3 Puisi Joko Pinurbo yang Ada di Buku Kumpulan Puisi Perjamuan Khong Guan, Sastrawan Asal Sukabumi

Nama Joko Pinurbo tentu sudah tak asing lagi di dunia sastra Indonesia. Buku-bukunya sudah banyak menghiasi rak-rak toko buku.

Penulis: Giri | Editor: Giri
Gramedia.com
Joko Pinurbo 

TRIBUNJABAR.ID - Nama Joko Pinurbo tentu sudah tak asing lagi di dunia sastra Indonesia. Buku-bukunya sudah banyak menghiasi rak-rak toko buku.

Pada 2020, dia mengeluarkan Kumpulan Puisi Perjamuan Khong Guan.

Buku dengan sampul dominan merah dengan gambar seorang ibu bersama dua anaknya sedang menulis itu berisi 81 puisi yang terbagi dalam empat bab.

Kumpulan Puisi Perjamuan Khong Guan ini masuk dalam 10 Besar Buku Sastra Pilihan Tempo 2020.

Selain Perjamuan Khong Guan, sembilan kumpulan puisi yang masuk daftar adalah: Belok Kiri Jalan Terus ke Kota Tua (karya Isbedy Stiawan ZS), Dinding Diwani (Kiki Sulistyo), Hindia, Sebentang Peta Kumal (Boy Riza Utama), Kertas Basah (Dea Anugrah), mBoel (Sapardi Djoko Darmono), Nabi Baru (Triyanto Triwikromo), Nisan Annemarie (Binhard Nurrohmat), Prometheus Pinball (Afrizal Malna), dan Terdepan, Terluar, Tertinggal karya Martin Suryajaya.

Sepuluh buku kumpulan puisi itu dipilih dewan juri Seno Gumira Ajidarma (sastrawan), Faruk (dosen Fakultas Ilmu Budaya UGM), Zen Hae (pengamat sastra), serta tim kurator sastra Tempo.

Ini adalah tiga puisi yang ada di buku Kumpulan Puisi Perjamuan Khong Guan karya Joko Pinurbo yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama.

Kabupaten Bandung Akan Gelar Rapid Test Antigen Kolosal, Targetnya 20 Ribu Warga

Cerita Bek Persib Bandung Victor Igbonefo Saat Mengadang Robin van Persie dan Arjen Robben

Dari Jendela Pesawat

Dari jendela pesawat
yang sebentar lagi mendarat:
Jogja berhiaskan rona senja.

Besi, beton, dan cahaya
tumbuh di mana-mana.
Rezeki anak soleh tak ke mana-mana.

Dua perantau muda
beradu rindu di angkringan
--pepet terus,
jangan kendor--
sembari menambal cinta yang bocor.

Hatiku yang ranum
tertinggal di kedai kopi,
disimpan sepi
di saku jaketmu,
dan akan dikembalikan padaku
lewat sajak yang bakal kutulis nanti.

(2018)

Kopi Koplo

Kamu yakin
yang kamu minum
dari cangkir cantik itu
kopi?
Itu racun rindu
yang mengandung aku.

(2018)

Malam Minggu di Angkringan

Telah kugelar
hatiku yang jembar
di tengah zaman
yang kian sangar.
Monggo lenggah
menikmati langit
yang kinclong,
malam yang jingglang,
lupakan politik
yang liar dan bingar.

Mau minum kopi
atau minum aku?
Atau bersandarlah
di punggungku
yang hangat dan liberal
sebelum punggungku
berubah menjadi
punggung negara
yang dingin perkasa.

(2018)

Transpuan Ditemukan Tewas di Kamar Hotel di Kota Bandung, Ini Hasil Olah TKP Polisi

Vicky Belum Sepenuhnya Insyaf, sang Gladiator Ternyata Mendekati Nita Thalia Padahal Mau Nikah

Tentang Joko Pinurbo

Joko Pinurbo ternyata putra daerah Jawa Barat.

Dia lahir di Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, pada 11 Mei 1962 atau saat ini berumur 58 tahun.

Dilansir dari Wikipedia.org, dia adalah seorang penyair terkemuka Indonesia yang karya-karyanya telah menorehkan gaya dan warna tersendiri dalam dunia puisi Indonesia.

Ia menyelesaikan pendidikan terakhirnya di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang sekarang bernama Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Kegemarannya mengarang puisi ditekuninya sejak masih duduk di sekolah menengah atas (SMA).

Atas pencapaiannya, Jokpin --begitu dia disapa-- telah memperoleh berbagai penghargaan.

Antara lain Penghargaan Buku Puisi Dewan Kesenian Jakarta (2001), Sih Award (2001), Hadiah Sastra Lontar (2001), Tokoh Sastra Pilihan Tempo (2001, 2012), Penghargaan Sastra Badan Bahasa (2002, 2014), Kusala Sastra Khatulistiwa (2005, 2015), dan South East Asian (SEA) Write Award (2014).

Penyair yang bermukim di Yogyakarta ini sering diundang ke berbagai pertemuan dan festival sastra.
Karya-karyanya telah diterjemahkan antara lain ke dalam bahasa Inggris, Jerman, dan Mandarin.

Sejumlah puisinya juga telah dimusikalilasi antara lain oleh Oppie Andaresta dan Ananda Sukarlan.

Jika Anda penggemar puisi-puisi Joko Pinurbo, maka akan menemukan kekhasan yang tak dimiliki pengarang puisi lain.

Puisi-puisi Jokpin merupakan perpaduan narasi, humor, dan ironi.

Ia piawai menggunakan dan mengolah citraan yang mengacu pada peristiwa dan objek sehari-hari dengan bahasa yang cair tapi tajam.

Puisi-puisinya banyak mengandung refleksi dan kontemplasi yang menyentuh absurditas sehari-hari.

Di sisi lain, Jokpin gemar mempermainkan dan mendayagunakan keunikan kata-kata bahasa Indonesia sehingga banyak puisinya hanya dapat dibaca dan dinikmati dalam bahasa Indonesia.

Itu pula yang terlihat di Kumpulan Puisi Perjamuan Khong Guan. Bahasanya sederhana namun begitu mengena.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved