Jadi Anggota Paguyuban Tunggal Rahayu Harus Bayar Rp 100 Ribu, Ini Penuturan Mantan Anggota
Bahkan sejumlah anggotanya mundur dari paguyuban setelah mendengar kerancuan dari organisasi itu.
Penulis: Firman Wijaksana | Editor: Ravianto
Pemerintah bersama polisi dan TNI kini tengah mengusut keberadaan paguyuban tersebut.
"Awalnya paguyuban ini berpusat di Kecamatan Caringin. Tapi karena masyarakat di Caringin terganggu, mereka memindahkan aktivitas ke Cisewu," ucap Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Garut, Wahyudijaya, Selasa (8/9/2020) di kantornya.
Dalam Permendagri tentang organisasi masyarakat (ormas), Wahyu mengataka tidak boleh menggunakan lambang negara, bendera, atau atribut pada logo organisasinya.
Hal itu juga mengacu kepada Undang-undang Nomor 23 tahun 2009 tentang Lambang Negara.
Sanksi yang diberikan bisa berupa pencabutan izin.
Untuk kasus Paguyuban Tunggal Rahayu, Wahyu menyebut jika organisasi itu belum mengantongi izin.

Akta notaris saja, paguyuban itu belum memiliki.
Kepala Kantor Kesbangpolinmas Kabupaten Garut Wahyudidjaya menunjukkan berkas oganisasi atau paguyuban Kandang Wesi Tunggul Rahayu, Selasa (8/9/2020).
"Ormas ini pernah datang untuk mengurus perizinan. Namun kami melihat ada yang rancu karena mereka pakai Burung Garuda sebagai lambang organisasi," katanya.
Meski sila di dalam Bhineka Tunggal Ika tak diubah, namun banyak yang diganti.
Yakni kepalanya lurus dan bermahkota. Wahyu mengaku, pihaknya sudah sepakat akan melakulan langkah hukum terhadap paguyuban tersebut.
"Kami (Kesbang, polisi, dan TNI) tadi sudah rapat dan sepakat bahwa hukum jadi prioritas penanganan kasus ini. Nanti akan diketahui apakah ada persoalan pidananya atau tidak," ucapnya.
Apalagi paguyuban itu tak hanya menyebar di Garut.
Pengikutnya berasal dari Majalengka, Cianjur, Tasik, hingga Kabupaten Bandung.
Bahkan sejumlah ustaz, masuk sebagai pengurus bidang keagamaan.
Wahyu menambahkan, pimpinan Paguyuban Tunggal Rahayu juga sudah memakai gelar palsu.