Penanganan Virus Corona
VIDEO-Laju UMKM Produk Kulit di Sukaregang Garut Terdampak Pandemi Covid-19, Tak Ada Lagi Wisatawan
Namun baru beberapa bulan membuka toko, pandemi Covid-19 membuat laju usahanya terhambat.
Penulis: Firman Wijaksana | Editor: Teguh Kurnia
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Firman Wijaksana
TRIBUNJABAR.ID, GARUT - Sejak setahun lalu, Ridian Gusdiana (32) membuka toko produk kulit di Sukaregang Leather Center, Kecamatan Garut Kota. Usaha yang dijalankannya itu turun temurun dari orang tuanya.
Mulanya keluarga Ridian hanya membuka usaha penyamakan kulit sejak tahun 1990an. Lalu membuat sejumlah produk dari kulit. Seperti tas, jaket, sandal, dan berbagai macam aksesoris.
Sejak akhir tahun 2019, Ridian memutuskan membuka toko sendiri. Ia ingin memperlebar usaha keluarga dari hulu hingga ke hilir. Selama ini, produk kulit buatan keluarganya hanya dititip jual ke sejumlah toko di kawasan Sukaregang.
"Tahun lalu lihat banyak produk numpuk. Jadi saya inisiatif buka toko sendiri sama istri. Hasilnya lumayan bisa dapat puluhan juta per bulan," ujar Ridian ditemui di tokonya, Selasa (27/10).
Namun baru beberapa bulan membuka toko, pandemi Covid-19 membuat laju usahanya terhambat. Biasanya setiap bulan ia bisa mendapat penghasilan kotor sekitar Rp 50 juta. Kini saat pandemi melanda, pendapatannya menurun drastis hingga 90 persen.
Ia mengaku, saat ini pendapatan per bulannya hanya Rp 8 juta sampai Rp 10 juta. Sepinya pengunjung jadi salah satu faktor produknya sedikit terjual. Banyak wisatawan yang enggan datang ke Garut setelah Covid-19 menyebar.
Usahanya bahkan sempat tutup selama hampir sebulan saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Garut. Setelah itu, penghasilannya kian merosot tajam. Akhir pekan yang biasanya diserbu para pengunjung dari luar kota, tak lagi jadi andalan.
Bus-bus yang berjejer di parkiran Sukaregang, tak lagi terlihat. Tak jarang, bus dan kendaraan pribadi tak kebagian tempat parkir akibat saking penuhnya Sukaregang. Kini, pemandangan itu jadi barang langka untuk disaksikan.
Hanya ada beberapa kendaraan pada akhir pekan yang datang. Penjualan online yang digarapnya pun berbanding lurus dengan raihan di toko. Banyak pembeli online yang masih ragu atas keaslian bahan kulit dari produknya.
Ia sempat berusaha memberikan endorsement kepada sejumlah selebgram untuk mendongkrak penjualan produknya. Hasilnya, jumlah followers di akun media sosialnya memang bertambah, namun tak berdampak banyak terhadap penjualan produk.
Segala upaya itu dilakukan agar usahanya bisa tetap berjalan. Ia lebih baik mencoba meski hasilnya tak sesuai keinginan.
"Serbuan produk luar negeri dengan harga murah jadi salah satu faktornya. Produk imitasi ini punya desain yang bagus, tapi kualitas bahan jelek. Mereka juga berani banting harga yang sangat jauh dari harga jual di Sukaregang," katanya.
Ridian yang memiliki toko bernama Rai SJ hanya bisa menjual 40 sampai 50 prodik secara online. Tas hasil produksinya, paling banyak dicari para pembeli, terutama kaum hawa.
Tas berbahan kulit itu, memang banyak berjejer di tokonya. Beragam ukuran dan desain, tertata di toko berukuran 3x3 meter itu.
"Perempuan paling banyak cari tas di toko saya. Mereka belanja ke sini, soalnya harga yang saya tawarkan terbilang murah. Bila dibandingkan produk serupa di kota lain, harga jualnya itu bisa dua sampai tiga kali lipat," ucapnya yang memiliki tujuh pegawai.