VIDEO Pameran Radio Antik dari Tahun 1939 Sampai dengan 1980 di Herbal House The Lodge

Hadirnya teknologi yang memiliki berbagai aplikasi untuk mendengarkan musik membuat perkembangan radio dari masa ke masa kehilangan peminatnya

Penulis: Putri Puspita Nilawati | Editor: yudix

Laporan Wartawan Tribun  Jabar, Putri Puspita

TRIBUNJABAR. ID, BANDUNG - Hadirnya teknologi yang memiliki berbagai aplikasi untuk mendengarkan musik membuat perkembangan radio dari masa ke masa kehilangan peminatnya.

Sebelumnya, radio menjadi alat ajang berkumpul bersama keluarga untuk bisa mendapatkan informasi atau mendengarkan lagu.

Kini, untuk mendapatkan hal tersebut, tidak lagi membutuhkan alat bernama radio. Anda bisa mendapatkannya dimana saja dan kapan saja.

Pergeseran minat untuk mendengarkan radio pun menghilang, begitu pula dengan kegiatan berkumpul bersama keluarga.

Kini, tiap anggota keluarga bisa mendengarkan lagu dan informasi sesuai apa yang diminatinya masing-masing melalui gadget yang dimiliki.

Untuk kembali mengingatkan bagaimana peran penting dan cerita menarik apa saja yang dihadirkan saat adanya radio, Herbal House by The Lodge menghadirkan pameran radio antik dari tahun 1939- 1980.

Diadakan di bangunan heritage, Herbal House by The Lodge yang kental dengan suasana budayanya memberikan nuansa jadul, seakan dibawa ke Bandung masa lalu.

Pameran radio antik membuat suasana Herbal House by The Lodge semakin jadul.

Radio antik dengan gaya vintage tampak terpajang sejak pintu masuk restoran yang menghadirkan makanan dari bahan herbal ini.

Begitu memasuki ruangan utama, pengunjung bisa melihat berbagai radio dengan gaya dan buatan dari negara yang berbeda-beda.

CEO The Lodge Group, Heni Smith mengatakan, pameran ini telah dipersiapkan sejak 2 bulan lalu.

"Tujuannya bukan sekedar memamerkan radionya saja, tetapi setiap 1 radio yang ada itu mencerminkan kekayaan kita. Ada cerita juga kenapa radio ini ada di Indonesia. Ini topik yang menarik dan bukan sekedar koleksi, " ujar Heni saat ditemui di sela pameran, Selasa (9/12/2020).

Meskipun Herbal House by The Lodge bukan tempat yang luas, namun Heni Smith ingin menghadirkan hal yang bermakna besar bagi pengunjungnya.

"Tempat ini ingin menjadi wadah sebagai tempat budaya yang bisa dikolaborasikan dengan modern, " ucapnya.

Koleksi radio antik yang dihadirkan  di pameran ini adalah milik Deni Kusuma, seorang pelestari radio antik

Sebelumnya ia rekor memiliki 400 buah  radio antik dan kini tersisa 222. Ditemui saat pameran, Demi mengatakan sebagian radionya ada yang telah ia jual ke luar negeri dan Indonesia.

Kecintaan Deni akan radio terlihat dari gaya berkisahnya tentang sejarah dari setiap radio yang dipamerkan.

Humoris namun cerita dari radio ini begitu dalam, cara Deni menceritakan  sejarah tiap radio dikemas dengan cara yang tidak jenuh.

Deni mengatakan salah satu radio yang tidak akan pernah ia jual adalah Ralin B1 Amply yang asli buatan Indonesia.

"Menurut info tinggal saya yang punya radio ini. Selain itu radio ini juga nggak bisa hidup tanpa speaker yang ada di bawahnya, " ucapnya.

Memiliki ukuran yang cukup besar,  Radio yang dibuat pada 1960 ini pada zaman itu bukan keluarga biasa yang memilikinya karena bentuknya yang besar, otomatis mereka juga harus memiliki tempat yang luas untuk menyimpannya.

Uniknya, Deni juga mencari buku servis dari radio Ralin B1 Amply ini yang ditemukan di Sidoarjo, 2 bulan lalu.

Radio menarik lainnya adalah Radio Philips BIN 206 U Bung Karno yang berasal dari Belanda tahun 1950.

"Saat itu Philips merayakan penjualan radio ke 100ribu di Indonesia dan mereka memberikan penghargaan ke Bung Karno. Tapi orang-orang menyebutnya radio roti karena bentuknya, " ucapnya.

Sementara itu radio yang memiliki nilai sejarah tinggi adalah Philips BX676X buatan Belanda tahun 1940.

Deni menjelaskan, jenis radio ini adalah radio yang digunakan Jendral Soedirman untuk menyimak pergerakan Belanda saat datang ke Indonesia.

"Bayangkan saja bentuknya yang besar ini, lalu bersama kawanannya, Jendral Soedirman mengendap-endap untuk mencari tahu keberadaan Belanda pada saat itu," ucapnya.

Sebagai kolektor radio antik, Deni mengatakan, ia sudah hunting radio ke seluruh Indonesia dan keluar negeri.

"Saya pernah cari ke Jepang tapi disana nggak ada radio buatan Indonesia. Kalau Thailand mereka punya banyak dari berbagai negara. Saya biasanya membeli radio dari individu dan pasar antik," ucapnya.

Di era digital ini, diakui Deni tantangan untuk kembali mendengarkan radio memang berat.

Namun saat ini ia mencoba mencintai radio dengan fisiknya dan memutar radio setiap pagi di rumahnya.

Di pameran radio antik ini, Anda juga bisa mengikuti bazaar barang-barang vintage yang berlangsung pada 9-12 Desember 2020.

Di akhir event akan hadir juga Remaja Berkain, dimana para generasi muda menggaungkan untuk menggunakan kain dalam fesyen.

Penulis: Putri Puspita
Video Editor: Wahyudi Utomo

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved