Ini Kata Polri Menerbitkan Surat Telegram untuk Meredam Aksi Unjuk Rasa Buruh Menolak Cipta Kerja

Pemikiran inilah yang dijadikan pedoman terhadap dikeluarkannya tersebut, termasuk Polri disampaikan

tribunjabar/eki yulianto
Antisipasi Unjuk Rasa Buruh dan Mogok Nasional, 150 Petugas Gabungan Disiagakan di Majalengka 

TRIBUNJABAR.ID - Polri menerbitkan surat telegram untuk meredam aksi buruh menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Telegram bernomor STR/645/X/PAM.3.2./2020 tersebut ditandatangani As Ops Kapolri Irjen Imam Sugianto atas nama Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis tertanggal 2 Oktober 2020.

Warga Berteriak Meminta Massa Aksi Penolakan Omnibus Law Cipta Kerja Bubar

Isinya berupa sejumlah perintah untuk antisipasi aksi unjuk rasa (unras) dan mogok kerja buruh pada 6-8 Oktober 2020 dalam rangka penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Di antaranya perintah melakukan deteksi dini, mencegah aksi unras guna memutus penyebaran Covid-19, patroli siber, hingga kontra narasi.

Pandemi Covid-19 dijadikan alasan Polri untuk tidak memberikan izin unras.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono mengatakan penerbitan surat telegram untuk meredam aksi buruh menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja masih dalam koridor tugas pokok institusi kepolisian.

Berikut Penjelasan Lengkap tentang RUU Cipta Kerja

"Polri sesuai dengan tugas pokoknya, melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat, dan selaku penegak hukum, tentunya punya kepentingan terkait dengan merebaknya informasi demo besar-besaran 6, 7, 8," katanya di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Senin (5/10/2020).

Awi menuturkan, Polri berperan penting dalam melakukan antisipasi agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

Menurutnya, salah satu tugas Polri adalah memutus penyebaran virus corona.

Selain itu, kata Awi, Polri berpedoman bahwa keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi atau salus populi suprema lex esto.

Undang-Undang Cipta Kerja, Pekerja Kena PHK Dapat Uang Tunai dan Pelatihan Berupa Program JKP

Untuk itu, aparat membatasi kegiatan yang melibatkan kerumunan massa mengingat berpotensi terjadi penyebaran Covid-19.

"Bukan berarti Polri melarang demo itu berarti melanggar UU Nomor 9 Tahun 1998, tidak, pada intinya kita akan kembalikan, tag keselamatan jiwa masyarakat adalah hukum yang tertinggi," ucapnya.

"Pemikiran inilah yang dijadikan pedoman terhadap dikeluarkannya tersebut, termasuk Polri disampaikan untuk tidak memberikan izin demo," sambung dia.

Penerbitan telegram itu menuai kritik, salah satunya datang dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur menyoroti perintah tentang pelaksanaan fungsi intelijen dan deteksi dini untuk mencegah terjadinya unjuk rasa dan mogok kerja yang dapat menimbulkan aksi anarkis serta konflik sosial.

Halaman
12
Sumber: Kompas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved