Sebut Demo karena Disinformasi & Hoaks UU Cipta Kerja, 4 Poin yang Digugat dari Pernyataan Jokowi

Jokowi menilai demo yang dilakukan buruh hingga mahasiswa itu karena dilatarbelakangi adanya disinformasi dan hoaks. Kini pernyataan Presiden disorot

Penulis: Hilda Rubiah | Editor: Ichsan
BIRO PERS/BIRO PERS
Presiden Joko Widodo marah ancam pecat menteri yang tak bisa bekerja. 

TRIBUNJABAR.ID - Setelah UU Cipta Kerja disahkan, Presiden Jokowi baru muncul memberikan pernyataan.

Dalam pernyataannya, Presiden RI itu membeberkan tujuan UU Cipta Kerja diperlukan.

Namun yang menjadi sorotan, Jokowi menilai demo yang dilakukan buruh hingga mahasiswa itu karena dilatarbelakangi adanya disinformasi dan hoaks.

Santer pernyataan itu sudah tersiar ke telinga masyarakat membuat beberapa pihak angkat bicara dan memberikan kritikan terhadap penyataan Presiden RI tersebut.

pernyataan Presiden Jokowi tentang UU Cipta Kerja
pernyataan Presiden Jokowi tentang UU Cipta Kerja (Tangkap layar Kompas TV)

Pernyataan Lengkap Presiden Jokowi tentang UU Cipta Kerja, Beberkan Disinformasi hingga Buka Usulan

Dilansir dari Kompas.com, Tribunjabar.id menghimpun sedikitnya ada 4 poin yang digugat dan dikritisi dari pernyataan Presiden Jokowi soal disinformasi dan hoaks tentang UU Cipta Kerja

1. Bantahan Disinformasi

Dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia ( KSPI) misalnya.

Presiden KSPI, Said Iqbal membantah pernyataan Presiden Jokowi bahwa aksi demo menolak UU Cipta Kerja yang dilakukan buruh didasari oleh disinformasi dan hoaks.

Dikutip dari Kompas.com, Said Iqbal menegaskan protes diajukan buruh berdasarkan resmi UU Cipta Kerja yang didapat dari Baleg DPR dan pemerintah.

"Kami buruh tidak ada disinformasi," kata Said Iqbal, Sabtu (10/10/2020), dikutip dari Kompas.com.

Said Iqbal juga memastikan, bahwa pihaknya sudah mempeljari draf UU tersebut dengan membandingkan UU No 13 tentang Ketenagakerjaan.

Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan melakukan aksi demonstrasi menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di depan gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/7/2020).
Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan melakukan aksi demonstrasi menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di depan gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/7/2020). (Tribunnews.com/ Seno Tri Sulistiyono)

"Dari situlah kami menganalisis. Jadi, enggak ada disinformasi. Itu sumber valid kan," kata Said Iqbal.

Berikutnya, Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia ( KPBI) Jumisih juga menegaskan banyak pasal yang merugikan buruh dalam UU Cipta Kerja.

Hal itu diketahui berdasarkan draf resmi yang didapat buruh setelah UU Cipta Kerja diketok palu pada Senin (5/10/2020) lalu. 

"Kita mendapat draf tanggal 5 begitu itu diketok palu. Kita bandingkan memang ada perubahan perubahan.” 

“Kita harus membaca dengan teliti, kalau tidak kita tidak akan menemukan fakta bahwa UU Cipta kerja itu menurunkan kesejahteraan," kata Jumisih.

Aturan yang dipermasalahkan, buruh misalnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang dapat terus diperpanjang sehingga memungkinkan pekerja menjadi pegawai kontrak seumur hidup. 

Kemudian, pasal yang semakin membuka peluang perusahaan melakukan praktik outsourcing. 

Dalam UU Ketenagakerjaan, praktik hanya dibatasi pada jenis pekerjaan yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan produksi. 

Namun dalam UU Cipta Kerja batasan itu dihapus. 

Lalu, batasan maksimal jam lembur dari awalnya maksimal tiga jam dalam sehari dan 14 jam dalam sepekan menjadi empat jam dalam sehari dan 18 jam dalam seminggu.

Kemudian, uang pesangon yang dikurangi dari 32 kali dikurangi menjadi 25 kali.

Jumisih kemudian mempertanyakan sejumlah politisi di DPR yang menyebut belum ada draf final saat UU Cipta Kerja disahkan.

Presiden Joko Widodo Malam-malam Menelepon Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Ada Apa? Ini Ceritanya

Nikita Berhadapan dengan Puan Maharani, Rocky Gerung Nobatkan Nikita Jadi Dewan Perwakilan Netizen

2. Laporan Keliru

Pernyataan Presiden Joko Widodo atau Jokowi bahwa aksi penolakan UU Cipta Kerja didasarkan pada disinformasi dan hoax, juga mendapat reaksi dari Koalisi Masyarakat Sipil. 

Koalisi Masyarakat Sipil menduga Jokowi mendapatkan laporan keliru soal penyulut demonstrasi yang massif menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Akibatnya Presiden Jokowi menilai aksi unjuk rasa penolakan atas UU Cipta Kerja dilatarbelakangi oleh disinformasi dan hoaks.

Direktur Eksekutif Pusat Studi dan Konstitusi Universitas Andalas, Feri Amsari, menuturkan kesalahan polemik UU Cipta Kerja adalah tidak terbuka dan tak melibatkan ruang partisipasi publik seperti yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

"Saking tidak menjalankan ketentuan itu sampai hari ini naskah akademik dan UU yang disahkan tidak dapat diakses publik.” 

“Coba bayangkan menyebut orang disinformasi padahal dia sendiri yang menyembunyikan informasi," tutur Feri, dikutip dari Kompas.com.

Feri mengatakan Presiden Jokowi malah memberikan pernyataan menyesatkan dalam konferensi pers ketika menyebut aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja terjadi karena disinformasi dan hoaks.

Padahal di sisi lain, dikatakan Feri, naskah final UU itu hingga kini masih di Badan Legislasi DPR untuk dirapikan. 

Pada akhirnya, publik pun mempertanyakan naskah mana yang dirujuk Jokowi.

"Pernyataan Presiden menyesatkan dan cenderung menuding masyarakat yang salah," ujar Feri.

Presiden Joko Widodo marah ancam pecat menteri yang tak bisa bekerja.
Presiden Joko Widodo marah ancam pecat menteri yang tak bisa bekerja. (BIRO PERS/BIRO PERS)

3. Retorika

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance ( Indef), Enny Sri Hartati, menilai, pernyataan yang disampaikan Presiden Joko Widodo mengenai omnibus law Cipta Kerja, tak menjawab hal-hal yang dipersoalkan publik.

Enny Sri Hartati justru melihat, pernyataan Jokowi sebagai retorika.

Pernyataan tersebut kata Enny hanya meredam  publik lantaran hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai draf UU Cipta Kerja yang final dan disahkan.

Dengan begitu, publik tak bisa memastikan apakah yang disampaikan Jokowi hanya klaim semata atau bukan.

"(Pernyataan Jokowi) tidak menjawab persoalan, karena tidak mengacu pada satu hal yang sifatnya resmi dan formal," kata Enny kepada Kompas.com, Jumat (9/10/2020).

"Saya bisa menjawab apakah itu klaim atau tidak ketika publik disuguhkan draf resmi," tuturnya.

Enny mengatakan, UU Cipta Kerja ditentang banyak pihak karena sejumlah ketentuan di dalamnya dinilai merugikan pekerja. 

Penilaian itu muncul pascapublik membaca draf UU Cipta Kerja yang beredar, yang kemudian oleh DPR disebut belum final.

Oleh karenanya, kata Enny, jika Presiden hendak membantah, seharusnya publik diberikan akses seluas-luasnya terhadap draf undang-undang yang final.

Jika tidak, narasi-narasi seperti kemudahan perusahaan melakukan PHK, meluasnya outsourcing dan lainnya, akan terus berkembang.

"Kalau memang dibantah lalu sekarang yang akan bisa diakses publik secara benar-benar resmi dari pemerintah itu yang mana drafnya? Itu aja dulu dijawab, karena sampai hari ini kalau kita tanya ke Baleg atau Bamus DPR itu mereka masih merapikan," ujar Enny.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance, Enny Sri Hartati
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance, Enny Sri Hartati (Kompas.com)

Gatot Nurmantyo Kritik Jokowi Menghilang saat Ribuan Buruh Demo UU Cipta Kerja: Jangan Menghindar!

4. Ketidakpercayaan Masyarakat

Lanjut, Enny mempertanyakan bagaimana bisa sebuah undang-undang disahkan tetapi rumusannya belum final.

"Bagaimana mungkin undang-undang disahkan kok itu rumusannya belum final, itu lebih ajaib lagi. Jadi ini permainan retorika kata-kata menurut saya," kata dia.

Enny menambahkan, masifnya penolakan publik terhadap UU Cipta Kerja menjadi bukti adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan DPR.

Sebab, pemerintah dan DPR kerap kali mengklaim suatu undang-undang dibuat demi tujuan penguatan kebaikan, namun nyatanya sebaliknya.

Hal ini, kata Enny, belum lama terjadi pada revisi UU KPK. "Publik ini kan sudah berkali-kali dibohongi," ujar Enny.

"(Pemerintah dan DPR mengklaim) ini UU Cipta Kerja bukan untuk mempermudah PHK kok, ya kalau tekstualnya di UU itu berimplikasi kemudahan PHK ya itu yang akan terjadi," ujarnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved