Bayar Serabi Seikhlasnya, Cara Yani Aswi Tetap Bisa Berusaha dan Beramal di Saat Pandemi Covid-19

Situasi pandemi covid-19 yang belum juga berakhir memaksa setiap orang untuk dapat melaksanakan segala bentuk

Penulis: Cipta Permana | Editor: Ichsan
tribunjabar/cipta permana
seorang pegawai dari Yani Aswin pemilik konsep berdagang sambil beramal tengah memasak kue serabi tradisional di bawah pohon rindang tepat di depan rumah beralamat Jalan Bangusrangin Nomor 16, Kota Bandung, Rabu (16/12/2020) 

"Berapapun yang mereka (pembeli ekonomi mampu) berikan dan dimasukan ke dalam kotak uang yang sudah disiapkan, saya terima, termasuk mereka sendiri yang mengambil kembaliannya, bila dirasa uang yang diberikan terlalu besar. Jadi kami sama sekali tidak berinteraksi langsung menyentuh uang yang diberikan, termasuk uang di dalam kotak itu, dan dari sana pula saya berikan kelebihannya kepada mereka yang membutuhkan, berupa kue serabi ini," ucapnya.

Baca juga: DIBUKA, Lowongan Kerja Terbaru di BNNK Bandung Barat untuk Lulusan SMA/SMK - S1, Daftar di Sini

Berdasarkan penuturannya, dalam sehari, rata-rata ia bisa membuat 60 hingga 100 buah kue serabi dari sekitar satu kilogram adonan. Ia mengaku, setiap hari adonan kue tersebut harus habis dimasak, apakah nantinya kue itu habis di beli maupun diberikan kepada mereka yang membutuhkan, tanpa pernah sekalipun memikirkan target capaian omset dari usahanya tersebut.

Yani menuturkan, selama menekuni usaha berjualan serabi bayar seikhlasnya sekitar dua bulan lamanya, berbagai pengalaman unik pun pernah dirasakannya, mulai dari pendapatan yang diperolehnya dalam sehari hanya Rp. 5000, hingga pernah ada yang mengambil lima buah serabi namun membayar dengan besaran Rp. 500 ribu.

Hal terakhir tentu membuatnya tersinggung dan meminta pemberi uang tersebut, untuk mengambil kembali seluruh uangnya dan menggantinya dengan bayaran yang sesuai dengan harga serabi tradisional biasanya, karena sejak awal dirinya berkomitmen bahwa apa yang dilakukannya adalah berdagang bukan mencari sensasi atau sponsor dari upayanya tersebut.

"Ya saya sempat marah saat itu, karena ada pembeli yang membayar senilai Rp. 500 ribu untuk lima buah serabi yang diambilnya, usaha saya ini bukan pencitraan atau mengharap adanya sponsor dari pembeli, tapi murni saya ingin tetap berusaha sambil beramal dengan cara yang saya miliki ini," ujar Yani.

Disinggung mengenai pemilihan cara tradisional dengan tungku gerabah dan kayu bakar dalam membuat serabi dibanding cara modern yaitu dengan wajan atau katel besi dan tabung gas.

Yani pun hanya tersenyum, seraya menuturkan, bahwa yang dilakukannya itu merupakan upaya dirinya untuk dapat bernostalgia dengan suasana yang pernah dirasakannya tempo dulu, dimana penjual serabi saat itu hanya mengandalkan tungku gerabah dan kayu bakar yang tiup dengan selongsong bambu untuk menyalakan api.

Baca juga: VIDEO-Jelang Natal dan Tahun Baru 2021, Harga Komoditi Telor di Pasar Prapatan Majalengka Naik

Selain itu, Ia pun berupaya mempertahankan kelestarian dari kearifan lokal berjualan serabi yang merupakan kue tradisional khas Jawa Barat di tengah suasana zaman modern saat ini.

"Sekalian napak tilas, waktu kecil saya beli serabi bersama orangtua saya, ya persis begini, pakai gerabah, kayu bakar dan suluh (selongsong bambu) untuk meniup api agar tetap menyala, jadi memang saya ingin mengenang masa-masa itu, sekalian melestarikan kearifan lokal Jawa Barat, salah satunya melalui pembuatan kue serabi ini," katanya.

Warung serabi tradisional bayar seikhlasnya ini, buka setiap hari, kecuali hari Senin dan Kamis mulai pukul 07.00-09.00 WIB.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved