KRONOLOGI Kasus yang Jerat Bambang Trihatmodjo Sehingga Harus Bayar Utang Penyelenggaraan SEA Games

Bambang Trihatmodjo harus menerima kekalahan saat melawan Sri Mulyani di sidang PTUN terkait utangnya dalam penyelenggaraan SEA Games XIX 1997.  

Editor: Giri
Instagram/@mayangsaritrihatmodjoreal 1 via Tribunnews
Bambang Trihatmodjo berfoto bersama istrinya, penyanyi Mayangsari. Bambang harus membayar utang atas penyelenggaraan SEA Games 1997. 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Bambang Trihatmodjo harus menerima kekalahan saat melawan Sri Mulyani di sidang PTUN terkait utangnya dalam penyelenggaraan SEA Games XIX 1997.  

Atas kekalahan itu, suami Mayangsari belum bisa keluar negeri lagi. Bambang memang sedang dicekal bepergian.  

Ya, objek sengketa dalam sidang PTUN ini adalah Keputusan Menteri Keuangan No.108/KM.6/2020 Tanggal 27 Mei 2020 Tentang “Penetapan Perpanjangan Pencegahan Bepergian Ke Luar Wilayah Republik Indonesia Terhadap Sdr.Bambang Trihatmodjo (Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara Sea Games XIX Tahun 1997) dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara”.

Dalam persidangan, Bambang diwakili oleh kuasa hukumnya Bussyro Muqoddas. 

Sedangkan Menteri Keuangan Sri Mulyani memberi kuasa kepada 17 kuasa hukum. 

Putusan pengadilan ini dijatuhkan Hakim PTUN Jakarta pada 2 Maret 2021 dengan nomor: 179/G/2020/PTUN-JKT. 

Putusan ini sudah ditayangkan di website Mahkamah Agung dan dapat diunduh secara bebas. 

Sebelum menyimak putusan hakim, simak dulu duduk perkara kasus utang piutang SEA Games 1997 antara Bambang Trihatmodjo dan negara. 

Utang ini berawal dari penyelenggaraan SEA Games 1997 di Jakarta. 

Baca juga: Mantan Panglima TNI Ini Dijanjikan Kekuasaan untuk Ikut Lengserkan AHY, Namun Tidak Mau

Baca juga: Pejabat Kejati Riau Temuka Pisau di Depan Rumah, Saat Lihat Rekaman CCTV, Juga Ada Kepala Anjing

Saat itu seharusnya Brunei Darussalam yang jadi tuan rumah. 

Tetapi karena Brunei menolak sehingga Indonesia jadi tuan rumahnya. 

Efek dari hal itu adalah pendanaan SEA Games 1997 tidak ada di APBN. 

Oleh karena itu  negara kemudian mengundang pihak-pihak konsorsium swasta untuk berperan sebagai mitra pemerintah dalam penyelenggaraan SEA Games XIX 1997 di Jakarta. 

Konsorsium swasta di sini adalah PT Tata Insani Mukti di mana Bambang Tri menjadi salah satu komisarisnya. 

Kemudian Menpora meminta Bambang Tri sebagai berpartisipasi dalam penyelengaraan SEA Games 1997

Bambang Tri lalu mengeluarkan surat tertanggal 8 Maret 1996 yang menyatakan, konsorsium swasta bersedia menyediakan uang sebesar Rp70 miliar untuk SEA Games 1997

Surat itu ditujukan Bambang Tri kepada Menpora Hayono Isman. 

Uang itu untuk menyelenggarakan SEA Games sekaligus keperluan kontingen Indonesia. 

Namun, berikutnya di luar rencana yang telah disusun, konsorsium mendadak dibebani biaya pelatnas sebesar Rp 35 miliar.

Akibat ada kebutuhan dana lagi Rp 35 miliar inilah keluar Keputusan Presiden RI Nomor 01/IHHT/1997 tertangga 8 Oktober 1997, yang
menetapkan “menyediakan anggaran yang dibebankan pada dana bantuan presiden yang di kelola oleh Sekretariat Negara sebesar Rp.35.000.000.000 atau Rp35 miliar. 

Namun uang dari negara sebesar Rp 35 miliar itu diberlakukan sebagai utang konsorsium kepada negara dengan bunga 15 persen setahun. 

Saat itu uang Rp 35 miliar itu diambil negara dari dana reboisasi.

Utang Rp 35 miliar itu seharusnya sudah lunas dalam satu tahun terhitung dari ditandatangani pada 8 Oktober 1997.

Baca juga: Calon Menantu Tersangkut Kasus Video Syur dengan Gisel, Begini Reaksi Bakal Mertua Nobu

Pinjaman itu kemudian diberikan dalam dua tahap. 

Tahap pertama diberikan Rp 5 miliar, lalu tahap kedua diberikan Rp 30 miliar. 

Konsorsium kemudian sudah melunasi pinjaman tahap pertama sebesar Rp 5 miliar. 

Berikutnya konsorsium memberikan hibah sebesar Rp 10,9 miliar. 

Sehingga sisa hutang konsorsium hanya tinggal Rp 20 miliar lagi. 

Setelah itu, sekitar tahun 1999 konsorsium meminta surat penghapusan tagihan.

Berikutnya dilayangkan juga surat kepada Bapak Prof. DR. Ing BJ. Habibie sebagai Presiden RI tertanggal 22 Juni 1999 dengan nomor surat 012/KPSEAG/VI/99 tentang permohonan penyelesaian kewajiban Konsorsium MItra penyelenggara SEA Games XIX 1997, di Jakarta.

Surat itu di buat oleh ketua harian konsorsium mitra penyelenggara SEA Games XIX 1997. 

Berikutnya sampai dengan tahun 2006 tidak ada konfirmasi penagihan kepada konsorsium.

Selanjutnya tidak adanya konfirmasi penagihan juga berlanjut sampai dengan tahun 2017.

Baca juga: Rasakan Udara dari Balik Cermin di Kamar Mandi, Wanita Ini Kemudian Alami Hal Seperti Film Horor

Namun, baru pada tanggal 19 Januari 2017 melalui surat nomor B76/Kemensetneg/SES/PW.01.02/01/2017 telah di layangkan surat
kepada Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara SEA Games XIX/1997 mengenai pembahasan piutang atas pinjaman kepada KMP SEA Games XIX tahun 1997 di Jakarta.

Hal itu kemudian dilanjutkan dengan adanya surat dari Kementerian Sekretariat Negara nomor B-94/Kemensetneg/Set/Keu/2017 tertanggal 10
Mei 2017 dengan menyerahkan pengurusan piutang Negara atas nama Konsorsium Mitra Penyelenggara SEA Games XIX/1997 di
Jakarta kepada PUPN Cabang DKI Jakarta yang pengurusannya diselenggarakan oleh kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan
Lelang Jakarta I. 

Atas dasar itulah kemudian Bambang Tri dicegah bepergian keluar negeri.

DALIL GUGATAN BAMBANG TRIHATMODJO

Selanjutnya, dalam dalil gugatannya, Bambang Trihatmodjo melalui kuasa hukumnya menilai bahwa keputusan Menteri Keuangan No.108/KM.6/2020itu dikeluarkan tanpa mempertimbangkan dan menelaah secara komprehensif terhadap hubungan hukum yang ada dengan asas – asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) sebagaimana dinyatakan dalam pasal 10 (sepuluh)angka 1 (satu), huruf a Undang – Undang nomor 30 tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. 

Selain itu penggugat juga menilai telah salah menempatkan subjek hukum dalam Keputusan Menteri Keuangan No.108/KM.6/2020 . 

Penggugat menilai bahwa Dewan Komisaris PT Tata Insansi Mukti tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga melanggar pasal 114 angka 5 (lima) Undang – Undang No.40 Tahun 2007 Tentang perseroan terbatas .

Selain itu, dalam gugatannya, Bambang Tri juga tidak pernah menyanggupi sebagai penanggung hutang konsorsium. 

Sedangkan dalam eksepsinya, Sri Mulyani menyebut bahwa penggugat tidak keberatan dengan surat larangan bepergian keluar negeri itu. 

Hal itu lantaran Bambang Tri tidak mengajukan keberatan terhadap surat tersebut dalam jangka waktu sesuai UU, yakni 21 hari setelah surat keluar.

Selain itu, tergugat atau Sri Mulyani juga menyebut, penggugat tidak melakukan upaya banding administratif. 

Padahal pengadilan baru berwenang memeriksa jika penggugat sudah melakukan upaya banding administratif. 

Berikutnya dalam pertimbangannya, hakim menyebut bahwa dalil bahwa penggugat sebagai komisaris tidak boleh dimintai pertanggungjawaban adalah tidak berdasar. 

Hal itu karena hakim menilai penerima pinjaman adalah Konsorsium Sea Games 1997, bukan entitas lain termasuk PT Insani Tata Mukti. 

Selain itu dalam perjanjian antara Kemensetneg terkait uang Rp 35 miliar itu Bambang Tri bertindak sebagai perwakilan KMP SEA Games 1997, bukan komisari PT Tata Insani Mukti. 

Oleh karena itu Hakim beranggapan Bambang Tri sudah tepat sebagai penanggung utang tersebut. 

Dalam putusannya, hakim kemudian menolak gugatan dari Bambang Trihatmodjo.

Putusan pengadilan ini dijatuhkan Hakim PTUN Jakarta pada 2 Maret 2021 dengan nomor: 179/G/2020/PTUN-JKT. 

Putusan ini sudah ditayangkan di website Mahkamah Agung dan dapat diunduh secara bebas. (*)

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Bambang Trihatmodjo Kalah Lawan Sri Mulyani di Sidang PTUN, Harus Tetap Bayar Utang Sea Games 1997, https://wartakota.tribunnews.com/2021/03/07/bambang-trihatmodjo-kalah-lawan-sri-mulyani-di-sidang-ptun-harus-tetap-bayar-utang-sea-games-1997?page=all.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved