Fraksi PKS Tegas Tolak RUU Omnibus Law Karena Cacat Subtansi, Buruh Sempat Ancam Demo Besar
Fraksi PKS DPR RI secara tegas menolak penetapan Rancangan Undang Undangan CIpta kerja ( Omnibus Law) pada keputusan tingkat I DPR RI
"Ancaman terhadap kedaulatan negara melaui pemberian kemudahan kepada pihak asing. Termasuk juga ancaman terhadap kedaulatan pangan kita RUU Cipta Kerja memuat substansi pengaturan yang berpotensi menimbulkan kerugian terhap tenagakerja atau buruh melaui perubahan beberapa ketentuan yang lebih menguntungkan pengusaha. Terutama pada pengaturan tentang kontrak kerja, upah dan pesangon," ungkapnya.
RUU Cipta Kerja, kata Ledia, memuat pengaturan yang berpotensi menimbulkan kerusakan terhadap kelestarian lingkungan hidup. Dalam pasal 37 RUU Cipta Kerja terkait perubahan UU Kehutanan, ketentuan penyediaan luas minimum 30 persen untuk fungsi kawasan hutan dari Daerah Aliran Sungai (DAS) dihapus.
"RUU Cipta Kerja memberikan kewenangan yang sangat besar bagi Pemerintah namun kewenangan tersebut tidak diimbangi dengan menciptakan sistem pangawasan dan pengendalian terhadap penegakan hukum administratifnya. Seyognyanya apabila pemerintah bermaksud untuk mempermudah perizinan maka sistem pengenaan sanksinya harus lebih ketat dengan mengembangkan sistem peradilan administrasi yang modern", ujar Ledia.
"Berdasarkan pertimbangan tersebut, dengan memohon taufik Allah SWT dan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) menyatakan MENOLAK Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja untuk ditetapkan sebagai UU," tegas Ledia mengakhiri pandangan mini Fraksi PKS terhadap RUU Omnibus Law.
Omnibus Law Disebut Lebih Jahat dari Covid-19
Ribuan buruh dari berbagai serikat buruh dan pekerja di Jawa Barat berunjuk rasa di Jalan Diponegoro, depan Gedung Sate, Senin (16/3/2020).
Mereka sepakat menolak omnibus law RUU Cipta Kerja yang tengah diproses di DPR RI karena dinilai merugikan para pekerja.
Mereka memilih untuk tidak melaksanakan imbauan pemerintah untuk tidak berkerumun di tengah wabah virus corona Covid-19, karena menanggap omnibus law tersebut lebih berbahaya dari virus corona jika disahkan.
"Memang, betul ada surat edaran dari pemerintah daerah untuk larangan berkumpul karena wabah virus corona, kawan-kawan. Tapi, hari ini kita memaksakan tetap menggelar aksi untuk menolak omnibuslaw RUU Cipta Kerja karena ini lebih jahat dari virus corona," ujar Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi Jabar Roy Jinto Ferianto saat berorasi di depan ribuan buruh.
Pembahasan omnibus law ini dinilai tidak pernah melibatkan unsur serikat pekerja atau buruh. Pembahasan draf RUU ini dinilai dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan tertutup sehingga tidak dapat diakses publik dengan dalih investasi.
Mereka menilai RUU Cipta Kerja ini bukan untuk mensejaterahkan buruh akan tetapi akan memiskinkan kaum buruh secara sistimatis dengan mendegradasi hak-hak buruh untuk kepentingan para pengusaha.
Mereka menganggap UU Cipta kerja dapat membuat tenaga kerja asing unskill worker lebih mudah bekerja di Indonesia dengan dihapusnya wajib izin untuk mempekerjakan TKA.
Hubungan kerja dengan sistem kerja PKWT dan outsourcing untuk semua jenis pekerjaan tanpa ada batasan waktu pun dinilai sangat memberatkan. Apalagi dengan dihapusnya Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan UMSK, serta berlakunya upah per jam, upah borongan, dan upah industri padat karya.
Mereka menganggap PHK dipermudah dengan sistem easy hiring, easy firing dengan menghapus pasal kewajiban mencegah PHK, dan prosedur PHK.
Dihapusnya hak cuti yang harus dibayar oleh perusahaan antara lain RUU Cipta kerja ini menghapus hak cuti haid, gugur kandungan, cuti melahirkan, cuti menjalankan ibadah, cuti menikah, cuti menikahkan anak, cuti mengkhitankan anak atau membatiskan anak, cuti menjalankan tugas negara, cuti menjalankan tugas serikat pekerja dll.
Massa pun kemudian menuntut pemerintah untuk membatalkan omnibus law RUU Cipta Kerja dan menarik usulan tersebut dari DPR RI. Pihaknya pun menuntut DPR RI untuk menolak omnibus law. (Tribun Jabar/Syarif Abdussalam)