Kisah Penambang Pasir Sungai di Majalengka, Tak Punya Pilihan Lain Meski Pendapatan Tak Menentu
Tarmi'in (67), warga Desa Bojongcideres, Kecamatan Dawuan, Kabupaten Majalengka berprofesi sebagai penambang
Penulis: Eki Yulianto | Editor: Ichsan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Eki Yulianto
TRIBUNJABAR.ID, MAJALENGKA - Tarmi'in (67), warga Desa Bojongcideres, Kecamatan Dawuan, Kabupaten Majalengka berprofesi sebagai penambang pasir sungai.
Ia pun menjadi satu warga yang terdampak pandemi Covid-19.
Sebelumnya Tarmi'in berprofesi sebagai tukang becak, namun pandemi Covid-19 membuat penghasilannya merosot drastis.
"Sebenarnya pekerjaan utama saya tukang becak sudah 20 tahun, tapi karena pendapatan tidak menentu, saya beralih mencari pasir di sungai," ujar Tarmi'in saat ditemui di Sungai Bojongcideres, Kamis (28/1/2021).
Kondisi pandemi ini, membuatnya semakin yakin, pendapatan dari menambang pasir untuk kebutuhan sehari-hari lebih mudah dibanding tukang becak.
• Aldebaran Sudah Tahu Andin Bukan Pembunuh Roy, Ini Sinopsis Ikatan Cinta RCTI Malam Ini 28 Januari
Dengan menggunakan dua buah keranjang dari bahan ayunan, Tarmi'in memilah pasir yang terdapat di pinggir sungai.
Pasir-pasir tersebut disaring dari kotoran maupun batu yang terbawa saat proses penjaringan.
Selanjutnya, dibawa ke area pinggir sungai dan dikumpulkan sebanyak mungkin.
"Setiap harinya saya berangkat pukul 09.00 WIB, sebanyak mungkin saya ambil. biasanya pagi lebih banyak pasir, karena bawaan dari arus bekas hujan," ucapnya.
Setiap harinya, sambung Tarmi'in, ia bisa membawa satu gerobak penuh pasir.
Jika dimasukan ke dalam karung, bisa mendapatkan sekitar 15 karung.
Selanjutnya, ia menjual ke toko bangunan atau warga yang sedang membutuhkan pasir tersebut.
"Dijual harga Rp 50 ribu per gerobak. Ya berarti 15 karung itu dijual segitu (lima puluh ribu)," jelas dia.
• Jadwal Acara TV Hari Ini, 28 Januari 2021, Ada Sinetron Ikatan Cinta dan Buku Harian Seorang Istri
Namun, tak jarang proses penjualan pasir yang telah ia kumpulkan sulit dilakukan.
Hal itu, lantaran banyak juga pemilik toko bangunan yang menolak pasir yang telah dikumpulkan tersebut.
Jika sudah begitu, mau tidak mau, ia harus menyimpan terlebih dahulu pasir-pasir tersebut dalam waktu yang lumayan lama.
Sembari, mendapatkan orang yang hendak membeli.
"Jadi mau tukang becak, mau penambang pasir, sama-sama sulit. Tapi ini lah proses hidup, kita harus banyak bersyukur," jelas dia.
Tak hanya itu, cuaca yang akhir-akhir ini terus hujan, membuat tumpukan pasir yang telah dikumpulkan tak jarang kembali tercecer.
Sebab, selama ini Tarmi'in tidak memiliki lahan yang teduh untuk menyimpan pasir tersebut.
"Makanya secepat mungkin saya harus mendapatkan pembeli. Kalau tidak, takut pasirnya habis lagi terbawa air hujan. Kalau sudah gitu, mau tidak mau diulang lagi dari awal," kata sosok yang sudah tua ini.
Tarmi'in saat ini hanya bisa berharap, ada uluran tangan dari dermawan atau Pemerintah terkait usaha yang kini digelutinya.
Setidaknya, bisa menghasilkan pendapatan sehari-hari untuk keluarganya di rumah.