Sepak Terjang Artidjo Alkostar, yang Paling Ditakuti Koruptor, Harta Kekayaan Tak sampai Rp 200 Juta
Sosok Artidjo Alkostar dikenal sebagai sosok hakim yang ditakuti oleh para koruptor di Tanah Air. Bagaimana perjalanan karir Artidjo Alkostar?
TRIBUNJABAR.ID - Salah satu Anggota Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Artidjo Alkostar menghembuskan nafas terakhir pada usia 71 tahun.
Artidjo Alkostar yang merupakan mantan hakim agung tersebut meninggal dunia pada Minggu (28/2/2021).
Sosok Artidjo Alkostar dikenal sebagai sosok hakim yang ditakuti oleh para koruptor di Tanah Air.
Mantan hakim agung tersebut dilantik Presiden Jokowi sebagai Dewas KPK pada Jumat (20/12/2019 setelah purna tugas dari Makhamah Agung (MA) pada 22 Mei 2018 lalu.
Bagaimana perjalanan karir Artidjo Alkostar?
Perjalanan karir Artidjo Alkostar
Artidjo Alkostar diketahui lahir di Situbondo, Jawa Timur pada 22 Mei 1948.
Ia menamatkan pendidikan SMA di Asem Bagus, Situbondo.
Setelah lulus SMA, Artidjo Alkostar masuk Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
Baca juga: Pelaku Pengeroyokan di Asia Afrika Bandung Libatkan Geng Motor, Sempat Diamankan namun Tak Ditahan
Selama menjadi mahasiswa, Artidjo Alkostar aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) serta menjadi Dewan Mahasiswa.
Ia pun berhasil menyandang gelar sarjana hukum pada tahun 1976.
Setelah lulus kuliah, Artidjo Alkostar mengabdi menjadi pengajar di almamaternya, FH UII.
Selama mengajar di FH UII, Artidjo mengisi mata kuliah Hukum Acara Pidana dan Etika Profesi, serta mata kuliah HAM untuk mahasiswa S2.
Selain itu, Artidjo Alkostar juga aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta.
Pada 1983 Artidjo Alkostar pernah mengikuti pelatihan untuk lawyer mengenai Hak Asasi Manusia di Columbia University selama enam bulan.
Di saat yang sama, Artidjo Alkostar juga bekerja di Human Right Watch divisi Asia di New York selama dua tahun.
Baca juga: Potensi Gempa Bumi 7,2 SR dari Sesar Lembang dan Bahaya Pengulangan Gempa Besar 500 Tahun
Pada 1981 hingga 1983, Artidjo Alkostar menduduki jabatan sebagai Wakil Direktur LBH Yogyakarta.
Setelah itu, Artidjo Alkostar diangkat menjadi Direktur LBH Yogyakarta pada 1983-1989.
Setelah pulang dari Amerika Serikat, Artidjo Alkostar kemudian mendirikan kantor pengacara yang dinamakan Artidjo Alkostar and Associates hingga tahun 2000.

Selama menjadi advokat, Artidjo pernah menangani beberapa kasus penting, di antaranya Anggota Tim Pembela Insiden Santa Cruz di Dili (Timor Timur 1992), dan Ketua Tim Pembela gugatan terhadap Kapolri dalam kasus Pelarungan Darah Udin (wartawan Bernas Fuad M Syafruddin).
Pada tahun 2000, Artidjo Alkostar terpaksa harus menutup kantor hukumnya tersebut karena dirinya terpilih sebagai Hakim Agung.
Sepak Terjangnya sebagai Hakim
Setelah 28 tahun menjadi advokat, Artidjo Alkostar kemudian mengabdikan dirinya sebagai hakim agung di MA sejak tahun 2000.
Sepanjang menjadi hakim agung, Artidjo Alkostar telah menyelesaikan berkas di MA sebanyak 19.708 perkara.
Bila dirata-rata selama 18 tahun, Artidjo menyelesaikan 1.095 perkara setiap tahun.
Baca juga: Potensi Gempa Bumi 7,2 SR dari Sesar Lembang dan Bahaya Pengulangan Gempa Besar 500 Tahun
Artidjo Alkostar juga dikenal tegas dalam memutus hukuman.
Artidjo beberapa kali memperberat hukuman koruptor yang mengajukan kasasi ke MA.
Di antaranya adalah mantan Ketua MK Akil Mochtar, Luthfi Hasan Ishaaq, Angelina Sondakh hingga Anas Urbaningrum.
Sosok Artidjo Alakostar
Semasa menjadi Hakim Agung, Artidjo dikenal sebagai pekerja keras.
Dikutip dari Kompas.com, selama 18 tahun menjadi Hakim Agung, Artidjo telah menyelesaikan 19.708 perkara atau rata-rata 1.095 perkara setiap tahun.
Artidjo mengaku, kerja ikhlaslah yang menjadi pegangan dirinya dalam bekerja.
"Saya bisa bekerja sampai larut malam, pulang pun membawa berkas, besok sudah habis, tetapi kalau kita tidak ihklas itu energi kita menjadi racun dalam tubuh, menjadi penyakit," ucapnya kepada Kompas.com pada Rabu, 29 Mei 2018.
Baca juga: Potensi Gempa Bumi 7,2 SR dari Sesar Lembang dan Bahaya Pengulangan Gempa Besar 500 Tahun
Ia bersyukur tak banyak penyakit yang hinggap di tubuh kurusnya meski kerap bekerja ekstra keras.
Sambil berseloroh, Artidjo bilang penyakit pun tahu diri tak mau hinggap di tubuhnya.
Tak hanya itu, ketika masih menjadi Hakim Agung, Artidjo tak pernah mengambil cuti.
Tak sampai di situ, ia pun menolak ketika diajak ke luar negeri.
Ia menolak ke luar negeri karena hal itu bakal berdampak pada pekerjaanya.
"Saya tidak pernah mau (diajak ke luar negeri), konsekuensinya nanti karena tiap hari itu ada penetapan tahanan itu seluruh Indonesia, itu tidak bisa ditinggal karena nanti bisa itu keluar demi hukum. Nanti yang disalahkan saya," kata dia sembari tertawa.
Harta Kekayaan tak sampai Rp 200 juta
Dalam LHKPN yang dilaporkan pada 29 Maret 2018/peridoe 2017, Artidjo tercatat hanya memiliki harta sebesar Rp 181,9 juta.
Jumlah harta ini paling sedikit dibanding jumlah harta Anggota Dewan Pengawas KPK lainnya.
Berdasarkan LHKPN terakhir, Tumpak Hatorangan Panggabean tumpak memiliki harta sebesar Rp 9,973 miliar, Hardjono Rp 13,815 miliar, Albertina Ho Rp 1,179 miliar.
Berdasarkan LHKPN yang dilaporkan terakhir, Artidjo tak memiliki kendaraan mewah.
Ia hanya memiliki satu motor keluaran tahun 1978 yakni motor Honda Astrea yang nilainya Rp 1 juta.
Kendaraan lain yang ia miliki yakni sebuah mobil Chevrolet minibus tahun 2014, yang ditaksir bernilai Rp. 40 juta.
Selain itu, Artidjo memiliki dua bidang tanah di Sleman.
Baca juga: Streaming Ikatan Cinta Malam Ini Pukul 19.30, Al Bikin Andin Ngambek, Berikut Link Nontonnya di RCTI
Berikut rincian harta Artidjo sebagaimana dilaporkan dalam LHKPN pada 29 Maret 2018:
Tanah Seluas 197 m2 di Sleman, hasil sendiri Rp. 36.960.000
Tanah Seluas 274 m2 di Sleman, hasil sendiri Rp. 40.000.000
Motor honda Astrea tahun 1978 hasil sendiri Rp 1.000.000
Mobil Chevrolet minibus tahun 2014, hasil sendiri Rp. 40.000.000
Harta bergerak lainnya Rp 4.000.000
Kas dan setara kas Rp 60.036.576
Total harta kekayaan Rp. 181.996.576
Riwayat Karier
Wakil Direktur LBH Yogyakarta (1981-1983)
Direktur LBH Yogyakarta (1983-1989)
Pengacara Human Right Watch divisi Asia, New York (1989-1991)
Pendiri Artidjo Alkostar and Associates (1991-2000)
Baca juga: Potensi Gempa Bumi 7,2 SR dari Sesar Lembang dan Bahaya Pengulangan Gempa Besar 500 Tahun
Dosen Fakultas Hukum dan Pascasarjana UII (1976-2016)
Hakim Agung Mahkamah Agung RI (2000-2016)
Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung RI (2014-2016)
Anggota Dewan Pengawas KPK (2019-sekarang)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Artidjo Alkostar, Sosok yang Ditakuti Koruptor Wafat, Berikut Perjalanan Karirnya