Sebut Demo karena Disinformasi & Hoaks UU Cipta Kerja, 4 Poin yang Digugat dari Pernyataan Jokowi

Jokowi menilai demo yang dilakukan buruh hingga mahasiswa itu karena dilatarbelakangi adanya disinformasi dan hoaks. Kini pernyataan Presiden disorot

Penulis: Hilda Rubiah | Editor: Ichsan
BIRO PERS/BIRO PERS
Presiden Joko Widodo marah ancam pecat menteri yang tak bisa bekerja. 

Feri mengatakan Presiden Jokowi malah memberikan pernyataan menyesatkan dalam konferensi pers ketika menyebut aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja terjadi karena disinformasi dan hoaks.

Padahal di sisi lain, dikatakan Feri, naskah final UU itu hingga kini masih di Badan Legislasi DPR untuk dirapikan. 

Pada akhirnya, publik pun mempertanyakan naskah mana yang dirujuk Jokowi.

"Pernyataan Presiden menyesatkan dan cenderung menuding masyarakat yang salah," ujar Feri.

Presiden Joko Widodo marah ancam pecat menteri yang tak bisa bekerja.
Presiden Joko Widodo marah ancam pecat menteri yang tak bisa bekerja. (BIRO PERS/BIRO PERS)

3. Retorika

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance ( Indef), Enny Sri Hartati, menilai, pernyataan yang disampaikan Presiden Joko Widodo mengenai omnibus law Cipta Kerja, tak menjawab hal-hal yang dipersoalkan publik.

Enny Sri Hartati justru melihat, pernyataan Jokowi sebagai retorika.

Pernyataan tersebut kata Enny hanya meredam  publik lantaran hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai draf UU Cipta Kerja yang final dan disahkan.

Dengan begitu, publik tak bisa memastikan apakah yang disampaikan Jokowi hanya klaim semata atau bukan.

"(Pernyataan Jokowi) tidak menjawab persoalan, karena tidak mengacu pada satu hal yang sifatnya resmi dan formal," kata Enny kepada Kompas.com, Jumat (9/10/2020).

"Saya bisa menjawab apakah itu klaim atau tidak ketika publik disuguhkan draf resmi," tuturnya.

Enny mengatakan, UU Cipta Kerja ditentang banyak pihak karena sejumlah ketentuan di dalamnya dinilai merugikan pekerja. 

Penilaian itu muncul pascapublik membaca draf UU Cipta Kerja yang beredar, yang kemudian oleh DPR disebut belum final.

Oleh karenanya, kata Enny, jika Presiden hendak membantah, seharusnya publik diberikan akses seluas-luasnya terhadap draf undang-undang yang final.

Jika tidak, narasi-narasi seperti kemudahan perusahaan melakukan PHK, meluasnya outsourcing dan lainnya, akan terus berkembang.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved