Tempat Pesugihan di Kuningan Ini Ramai Meski Pandemi, Minta Jabatan Hingga Harta, Apa Syaratnya?

Juru kunci atau kuncen di Gunung Simpay mengatakan ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang akan melakukan pesugihan.

Penulis: Ahmad Ripai | Editor: taufik ismail
lokasi pesugihan di gunung simpay 

Laporan Kontributor Kuningan, Ahmad Ripai

TRIBUNJABAR.ID, KUNINGAN - Kuncen alias juru kunci Gunung Simpay, Ading (41), warga Dusun Kaliwon, Desa Pagundan, Kecamatan Lebakwangi, Kuningan, mengatakan untuk melangsungkan ritual pesugihan di tempat tersebut ada beberapa persyaratan yang mesti dilengkapi.

Gunung Simpay bagi sebagian orang dikenal sebagai lokasi pesugihan.

Ading mengatakan setiap calon peserta pesugihan yang datang, sudah pasti melakukan percakapan terlebih dahulu dan mengungkapkan harapannya saat keluar rumah dan menuju kesini.

Baca juga: Ngaku Punya Guru Eyang Anom di Gunung Hejo dan Bisa Gandakan Uang, Driver Ojek Online Dibui

Baca juga: Cerita Horor Tersesat di Hutan Gunung Putri Juga Dialami Adi, Ada Suara Tertawa Hingga yang Menyapa

Tindakan itu bagian dari persyaratan yang menjadi keharusan pengunjung dalam melaksanakan pesugihan di lokasi tersebut.

"Setiap siapa pun yang datang, kami terbuka dan jelas kami tanya identitas lengkap si pemohon berikut nama istrinya," ujarnya.

Dalam komunikasi yang dilakukan tadi, semata untuk mendapatkan posisi hitungan antara boleh dan tidak, berdasarkan rumus atau hitungan yang menjadi aturan main di lokasi pesugihan ini.

Dalam rumus itu terdapat bahasa mendasar yang mesti dipahami sebelumnya. Ini juga sebagai ketentuan wajib saat hendak melaksanakan ritual pesugihan.

"Iya dalam rumusan itu kami bagi menjadi 6 istilah. Biasa kami sebut, mulai dari Gunung, Urug, Sagara, Saat (Surut), Pancuran, dan Emas.

Istilah tadi kalau dalam lingkungan Jawa itu seperti Sri, Lungguh, Dunia, Lara, dan Pati.

Jadi, jumlah nama terhitung dari pasangan suami istri akan dibagi enam, dan hasilnya ada salah satu di antara enam tadi," katanya.

Menyinggung bisa keluar jumlah dari nama calon pelaksana pesugihan tadi, rumusnya itu biasa terungkap dalam budaya kejawen.

"Ya, rumus hitungan jumlah dari nama calon pelaksana tadi. Itu bisa diketahui dari hitungan dengan rumus Ha Na Ca Ra Ka Da Ta Sa Wa La, Pa Dha Ja Ya Nya, Ma Ga Ba Tha Nga. Jadi total jumlah berapa itu bisa keluar boleh tidak.

Baca juga: Dian Nitami Ungkap Karakter Bu Farah di Sinetron Buku Harian Seorang Istri yang Tiba-tiba Hilang

Baca juga: Mulai Pukul 13.00, Daerah-daerah Berikut Akan Alami Pemadaman Listrik, Tiga Jam Mati Lampu

Misal, ketentuan yang menjadi hak untuk melanjutkan ritual pesugihan itu jatuh pada hitungan Gunung, Emas, Pancur dan Sagara. Nah, jika jatuh pada Urug dan Saat atau Surut, kami berikan arahan untuk melakukan pencegahan dan mempersilakan pulang," ujarnya.

Memasuki tahap selanjutnya, kata dia, calon pelaksana pesugihan itu harus melengkapi kebutuhan sebagai sesajii dalam menyambut mahluk gaib atau sejenisnya saat berhadapan untuk melakukan kontrak alias perjanjian.

"Bentuk sesaji itu seperti dua buah kelapa ijo, sate kambing dua tusuk, sembilan butir telur ayam kampung, air lima gelas berbeda rupa itu ada kopi manis, kopi pahit, teh manis, teh pahit, dan air putih.

Kemudian tidak lupa disediakan uang dengan pecahan terbesar sebagai sampel untuk memberi tahu mahluk gaib dalam berusaha nanti.

Setelah lengkap persyaratan dan pembekalan doa saat ritual nanti. Kami antar ke lokasi dan membuka jalur komunikasi atau istilah ngerekes," ujarnya.

Mengenai durasi dalam pelaksanaan ritual, kata Ading, ini bergantung pada nilai ke-khusyukan saat melangsungkan kegiatan tersebut.

"Biasanya, ketika sudah hadir dan berhadapan. Pelaksana pesugihan dan makhluk gaib itu melakukan perjanjian tertentu.

Selesai dari sana, pelaksana pesugihan tadi boleh pulang dan melakukan aktivitas pada umunya dengan cita-cita tadi," ujarnya.

Diketahui sebelumnya, selama pandemi Covid-19 hampir setahun lebih berjalan, lokasi pesugihan Gunung Simpay, di Desa Pagundan, Kecamatan Lebakwangi, Kuningan ini tak pernah sepi pengunjung alias pemohon.

Hal itu dikatakan Ading, Selasa (16/2/2021).

Ading menyebut Gunung Simpay merupakan lahan keramat yang memiliki lebih dari satu pasarean alias makam tokoh leluhur desa.

"Kawasan Gunung Simpay di sini, ada Makam Buyut Saringsingan, Kuwu Rongkah, Syeh Semar Kuncung, Eyang Winanta atau Panenjoan Buyut Sakti dan juga ada Makam Eyang Surajaya.

Nama-nama disebut tadi merupakan tokoh desa di jaman sebelum kemerdekaan dan yang memperkokoh terbentuknya desa ini" ujarnya.

"Ya, selama tiap tahunnya itu ada sekitar 20 orang datang dan melakukan ritual yang di harapkan sebelumnya.

Seperti di masa Pandemi Covid19 sekarang, pemohon itu rata-rata ingin naik jabatan, pangkat dan meraup kekayaan hingga menjadi miliarder," ujarnya.

"Ini banyak di datangi dari luar Kabupaten Kuningan. Orang yang datang itu, dari Pulau Jawa dan ada juga dari Sumatra bahkan luar pulau," ujar Ading didampingi Wahidi yang akrab disapa Mang Way (54).

Ditempat sama, Mang Way yang juga tokoh pemuda desa setempat ini mengatakan, lokasi sakral dalam berharap cepat sukses di Gunung Simpay itu sudah tidak asing sebagai tempat pesugihan di desa setempat.

"Iya tempat atau makam yang dikeramatkan di sini sudah terkenal dan memiliki juri kunci atau kuncen.

Sesuai dengan apa yang diceritakan tadi oleh Pak Ading itu memang benar terjadi," ujarnya.

Dalam pengalamannya, kata Mang Way, kawasan Gunung Simpay sering menjadi tempat melakukan memanjatkan doa dan pengharapan kebaikan untuk lingkungan sekitar.

"Sewaktu kecil emang di kawasan Gunung Simpay suka dijadikan tempat bermain dan orang tua kami melakukan pemanjatan doa untuk kebaikan bagi keluarga dan lingkungan sekitar," ujarnya.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved