Jadi Anggota Paguyuban Tunggal Rahayu Harus Bayar Rp 100 Ribu, Ini Penuturan Mantan Anggota

Bahkan sejumlah anggotanya mundur dari paguyuban setelah mendengar kerancuan dari organisasi itu.

Penulis: Firman Wijaksana | Editor: Ravianto
istimewa
Uang buatan Paguyuban Tunggal Rahayu. Foto di uang itu disebut-sebut adalah Prof Dr Ir H Cakraningrat SH alias Sutarman. 

TRIBUNJABAR.ID, GARUT - Aktivitas Paguyuban Tunggal Rahayu di Kecamatan Cisewu disebut sudah sepi.

Bahkan sejumlah anggotanya mundur dari paguyuban setelah mendengar kerancuan dari organisasi itu. ( Paguyuban Tunggal Rahayu atau Kandang Wesi Tunggul Rahayu sepi, banyak anggotanya mengundurkan diri )

Kantor Paguyuban Tunggal Rahayu berada di Kampung Cigentur, Desa/Kecamatan Cisewu.

Menurut mantan anggotanya, sudah tak ada aktivitas yang dilakukan.

Pimpinan paguyuban pun tak diketahui keberadaannya

"Saya enggak tahu di mana sekarang Cakraningrat itu. Di Cisewu katanya juga sudah tak ada aktivitas," ujar Amas (37), warga Cisewu, Rabu (9/9).

Terkait adanya perubahan lambang negara, Amas tak mengetahuinya.

Ia menyebut hanya pimpinan Prof. Dr. Ir. Cakraningrat yang mengetahui soal lambang paguyuban.

"Enggak tahu soal lambang negara yang diubah. Saya juga baru dengar pas ramai sekarang," katanya yang sudah bergabung sekitar satu tahun.

Ia tertarik bergabung karena dijanjikan mendapat deposito emas.

Untuk menjadi anggota, Amas dikenakan iuran sebesar Rp 100 ribu.

Robiah (40), mantan anggota lainnya menyebut jika aktivitas di paguyuban biasanya sering membahas soal peningkatan ekonomi. Pimpinan paguyuban juga kerap membicarakan soal bantuan sosial dan pengajian.

"Paling suka tawasulan. Kalau pertemuan rutin yang ngomongin soal ekonomi biar lebih baik," ujarnya.

Seluk Beluk Paguyuban Tunggal Rahayu

Warga Garut kini tengah geger.

Di Garut selatan, tepatnya di Kecamatan Caringin dan Cisewu muncul Paguyuban Tunggal Rahayu. ( Paguyuban Kandang Wesi Tunggul Rahayu dipimpin profesor lulusan SMP )

Yang membuat heboh adalah paguyuban ini punya logo mirip lambang negara Indonesia, Burung Garuda.

Tak hanya itu, mereka juga dikabarkan punya membuat uang sendiri.

Dalam logo paguyuban, bagian kepala Burung Garuda yang seharusnya menghadap ke kanan, diganti menjadi menghadap ke depan.

Kepala Kantor Kesbangpolinmas Kabupaten Garut Wahyudidjaya menunjukkan berkas oganisasi atau paguyuban Kandang Wesi Tunggul Rahayu, Selasa (8/9/2020).
Kepala Kantor Kesbangpolinmas Kabupaten Garut Wahyudidjaya menunjukkan berkas oganisasi atau paguyuban Kandang Wesi Tunggul Rahayu, Selasa (8/9/2020). (KOMPAS.COM/ARI MAULANA KARANG)

Pemimpinnya Menghilang

Jumlah pengikut paguyuban ini masih diinventarisasi.

Sebarannya dari dokumen yang ada Bakesbangpol Garut ada di 4 kecamatan.

Paling dominan para pengikutnya tersebar di wilayah selatan Garut.

Namun ada juga pengikutnya yang berada di Kabupaten Bandung, Kabupaten/Kota Tasikmalaya dan Majalengka.

Di Majalengka, jumlah pengikutnya paling banyak.

"Orang yang dulu datang ke sini untuk mengurus perizinan tidak datang lagi saat kami akan konfrontir. Kami malah kedatangan dari Kesbang Majalengka yang menyebut di sana sudah banyak pengikutnya," ucapnya.

Selintas, pergerakan paguyuban tersebut hampir mirip dengan Sunda Empire.

Mereka menjanjikan sesuatu kepada anggotanya, yakni pencairan uang dari Bank Swiss.

"Polisi sudah memanggil saksi-saksi atas keberadan organisasi ini. Untuk keberadaan pimpinannya belum diketahui. Kami masih kehilangan jejak," katanya

Polisi Usut

Pemerintah bersama polisi dan TNI kini tengah mengusut keberadaan paguyuban tersebut.

"Awalnya paguyuban ini berpusat di Kecamatan Caringin. Tapi karena masyarakat di Caringin terganggu, mereka memindahkan aktivitas ke Cisewu," ucap Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Garut, Wahyudijaya, Selasa (8/9/2020) di kantornya.

Dalam Permendagri tentang organisasi masyarakat (ormas), Wahyu mengataka tidak boleh menggunakan lambang negara, bendera, atau atribut pada logo organisasinya.

Hal itu juga mengacu kepada Undang-undang Nomor 23 tahun 2009 tentang Lambang Negara.

Sanksi yang diberikan bisa berupa pencabutan izin.

Untuk kasus Paguyuban Tunggal Rahayu, Wahyu menyebut jika organisasi itu belum mengantongi izin.

Uang buatan Paguyuban Tunggal Rahayu. Foto di uang itu disebut-sebut adalah Prof Dr Ir H Cakraningrat SH alias Sutarman.
Uang buatan Paguyuban Tunggal Rahayu. Foto di uang itu disebut-sebut adalah Prof Dr Ir H Cakraningrat SH alias Sutarman. (istimewa)

Akta notaris saja, paguyuban itu belum memiliki.

Kepala Kantor Kesbangpolinmas Kabupaten Garut Wahyudidjaya menunjukkan berkas oganisasi atau paguyuban Kandang Wesi Tunggul Rahayu, Selasa (8/9/2020).

"Ormas ini pernah datang untuk mengurus perizinan. Namun kami melihat ada yang rancu karena mereka pakai Burung Garuda sebagai lambang organisasi," katanya.

Meski sila di dalam Bhineka Tunggal Ika tak diubah, namun banyak yang diganti.

Yakni kepalanya lurus dan bermahkota. Wahyu mengaku, pihaknya sudah sepakat akan melakulan langkah hukum terhadap paguyuban tersebut.

"Kami (Kesbang, polisi, dan TNI) tadi sudah rapat dan sepakat bahwa hukum jadi prioritas penanganan kasus ini. Nanti akan diketahui apakah ada persoalan pidananya atau tidak," ucapnya.

Apalagi paguyuban itu tak hanya menyebar di Garut.

Pengikutnya berasal dari Majalengka, Cianjur, Tasik, hingga Kabupaten Bandung.

Bahkan sejumlah ustaz, masuk sebagai pengurus bidang keagamaan.

Wahyu menambahkan, pimpinan Paguyuban Tunggal Rahayu juga sudah memakai gelar palsu.

Yakni profesor, doktor, dan sejumlah gelar lainnya.

Dari hasil penelusuran, pimpinan paguyuban tersebut hanya lulusan SMP.

"Ini sudah pelecehan terhadap dunia akademisi. Dia mengklaim beberapa gelar, mulai profesor, doktor, sampai insinyur, dan beberapa gelar lainnya," ujarnya.

Tak hanya mengubah lambang negara, Paguyuban Tunggal Rahayu juga memiliki uang tersendiri.

Kepala Bakesbangpol Garut, Wahyudijaya menunjukkan uang pecahan 20.000 bergambar pimpinan Paguyuban Tunggal Rahayu di Kantor Bakesbangpol Garut, Selasa (8/9/2020). Uang itu dijadikan alat transaksi para pengikut paguyuban.

Uang itu bahkan disebut sudah dipakai untuk transaksi.

Wahyu menyebut, paguyuban itu sudah membuat uang pecahan 1.000, 5.000, 10.000, dan 20.000.

Bahkan di pecahan uang 20.000 itu, terdapat gambar pimpinan paguyuban.

Pimpinan paguyunan mengklaim dirinya bergelar Prof Dr Ir H Cakraningrat SH.

Namun dari penelusuran Bakesbangpol, nama asli pimpinan paguyunan itu adalah Sutarman.

Dalam data yang ada di Bakesbangpol, terdapat organisasi itu mengklaim tercatat dalam Kepres nomor 021/1958.

Terdapat pula tulisan Uni Sortail Dunia "Lembaga PBB".

"Mereka sudah mempunyai uang sendiri. Bahkan di gambar uang 20.000 itu, ada foto pimpinan paguyuban. Seperti memakai baju ala Pak Soekarno," katanya.

Dilihat dari desain foto di uang tersebut, Wahyu mengatakan jika gambar yang dipakai merupakan foto Soekarno.

Namun wajah presiden pertama Indonesia itu diubah menjadi wajah Cakraningrat.

"Informasinya sudah dijadikan alat transaksi oleh anggotanya. Yang mengagetkan, dia memakai Bank Indonesia di dalam uangnya. Mungkin persoalan uang ini nanti dikaji lagi sisi hukumnya," ucapnya.

Jumlah pengikut paguyuban ini masih diinventarisasi.

Sebarannya dari dokumen yang ada Bakesbangpol Garut ada di 4 kecamatan.

Paling dominan para pengikutnya tersebar di wilayah selatan Garut.

Namun ada juga pengikutnya yang berada di Kabupaten Bandung, Kabupaten/Kota Tasikmalaya, dan Majalengka.

Di Majalengka, jumlah pengikutnya paling banyak. Bahkan lokasinya berada di kampung halaman Bupati Majalengka.

"Orang yang dulu datang ke sini untuk mengurus perizinan tidak datang lagi saat kami akan konfrontir. Kami malah kedatangan dari Kesbang Majalengka yang menyebut di sana sudah banyak pengikutnya," ucapnya.

Selintas, pergerakan paguyuban tersebut hampir mirip dengan Sunda Empire.

Mereka menjanjikan sesuatu kepada anggotanya, yakni pencairan uang dari Bank Swiss.

"Polisi sudah memanggil saksi-saksi atas keberadan organisasi ini. Untuk keberadaan pimpinannya belum diketahui. Kami masih kehilangan jejak," katanya.(firman wijaksana)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved