Korupsi RTH Kota Bandung, Sudah Keluarkan Uang Rp 123 M, Tapi Lahan Belum Sah Dimiliki Pemkot

Korupsi RTH Kota Bandung. Sudah keluarkan uang Rp 123 miliar, tapi lahan belum sah dimiliki Pemkot Bandung.

Penulis: Mega Nugraha | Editor: taufik ismail
Tribun Jabar/Mega Nugraha
Tomtom Dabbul Qomar usai persidangan memakai rompi tahanan KPK, Rabu (1/7/2020). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Meski Pemkot Bandung sudah mengeluarkan Rp 123 miliar untuk membeli lahan seluas 120.500 meter persegi di Kecamatan Mandalajati, Ujungberung, Cibiru, Gedebage, hingga Cibeunying Kaler untuk dijadikan ruang terbuka hijau (RTH) pada 2010-2011, faktanya, lahan itu hingga saat ini belum bisa dialihkan jadi atas nama Pemkot Bandung.

"Saat ini lahan masih atas nama para pemilik lahan, belum atas nama Pemkot Bandung," ujar Asep Tatang, PNS Badan Pertanahan Kota Bandung (BPN) saat bersaksi di persidangan kasus dugaan korupsi RTH di ruang sidang 2 Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Rabu (1/7/2020).

Di persidangan, dihadirkan dua terdakwa, Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet mantan Anggota DPRD Kota Bandung.

Satu terdakwa lagi, Herry Nurhayat mantan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kota Bandung mengikuti persidangan secara daring.

Kasus korupsi itu merugikan negara Rp 69 miliar.

Kembali lagi ke persidangan, Asep ditanya jaksa KPK dan Majelis Hakim soal kenapa peralihan hak atas tanah itu belum bisa dialihkan ke Pemkot Bandung meski sudah ada pembayaran.

"Karena lahan RTH yang dibeli pemerintah itu banyak yang tidak sesuai dengan penetapan lokasi yang sudah ditetapkan. Mencapai 80 persen tidak sesuai," ujar Asep.

Jaksa dan hakim semakin penasaran. Kenapa lahan yang dibeli itu bisa tidak sesuai dengan yang ada dalam surat penlok.

Penlok itu sendiri disusun oleh Bidang Perencanaan Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (Distarcip) Pemkot Bandung dan ditandatangani oleh Wali Kota Bandung saat itu, Dada Rosada.

Hanya saja, Asep Tatang tidak bisa menjawab dengan pasti kenapa bisa terjadi demikian. Semakin dalam lagi ke pokok perkara korupsi, Iskandar Zulkarnain, Kabid Perencanaan Distarcip Kota Bandung bersaksi, menurutnya, ia menerima pengajuan belanja modal berupa pengadaan tanah untuk RTH dari DPKAD Pemkot Bandung. Kemudian, disusunlah penlok untuk menentukan lahan mana saja yang akan dibeli.

Di persidangan terungkap, ada dua penlok yang berbeda. Salah satunya RTH di Kelurahan Cisurupan, Kecamatan Cibiru sehingga terjadi tumpang tindih.

Dalam bukti surat penlok yang ditunjukan jaksa, berbeda dengan surat penlok yang sama yang dipegang oleh Iskandar.

"Saya tidak tahu kenapa bisa ada dua penlok yang sama tapi isinya beda," ujar Iskandar.

Jaksa Budi Nugraha menanyakan soal pihak lain yang memanipulasi penlok tersebut. Namun, Iskandar geleng kepala tanda tak tahu.

Saksi lain yang dihadirkan, Ade Suhandi pensiunan BPN Kota Bandung. Dalam proyek pengadaan lahan ini, dia ditugaskan untuk mensurvei lokasi RTH.

"Saya ditugaskan untuk survei lahan RTH tepatnya di Cisurupan, Cibiru tapi saya tidak dibekali data yang konkret, hanya ditunjukkan secara ngawang-ngawang. Sebatas ini batasnya, itu batasnya," ujar Ade Suhandi.

‎Saksi lain yang dihadirkan yakni PNS Dinas Pertamanan Kota Bandung, Dwi.

Menurutnya, Dinas Pertamanan tidak pernah mengusulkan pengadaan lahan untuk RTH.

"Kami tidak pernah mengusulkan atau mengajukan pengadaan tanah untuk RTH," ujar Dwi. Ia mengaku pernah mengikuti rapat soal pengadaan RTH tersebut dan dimintai pendapatnya.

"Saya katakan di rapat itu, kami mendukung pengadaan RTH sebagai upaya melaksanakan amanat undang-undang bahwa RTH minimal 20 persen. RTH itu harus tersebar di tengah kota, harus ada di pinggiran. Tujuannya agar fungsi ekologis berjalan, seperti untuk mengatasi lahan kritis, fungsi budaya dan pusat aktivitas warga," ujarnya.

Jaksa kemudian menunjukkan bukti surat berisi catatan soal survei lapangan ke lokasi RTH yang dihadiri Dinas Pertamanan Kota Bandung pada 2010.

Namun, Dwi mengaku tidak pernah ditugaskan atau diajak untuk survei.

"Tidak ada survei, maksudnya, saya tidak pernah mensurvei lokasi tersebut," ucap dia.

Menurutnya, pengadaan lahan terkait RTH memang harus diajukan oleh dinas terkait.

Namun, faktanya Dinas Pertamanan tidak pernah mengajukan. Lantas, siapa yang mengajukan. Penasehat hukum Tomtom juga menanyakan h‎al serupa.

"Itu dari DPKAD," ucap dia. Iskandar Zulkarnaen membenarkan kesaksian Dwi. Bahwa pengajuan pengadaan RTH Kota Bandung diajukan oleh DPKAD.

"Hanya diajukan oleh DPKAD," ujar Iskandar.

Sidang Korupsi RTH Kota Bandung, Dua Terdakwa Dihadirkan, Baru Pertama di Masa Pandemi Covid-19

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved