Detik-detik Anak DN Aidit Tinggalkan Rumah Setelah G30S/PKI, Berpikir akan Bertemu Orangtuanya Lagi

Saat peristiwa 30 September 1965 atau yang disebut sebagai G30S/PKI meletus, usia Ilham Aidit belum menginjak dewasa.

Penulis: Fidya Alifa Puspafirdausi | Editor: Seli Andina Miranti
Moh Habib Asyhad via Intisari
DN Aidit dan istrinya, Soetanti dan anak-anak mereka. 

TRIBUNJABAR.ID - Saat peristiwa 30 September 1965 atau yang disebut sebagai G30S/PKI meletus, usia Ilham Aidit belum menginjak dewasa.

Ilham Aidit terlahir kembar dan merupakan putra keempat mantan pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI) DN Aidit itu masih 6,5 tahun.

Saat itu ia dan keluarga menempati rumah di Jalan Pegangsaan Barat 4, Jakarta Pusat.

Dikutip dari wawancara wartawan Tribun Jabar dengan Ilham Aidit, DN Aidit dijemput tentara pada 30 September 1965 pukul 23.00 WIB.

Seminggu kemudian, ibunya, Soetanti juga meninggalkan rumah.

Rumah yang menjadi tempat tinggal keluarga DN Aidit pun ditinggalkan semua penghuninya.

Putra DN Aidit itu pun meninggalkan rumah setelah dijemput keluarga.

"Saya meninggalkan rumah itu kira-kira 10 hari setelah itu. Saya sempat enggak ada bapak dan ibu. Kemudian saya dijemput oleh adik ibu untuk pindah ke tempat mereka," ujar Ilham kepada Tribun Jabar di Kota Bandung, Minggu (30/9/2018).

Anak DN Aidit itu menuturkan pada saat meninggalkan rumah itu, tidak sempat mengangkut barang-barang apapun.

"Kami meninggalkan rumah itu begitu saja. Ada beberapa pembantu langsung kabur," kata Ilham Aidit.

Ilham Aidit mengatakan, kala itu ia dan saudara-saudaranya sempat menyangka bahwa meninggalkan rumah hanya sementara.

Mereka berpikir bisa berkumpul lagi dalam kurun waktu dua minggu atau satu bulan setelah meninggalkan rumah itu.

Putra bungsu mantan pemimpin PKI, Dipa Nusantara (DN) Aidit, Ilham Aidit saat diwawancara oleh Tribunjabar.id, di Kota Bandung, Minggu (30/9/2018)
Putra bungsu mantan pemimpin PKI, Dipa Nusantara (DN) Aidit, Ilham Aidit saat diwawancara oleh Tribunjabar.id, di Kota Bandung, Minggu (30/9/2018) (Tribun Jabar/ Ery Chandra)

"Ternyata hari demi hari terus di pengasingan. Kami baca di koran-koran headline-nya itu terus. Pupuslah harapan kami bertemu dengan orang tua," ujar Ilham Aidit.

Pada 23 November 1965, Ilham Aidit menerima kabar bahwa ayahnya, DN Aidit, sudah ditembak mati di wilayah Boyolali, Jawa Tengah.

"Saat itu rumah sudah ditinggal begitu saja. Kemudian dijarah. Dan hilang semuanya," ujarnya.

Tempat Bersejarah G30S/PKI

Ada beberapa lokasi yang menjadi "saksi bisu" dari peristiwa G30S / PKI atau Gerakan 30 September.

Beberapa tempat ini sekarang ada yang dijadikan lokasi wisata sejarah.

Pada malam jahanam G30S itu, sejumlah perwira tinggi militer menjadi korban.

Mereka dibunuh dan dimasukkan ke dalam sebuah sumur bernama Lubang Buaya.

Peristiwa yang terjadi 30 September 1965 itu, disebut-sebut merupakan upaya kudeta dari PKI.

Kendati begitu, perdebatan mengenai dalang di balik peristiwa tersebut pun masih jadi perdebatan sampai sekarang.

Dihimpun TribunJabar.id dari TribunTravel.com, berikut adalah deretan tempat bersejarah tersebut:

1. Museum Jenderal AH Nasution

Diorama di dalam Museum Jenderal AH Nasution.
Diorama di dalam Museum Jenderal AH Nasution. (KOMPAS.COM/Wienda Putri Novianty)

Dulunya, tempat ini adalah rumah yang ditempati oleh keluarga Jenderal AH Nasution.

Jenderal AH Nasution dan keluarganya, tinggal di sini semenjak menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).

Kumpulan Kata-kata atau Ucapan untuk Mengenang Pahlawan Revolusi yang Meninggal Saat G30S/PKI

Kini, rumah tersebut menjadi museum, dan diresmikan pada tahun 2008 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Di rumah ini, Jenderal AH Nasution lolos dari sebuan pasukan yang hendak membunuhnya.

2. Museum Sasmitaloka

Museum Sasmitaloka Ahmad Yani.
Museum Sasmitaloka Ahmad Yani. (TRIBUNNEWS.COM/Fransiskus Adhiyuda)

Di tempat inilah dulunya Jenderal Ahmad Yani tewas setelah diberondong senapan semi otomatis Thompson yang dipakai pasukan Tjakrabirawa.

Rumah ini berada di Jalan Lembang D 58 Menteng, Jakarta Pusat.

Kini, rumah tersebut menjadi Museum Sasmitaloka Pahlawan Revolusi Jenderal Ahmad Yani.

3. Monumen Ade Irma Suryani

Monumen Ade Irma Suryani.
Monumen Ade Irma Suryani. (WartaKota/Bintang Pradewo)

Ade Irma Suryani merupakan putri bungsu Jenderal AH Nasution.

Ia yang masih berusia 5 tahun, tewas terbunuh oleh peluru yang ditembakan pasukan yang menyerbu rumah AH Nasution pada peristiwa G30S.

Terjawab! Ternyata di Sini Keberadaan Soekarno dan Soeharto Saat Malam Mencekam G30S/PKI Terjadi

Kini, lokasi jenazah Ade Irma disemayamkan menjadi Monumen Ade Irma Suryani.

Monumen ini berada di halaman depan Kantor Pemerintah kota Administrasi, Jakarta Selatan.

4. Monumen Pancasila Sakti

Monumen Pancasila Sakti Lubang Buaya (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Di tempat inilah dulunya terdapat sebuah sumur sedalam 12 meter, tempat jasad sejumlah perwira tinggi militer dibuang.

Kini, di lokasi tersebut, dibangun Monumen Pancasila Sakti.

Monumen ini dibangun di atas lahan seluas 14,6 hektare, berlokasi di Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta.

Nama-nama pahlawan revolusi Indonesia

Dihimpun TribunJabar.id dari berbagai sumber, berikut adalah nama-nama Pahlawan Revolusi Indonesia:

1. Jenderal (anm.) Ahmad Yani

Jenderal TNI Anumeerta Ahmad Yani lahir di Purworejo, Jateng, 19 Juni 1922.

Ahmad Yani meningga di Lubang Buaya, Jakarta 1 Oktober 1965, ketika umurnya masih 43 tahun.

Kala itu, Ahmad Yani merupakan KASAD atau Kepala Staf Angkatan Darat TNI.

2. Letnan Jenderal (anm.) R. Suprapto

Letnan Jenderal TNI Anumerta R. Suprapto lahir di Purwokerto, Jawa Tengah, 20 Juni 1920.

Suprapto meninggal di Lubang Buaya pada 1 Oktober 1965.

Umurnya saat itu adalah 45 tahun.

25 Kata-kata Menyentuh Peringatan Peristiwa G30S/PKI, Kirim Ucapan Bijak Tokoh untuk Para Pahlawan

3. Letnan Jenderal (anm.) M.T. Haryono

Letnan Jenderal TNI Anumerta Mas Tirtodarmo Haryono lahir di Surabaya, Jawa Timur, 20 Januari 1924.

Dia meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965.

Kala itu, umurnya adalah 41 tahun

4. Letnan Jenderal (anm.) S. Parman

Letnan Jenderal TNI Anumerta Siswondo Parman lahir di Wonosobo, Jawa Tengah, 4 Agustus 1918.

Pria yang dikenal dengan nama S. Parman ini meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965.

Umurnya saat itu adalah 47 tahun.

5. Mayor Jenderal (anm.) D.I. Pandjaitan

Mayor Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan atau disingkat D.I. Panjaitan lahir di Balige, Sumatera Utara, 9 Juni 1925.

Dia meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965.

Saat itu, umurnya adalah 40 tahun.

Soekarno
Soekarno ()

6. Mayor Jenderal (anm.) Sutoyo Siswomiharjo

Mayor Jenderal TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo lahir di Kebumen, Jawa Tengah, 28 Agustus 1922.

Sutoyo meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965.

Umurnya saat itu 43 tahun.

7. Kapten (anm.) Pierre Tendean

Kapten Czi. (Anumerta) Pierre Andries Tendean lahir 21 Februari 1939.

Ia meninggal 1 Oktober 1965 di umur yang masih sangat muda, yaitu 26 tahun.

Gatot Nurmantyo Bantah Isu Dicopot dari Panglima TNI Akibat Putar Film G30S/PKI,Ini Fakta Sebenarnya

8. AIPDA (anm.) Karel Satsuit Tubun

Ajun Inspektur Polisi Dua Anumerta Karel Sadsuitubun lahir di Maluku Tenggara, 14 Oktober 1928.

Dia meninggal di Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 36 tahun.

9. Brigadir Jenderal (anm.) Katamso Darmokusumo

Brigadir Jenderal TNI (Anumerta) Katamso Darmokusumo lahir di Sragen, Jawa Tengah, 5 Februari 1923.

Dia meninggal di Yogyakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 42 tahun.

Katamso merupakan mantan Komandan Korem 072/Pamungkas.

10. Kolonel (anm.) Sugiono

Kolonel Inf. (Anumerta) R. Sugiyono Mangunwiyoto lahir di Gedaren, Sumbergiri, Ponjong, Gunung Kidul, 12 Agustus 1926.

Ia meninggal di Kentungan, Yogyakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 39 tahun.

Sugiono merupakan mantan Kepala Staf Korem 072/Pamungkas.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved