dengan masyarakat akar rumput sebagai pemilik suara langsung.
Apalagi di Provinsi Jawa Barat, saat masa kejayaan PPP, peran kiai dan santri sangat kental dalam mendulang suara PPP.
Pada konteks inilah, terkhusus di Jawa Barat, tentu harus menghadirkan kembali figur yang bukan hanya sekadar memiliki modal ekonomi (economic capital).
Tetapi juga dibutuhkan figur yang memiliki modal simbolis (simbolic capital) secara khas, yang dari sisi historis PPP di Jawa Barat sangat berkaitan dengan simbol kiai, santri, dan pesantren.
Modal simbolis ini secara historis telah mampu menguatkan modal budaya (culture capital) PPP, semacam daya terima atau pengakuan dari konstituen yang lebih tingg.
Bahkan juga menguatkan modal sosial (social capital) PPP, semacam pengakuan dari pelbagai jejaring partisan yang hubungan sosialnya bersifat ideologis (lihat konsepnya Pierre Bourdieu tentang "The Forms of Capital").
Konon sekitar bulan April-Mei 2021, Muswil PPP akan digelar di seluruh Indonesia.
Tentu agenda muswil ini dapat menjadi ajang muhasabah dan sekaligus momentum mencari figur ketua wilayah yang merepresentasikan keunggulan PPP di masa lalu.
Figur-figur yang memiliki trah kiai, santri, dan hubungan yang kuat dengan dunia pesantren.
Terkhusus di Jawa Barat, mungkin salah satu figur PPP yang memiliki representasi modal simbolik yang kuat dengan trah kiai, santri, dan dunia pesantren, adalah H Uu Ruzhanul Ulum yang kini menjabat sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat.
Dalam konteks ini, Uu Ruzhanul Ulum dinilai sebagai salah satu figur kuat yang layak menakhodai PPP Provinsi Jawa Barat.
Paling tidak, figur yang mungkin bisa mengembalikan Jawa Barat sebagai lumbung suara PPP.
Oleh karena itu, tidak salah kalau dalam momentum Muswil Jawa Barat yang akan digelar sekitar akhir Maret, nama Uu Ruzhanul Ulum muncul ke permukaan dan sekaligus diharapkan menjadi sosok utama yang dapat mengembalikan kejayaan PPP di Provinsi Jawa Barat.
Kemunculan sosok Uu Ruzhanul Ulum bukan sesuatu yang tiba-tiba, tetapi memiliki kapital, alasan kuat, dan rasional.
Sosok yang kebetulan hari ini mendapat amanah sebagai Wagub Jawa Barat, memiliki trah kuat dari seorang ulama karismatik, kesantriannya kuat dan jejaring kepesantrenannya sangat luas. (*)