Bodebek Prioritas Dapat Vaksin Tipe 1 di Jabar, Hanya untuk Usia 18-59 Tahun, Ini Penjelasan Emil
Vaksin Covid-19 tipe 1 yang didatangkan dari luar negeri tengah dikaji keamanannya oleh BPOM dan kehalalannya oleh MUI.
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Giri
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Vaksin Covid-19 tipe 1 yang didatangkan dari luar negeri tengah dikaji keamanannya oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan kehalalannya oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sambil menunggu proses tersebut, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, mengatakan pihaknya melakukan persiapan simulasi penyuntikan vaksin di berbagai pusat pelayanan kesehatan.
Di Jawa Barat, penyuntikan vaksin tipe 1 ini akan dimulai dari kawasan Bogor, Depok, dan Bekasi atau Bodebek sebagai episentrum penyebaran Covid-19 di Jawa Barat.
"Karena kalau vaksin tipe 1 yang diimpor langsung ini ternyata berhasil lolos uji dari BPOM, maka memang arahnya adalah wilayah Jabodetabek. Yaitu Jakarta, Jabarnya di Bodebek. Nah, di Bodebek sendiri karena memang hari ini penyumbang mayoritas, hampir 70 persen kasus Jabar ada di Bodebek," kata Ridwan Kamil di Bandung, Kamis (22/10/2020).
Di antara itu, Kota Depok sebagai penyumbang kasus terbanyak di Jabar diprioritaskan sebagai kota pertama yang melaksanakan vaksinasi.
Proses vaksinasi Covid-19 ini, katanya, bisa memiliki hasil seperti statistiknya kasus penyalit cacar.
Sebelum ada vaksin, angka kasusnya tinggi sekali, namun setelah ada vaksin angka kasusnya turun sampai tidak ada lagi kasus baru dalam sekian tahun vaksinasi.
Baca juga: Foto Bareng Menantu Presiden Joko Widodo, Pasangan Calon Wali Kota Medan Laporkan Wagub Sumut
"Apakah vaksinasi ini efektif, ya efektif. Tapi tidak ada jaminan 100 persen untuk semua urusan obat atau yang namanya vaksin. Kedua, apakah ini halal, ini sedang diuji oleh MUI sekarang, sedang bekerja bersama BPOM," tuturnya.
Pihaknya pun, katanya, masih melakukan simulasi penyuntikan vaksin di sejumlah puskesmas di Depok untuk selanjutnya dihitung sehingga dapat mengetahui apakah jumlah fasilitas kesehatan di Jawa Barat mencukupi untuk vaksinasi.
"Kalau tidak cukup, berarti gedung serba guna, GOR, gedung bulutangkis, dan semuanya harus kita sulap menjadi tempat vaksinasi. Karena urutannya kan dari mulai cuci tangan, ngecek surat-suratan, pemeriksaan kesehatan, kemudian penyuntikan, setelah itu 30 menit dipantau, apakah ada reaksi yang langsung," tuturnya.
Begitupun, katanya, dengan ketersediaan tenaga kesehatan yang akan melakukan vaksinasi.
Jika tenaga kesehatan tidak mencukupi jumlahnya, harus ditambah dengan relawan.
Belum lagi, katanya, vaksin ini disuntikkan sebanyak dua kali.
"Inilah kerumitan yang sedang kita proses. Tetapi lebih baik menjadi masyarakat yang siap daripada nanti keteteran. Nah, detail itu sedang kita lakukan, dan nanti hasilnya ketahuan untuk menyuntik mayoritas warga Jawa Barat butuh 30 hari, 45 hari, atau tiga bulan," katanya.
Hasil kajian sementara, ujarnya, warga yang akan diberikan vaksin adalah yang berusia 18 sampai 59 tahun atau 60 persen dari total warga Indonesia.
Vaksinasi warga berusia bawah 18 tahun dan di atas 59 tahun harus menggunakan rekomendasi dari dokter.
Baca juga: Disdik Kota Bandung Klaim PPJ Melalui TV Satelit 132 Berjalan Efektif, Materi Lebih Komprehensif
"Karena vaksin yang diuji, yang diteliti itu relawannya tidak ada usia balita, tidak ada 18 tahun ke bawah atau 59 tahun ke atas. Jadi kalau berhasil, usia itu yang disuntik. Ujungnya lahirlah kekebalan kelompok atau herd immunity," katanya.
Dengan konsep herd immunity ini, katanya, penerima vaksin menyelamatkan tetangganya atau anggota keluarganya yang tidak mendapat vaksin.
"Kalau sekarang tidak pakai vaksin, saling tular-menular. Tapi kalau nanti sudah ada vaksin, yang imun ini jadi benteng. Katakanlah ada yang kena Covid-19 kemudian bergaul dengan yang punya vaksin, maka yang sudah diberi vaksin ini jadi benteng yang punya vaksin itu, kepada yang belum mendapat vaksin, walaupun bergaul berkelompok dengan orang-orang yang kena Covid-19," katanya.
"Itulah yang kita sebut dengan kekebalan kelompok. Jadi mungkin tidak untuk 100 persen warga, hanya 60 persen, di rentang usia yang menggunakan testing relawan. Dan kita doakan setelah itu kita kembali normal," ujar Emil.
Emil mengatakan, diperkirakan, pada 2021 Covid-19 ini masih menyertai masyarakat seperti 2020. Sebab, katanya, 2021 adalah tahun penyuntikan, masih ada orang yang belum disuntik vaksin.
"Jadi kalau disampaikan 2021 akan normal seperti dahulu, menurut saya terlalu tidak realistis. Tapi saya mendoakan itu terjadi. Tapi kalau mau realistis, menurut saya baru 2022 lah. Karena 2021 itu tahun kita menyuntik vaksin. Kalau menyuntik pastikan ada yang disuntik, ada yang belum, berarti kan protokol pakai masker, jaga jarak, cuci tangan, itu masih terus berjalan terus sepanjang tahun penyuntikan 2021," tuturnya.
Mengenai jumlah vaksin yang diberikan, katanya, hal tersebut kewenangan pemerintah pusat. Pihaknya hanya baru memohon 3 juta vaksin tipe 1 untuk Bodebek dan belum mendapat persetujuan pemerintah pusat.
"Apakah disetujui, saya juga belum tahu. Siapakah yang pertama mendapat vaksin, yaitu tenaga kesehatan dulu, kedua TNI dan Polri yang bertugas, ketiga profesi-profesi yang interaksinya rawan seperti di stasiun dan terminal, petugas yang sering berinteraksi. Yang keempatnya baru warga umum di zona yang rawan," tuturnya.
Sebelumnya, masyarakat diminta tidak lagi meragukan manfaat dari vaksin Covid-19 yang nantinya akan diberikan pemerintah.
Vaksin yang akan diberikan dinyatakan sudah melalui tahapan uji klinis yang ketat disertai pengawasan dari lembaga otoritas milik pemerintah, maupun lembaga internasional yang mengurusi kesehatan.
"Vaksin adalah bentuk upaya pembuatan kekebalan tubuh untuk melawan penyakit. Ini adalah pencegahan agar masyarakat tidak perlu terpapar penyakit dahulu untuk menumbuhkan kekebalan tubuh atau imunitas," jelas Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Reisa Brotoasmoro, dalam keterangan pers perkembangan penanganan pandemi Covid-19 di Kantor Presiden sebagaimana disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (19/10).
Pemerintah mengadakan vaksin Covid-19 dengan mengembangkan sendiri Vaksin Merah Putih yang dilakukan Lembaga Biologi dan Molekuler Eijkman, dan kerja sama dengan negara-negara yang sedang mengembangkan vaksin.
Pemerintah dalam pengembangan dan pengadannya pun sesuai pedoman dan saran Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), para ahli serta para ulama dan umara termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dengan begitu, manfaat vaksin sudah dikaji secara mendalam dan tidak perlu diragukan lagi. Ia mengatakan, Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin yang juga Ketua Umum MUI telah menyatakan bahwa para ulama terlibat aktif dalam persiapan ini.
"Menurut Wapres demi kemaslahatan bersama, vaksin teraman dan terbaik akan direkomendasikan ulama dan umara untuk melindungi masyarakat," lanjut Reisa.
Lalu BPOM sendiri telah mempersiapkan persetujuan penggunaan dalam keadaan darurat atau emergency use of authorization.
Juga BPOM memantau langsung lokasi uji klini Bio Farma yang ditempatkan di Universitas Padjajaran di Kota Bandung.
Bahkan juga melakukan pemantauan langsung fasilitas-fasilitas pengembangan vaksin yang dimiliki negara-negara lain.
Tak hanya itu, Reisa menambahkan, PT Bio Farma yang merupakan produsen vaksin, terpilih menjadi salah satu produsen untuk Coalition for Epidemic Preparedness Innovation (CEPI). Hal itu menyatakan bahwa BUMN tersebut siap memproduksi obat Covid-19 yang teruji di tingkat dunia.
Karenanya tak heran vaksin-vaksin produksi Bio Farma selama ini telah digunakan di lebih dari 100 negara terutama negara muslim.
Menurut Reisa, PT Bio Farma juga menjadi center of excellence untuk vaksin dan bio teknologi di negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Dalam memenuhi kebutuhan vaksin dalam negeri, Reisa menyebut ada tiga cara yang dilakukan pemerintah.
Pertama, mengembangkan vaksin Covid-19 Merah Putih dan kerja sama PT Bio Farma dengan Sinovac asal Cina.
Cara kedua, Indonesia telah mendapat komitmen dari empat kandidat vaksin yaitu Astrazeneka, Simovac, Cansino, dan Sinopharm dalam pembelian vaksin luar negeri.
"Setelah vaksin-vaksin itu disetujui WHO, maka vaksin itu akan diproduksi dan tiba di Indonesia secara bertahap," ucapnya.
Cara ketiga, pemerintah menggandeng lembaga internasional yaitu CEPI dan Gavi Alliance untuk mendapat akses vaksin dalam kerangka kerja sama multilateral dan skema ini melibatkan WHO dan Unicef mulai dari pengembangan, distribusi, dan pelaksaanaan vaksinasi nantinya.
"Vaksinasi merupakan upaya pemberian kekebalan tubuh untuk melawan virus yang sudah dikenali. Yang manjur untuk mengendalikan wabah, bahkan memberantas dan menghilangkan wabah dan penyakit di dunia. Seperti cacar dan polio. Vaksin adalah pelengkap dan datang secara bertahap, serta digunakan sesuai skala prioritas. Namun kita tidak boleh lengah dan menurunkan disiplin 3M (memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan," pesan Reisa. (*)