Penemuan Kerangka di Pantai, Ternyata Korban Gempa dan Tsunami Jepang yang Hilang 10 Tahun Lalu

Jenazah perempuan yang hilang dalam tsunami Jepang 2011 dilaporkan ditemukan 10 tahun kemudian.

Editor: Fidya Alifa Puspafirdausi
Image by Elias Sch. from Pixabay
Ilustrasi gelombang tsunami. 

TRIBUNJABAR.ID - Kerangka ditemukan di pantai yang ternyata adalah korban tsunami 10 tahun lalu.

Jenazah perempuan yang hilang dalam tsunami Jepang 2011 dilaporkan ditemukan 10 tahun kemudian.

Pernyataan itu disampaikan kepolisian di region Miyagi, jelang peringatan satu dekade bencana alam tersebut.

"Kerangka termasuk tengkorak ditemukan pada 17 Februari di pantai kawasan Miyagi," ujar juru bicara itu.

Dari pemeriksaan DNA dan forensik gigi yang dilaksanakan pekan ini, diketahui jenazah itu adalah Natsuko Okayama.

Okayama adalah perempuan 61 tahun yang dinyatakan hilang ketika tsunami menghantam pada 11 Maret 2011 silam.

Nerdasarkan data kepolisian Jepang, jumlah korban tewas akibat tsunami, gempa bumi, dan kebocoran nuklir mencapai 15.899 per Desember 2020.

Baca juga: Gempa Bumi Sunda Megathrust Berpotensi Picu Tsunami 20 Meter, Ini Cara Selamatkan Diri dari Tsunami

Namun dilansir AFP Jumat (5/3/2021), masih ada sekitar 2.500 orang yang dinyatakan hilang selama 10 tahun terakhir.

Para keluarga yang kerabatnya belum ditemukan kebingungan, karena mereka tak bisa menggelar upacara pemakaman.

Media setempat melaporkan, keluarga Okayama mengaku berterima kasih karena kerangkanya bisa ditemukan.

"Saya sangat bahagia karena ibu saya ditemukan, jelang peringatan 10 tahun," ujar putra Okayama.

Dengan ditemukanya jenazah sang ibu, anak Okayama mengaku dia bisa menghilangkan kesedihan dan melangkah maju.

Berikut ini berita gempa lainnya.

Apa Itu Gempa Megathrust?

Apa itu gempa megathrust? Kini, fenomena gempa bumi tersebut jadi perbincangan netizen di media sosial.

Hal ini juga disinggung Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (Rakornas BP) secara virtual, Kamis (4/3/2021).

"Kita ini takut megathrust. Megathrust yang bisa terjadi di pantai barat Sumatera, pantai selatan Jawa. Di mana, kapan, dan bagaimana itu yang kita tidak tahu," kata Luhut.

Lantas, apa itu gempa megathrust?

Dalam wawancara dengan Kompas.com, Sabtu (7/4/2018), Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan, megathrust bisa diartikan sesuai dengan kata penyusunnya.

"Thrust" merujuk pada salah satu mekanisme gerak lempeng yang menimbulkan gempa dan memicu tsunami, yaitu gerak sesar naik.

Baca juga: Mbah Rono Sebut Gempa Bumi Tak Membunuh, yang Membunuh Justru adalah Infrastrukturnya

Dengan demikian, megathrust bisa diartikan gerak sesar naik yang besar.

Daryono menjelaskan, mekanisme gempa megathrust bisa terjadi di pertemuan lempeng benua.

Dalam geologi tektonik, wilayah pertemuan dua lempeng disebut zona subduksi.

Sementara zona megathrust terbentuk ketika lempeng samudra bergerak ke bawah menghunjam lempeng benua dan menimbulkan gempa bumi.

"Zona subduksi ini diasumsikan sebagai sebuah zona 'patahan naik yang besar' atau populer disebut zona megathrust," kata Daryono.

Dalam hal ini, lempeng samudra yang menunjam ke bawah lempeng benua membentuk medan tegangan (stress) pada bidang kontak antar lempeng yang kemudian dapat bergeser secara tiba-tiba memicu gempa.

"Jika terjadi gempa, maka bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudra bergerak terdorong naik (thrusting)," terangnya.

Daryono menerangkan, jalur subduksi lempeng umumnya sangat panjang dengan kedalaman sekitar 50 kilometer, mencakup bidang kontak antarlempeng.

Megathrust bukan hal baru

Zona megathrust di Indonesia bukan hal baru karena sudah ada sejak jutaan tahun lalu saat terbentuknya rangkaian busur kepulauan Indonesia.

Sebagai sebuah area sumber gempa, maka zona ini dapat memunculkan gempa bumi dengan berbagai magnitudo dan kedalaman.

Gempa megathrust dianggap menakutkan karena dianggap selalu bermagnitudo besar dan memicu tsunami.

"Namun demikian, data menunjukkan sebagian besar gempa yang terjadi di zona megathrust adalah gempa kecil dengan kekuatan kurang dari 5,0," kata Daryono.

Menurut Daryono, yang terlibat dalam Pusat Studi Gempa Nasional (PUSGEN) 2017, zona megathrust di Indonesia berada di zona subduksi aktif seperti:

  • Subduksi Sunda mencakup Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba
  • Subduksi Banda
  • Subduksi Lempeng Laut Maluku
  • Subduksi Sulawesi
  • Subduksi Lempeng Laut Filipina
  • Subduksi Utara Papua.

Dalam wawancara dengan Kompas.com, 26 September 2020, Daryono mengatakan, saat ini segmen zona megathrust Indonesia sudah dapat dikenali potensinya.

Namun, dia mengingatkan, seluruh aktivitas gempa yang bersumber di zona megathrust disebut sebagai gempa megathrust dan tidak selalu berkekuatan besar.

Besarnya kekuatan gempa tidak bisa diprediksi dan sangat bergantung pada gerak serta kedalamannya.

Data hasil monitoring BMKG menunjukkan, justru gempa kecil yang lebih banyak terjadi di zona megathrust. Kendati demikian, zona megathrust juga dapat memicu gempa besar.

"Khusus segmen megathrust di selatan Jawa Barat dan Banten, wilayah ini memiliki potensi magnitudo maksimum M 8,8," katanya.

Baca juga: Luhut Sempat Bilang Takut Megathrust: 70 Persen Alat Pendeteksi Gempa Bumi di Indonesia Masih Impor

Gempa megathrust dan tsunami

Tidak setiap gempa megathrust menimbulkan tsunami.

Syarat terjadinya tsunami adalah gempa besar, hiposenter dangkal, dan gerak sesar naik.

Para ahli dan instansi tanggap darurat bencana terus melakukan penelitian dan pembaruan data peta kerawanan gempa.

Jika terjadi gempa yang magnitudonya lebih besar dari gempa-gempa yang pernah terjadi sebelumnya, maka akan merubah titik-titik kerawanan. Untuk itulah, perlunya dilakukan pemutakhiran Peta Sumber dan Bahaya Gempa di Indonesia pada periode waktu tertentu.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jenazah Korban Tsunami Jepang 2011 Ditemukan 10 Tahun Kemudian" dan "Disinggung Luhut dalam Rapatnya, Apa Itu Gempa Megathrust?"

Sumber: Kompas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved