Kebutuhan Biologis Tak Tersalurkan, Banyak Pria Ceraikan Istri di Indramayu, Paling Ramai Juni-Juli
Tidak terpenuhinya kebutuhan biologis menjadi satu asalan sejumlah pria di Indramayu mengajukan gugat cerai talak
Penulis: Handhika Rahman | Editor: Ichsan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Handhika Rahman
TRIBUNJABAR.ID, INDRAMAYU - Tidak terpenuhinya kebutuhan biologis menjadi satu asalan sejumlah pria di Indramayu mengajukan gugat cerai talak kepada pasangannya.
Kebutuhan biologis mereka tak terpenuhi karena kebanyakan para pria itu ditinggal pergi istrinya yang menjadi TKW (Tenega Kerja Wanita) di luar negeri.
Tak heran kasus gugatan perkara cerai talak mulai menyeimbangi perkara cerai gugat selama tahun 2020.
"Masalahnya karena kebutuhan biologis," kata Humas Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu, Engkung Kurniati, kepada Tribun Jabar saat ditemui di ruangannya, Senin (18/1/2021).
"Sebelumnya, angka cerai talak itu sangat jauh berbeda dibanding cerai gugat. Walau masih lebih sedikit, sekarang mulai menyeimbangi," ujar dia.
Engkung Kurniati mengatakan, faktor banyaknya tenaga kerja wanita (TKW) yang bekerja di luar negeri menjadi pemicu utama.
Pihak laki-laki yang ditinggal istrinya ke luar negeri itu membuatnya memilih untuk berpisah dan mencari istri lain.
Masih berdasarkan data yang tercatat di Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu, pengajuan perceraian itu biasa melonjak pada pertengahan tahun, yakni antara bulan Juni dan Juli.
Kondisi itu juga terlihat di tahun-tahun sebelumnya.
Pada Juni 2020, ada 309 perkara cerai talak dan 693 perkara cerai gugat, sedangkan Juli 2020, ada 250 cerai talak dan 582 cerai gugat.
"Kalau Juni 2019 ada 188 cerai talak dan 548 cerai gugat, Juli 2020 ada 278 cerai talak dan 687 cerai gugat," ujar dia

Antrean yang Mau Cerai Pun Panjang
Antrean panjang masih terlihat di Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu, Senin (18/1/2021).
Mereka hendak mengajukan perkara perceraian, beberapa hendak meminta rekomendasi dispensasi nikah.
Pantauan Tribuncirebon.com, bangku tunggu baik yang berada di dalam gedung maupun di luar tampak dipenuhi pemohon yang hendak mengajukan perkara hukumnya masing-masing.
Bahkan beberapa dari mereka ada yang harus menunggu di luar hingga duduk di selasaran gedung, mushola hingga areal parkir kendaraan karena tidak kebagian tempat duduk.
Meski disesaki antrean pemohon, protokol kesehatan tetap diterapkan agar tidak terlalu menimbulkan kerumunan.
Humas Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu, Engkung Kurniati mengatakan, animo masyarakat yang ingin mengajukan perceraian di Kabupaten Indramayu memang cukup tinggi.
"Pada awal tahun 2021 saja sampai sekarang kami sudah menerima sebanyak 499 perkara," ujar dia kepada Tribuncirebon.com saat ditemui di ruangannya.
Engkung Kurniati mengatakan, padahal mayoritas dari mereka masih berusia muda. Rata-rata didominasi oleh pasangan berusia 30 tahun ke bawah.
Alasan mereka berpisah pun, disampaikan Engkung Kurniati, mayoritas didominasi oleh masalah ekonomi.
Selain itu, adanya pihak ketiga, dan perselisihan lainnya juga diketahui menjadi pemicu.
Pada tahun 2020, bahkan Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu menerima pengajuan perceraian sebanyak 9.365 perkara.
Terdiri dari cerai gugat sebanyak 5.980 perkara dan cerai talak sebanyak 2.399 perkara.
"Iya ingin ngajuin cerai, pengen pisah saja sama suami," ujar salah seorang pemohon yang enggan disebutkan namanya.

Angka Perceraian di Indramayu Tertinggi di Jabar
Kasus perceraian di Indramayu masih tergolong tinggi di Provinsi Jawa Barat. Hal ini terlihat dari data pengajuan perceraian yang dicatat oleh Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu, total ada 9.365 perkara yang diterima.
Terdiri dari cerai gugat sebanyak 5.980 perkara dan cerai talak sebanyak 2.399 perkara.
Sedangkan bila merujuk pada laman layanan Si Kabayan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Jabar, terdapat sebanyak 76.388 kasus cerai gugat dan 25.765 cerai talak, sehingga total kasus ada sebanyak 102.153 perkara.
Atau dengan kata lain, Kabupaten Indramayu menyumbang sekitar 9,17 persen dari total angka pengajuan perceraian di Jawa Barat.
Humas Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu, Engkung Kurniati mengatakan, untuk kasus perceraian tertinggi di Jawa Barat, setiap tahunnya memang selalu didominasi oleh Kabupaten Indramayu, Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi.
"Tapi untuk tahun 2020 ini, kita ada sedikit penurunan dibanding tahun 2019, tidak jauh berbeda sih selisihnya," ujarnya.
Engkung Kurniati menyampaikan, pada tahun 2019 ada sebanyak 9.822 perkara yang diterima Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu.
Terdiri dari cerai gugat sebanyak 6.570 perkara dan cerai talak sebanyak 2.566 perkara.
Adapun untuk awal tahun ini, sampai dengan tanggal 18 Januari 2020, tercatat sudah ada sebanyak 499 perkara yang diajukan.
"Kebanyakannya sih alasannya karena faktor ekonomi," ujar dia.
Engkung Kurniati menilai, masih tingginya angka perceraian di Kabupaten Indramayu harus menjadi evaluasi pemerintah.
Sosialisasi soal edukasi sebelum menikah pun dirasa masih kurang dan belum optimal.
"Ini harus menjadi keprihatinan kita bersama, perlu adanya sosialisasi soal edukasi sebelum menikah agar lebih efektif," ujar dia.

Baru Lulus SMP Minta Dinikahkan
Banyak pernikahan usia dini di Kabupaten Indramayu. Banyak perempuan baru lulus SMP mengajukan pernikahan di Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu.
Usia mereka rata-rata baru 16 tahun dan belum memenuhi syarat menikah berdasarkan Undang-undang pernikahan.
Agar pernikahn dini atau usia muda bisa dilangsungkan, mereka mengajukan surat dispensasi nikah ke Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu.
Mengapa perempuan baru lulus SMP sudah negbet dinikahkan?
Alasannya beragam. Namun yang paling dominan adalah pegaulan bebas dan mengakibatkan hamil di luar nikah.
Dari data yang dikumpukan Tribunjabar.id, pengajuan dispensasi nikah di Kabupaten Indramayu melonjak hingga 2 kali lipat lebih sepanjang tahun 2020.
Humas Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu, Engkung Kurniati mengatakan, ada sebanyak 761 pemohon yang mengajukan dispensasi nikah tersebut.
Berbeda di banding tahun 2019 yang hanya ada sebanyak 302 pemohon.
"Melonjak sejak pemerintah memberlakukan batas usia minimal menikah itu 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan," ujar dia kepada Tribuncirebon.com saat ditemui di ruangannya, Senin (18/1/2021).
Engkung Kurniati menyampaikan, regulasi tersebut tertuang dalam UU Nomor 16 Tahun 2019 dan mulai berlaku sejak 15 Oktober 2019 lalu.
Sehingga banyak dari pemohon yang masih di bawah umur meminta rekomendasi ke Pengadilan Agama karena ditolak oleh Kantor Urusan Agama (KUA).
Usia mereka pun beragam, mayoritas didominasi pemohon yang masih berusia 16 tahun.
Beberapa di antaranya juga ada yang masih berusia 14 tahun atau masih seusia SMP.
Alasan mereka menikah di usia yang sangat dini, diakui Engkung Kurniati cukup miris.
Pengaruhnya dikarena pergaulan remaja yang sudah kelewat batas. Sehingga banyak orang tua yang menginginkan anaknya sebaiknya segera dinikahkan untuk menghindari rasa malu.
"Rata-rata usia mereka itu sudah putus sekolah," ucapnya.
Alasan Musim Dingin
Stigma pernikahan dini di Kabupaten Indramayu sudah seperti budaya.
Angkanya pun selalu tinggi dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data yang dicatat Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu, selama tahun 2020, ada 761 pemohon dispensasi nikah.
Jumlah tersebut meningkat hingga dua kali lipat lebih dibanding tahun 2019 yang hanya ada 302 pemohon.
Raciwan (59) mengaku hadir di Pengadilan Agama hendak mengantar keponakannya yang masih berusia 16 tahun untuk mengajukan dispensasi nikah.
Kendati demikian, saat disinggung alasan keponakannya itu ingin menikah dini, Raciwan tidak menjelaskan secara detail.
"Pengen dinikahkan saja, lagi musim dingin," ujarnya.
Menurut Raciwan, pernikahan anak usia dini bukan masalah bagi orang tua.
Ia menilai, selama pasangan dari anak mereka memiliki pekerjaan, nikah di usia dini bukan merupakan persoalan.
"Selama agak mapan sebagai orang tua sih gak masalah anaknya nikah usia muda," ujar dia.