Kisah Penambang Batu di Cimenyan Kabupaten Bandung, Kerja Keras Hanya untuk Meraih Rp 150 Ribu

Tanah sedikit bergetar saat palu diayunkan oleh Hendi (48) ke sebuah batu besar yang masih menyatu dengan tanah

Penulis: Mega Nugraha | Editor: Ichsan
tribunjabar/mega nugraha
Penambang Batu 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha

TRIBUNJABAR.ID,BANDUNG - ‎Tanah sedikit bergetar saat palu diayunkan oleh Hendi (48) ke sebuah batu besar yang masih menyatu dengan tanah. Di belakangnya, aliran air jatuh dari ketinggian.

Batu sebesar kepala pun terpisah dari batuan besar setelah dihantam. Batu-batu sebesar kepala dikumpulkan kemudian pengepul datang dengan mobil bak terbuka mengangkutnya lalu menyerahkan uang Rp 150 ribu pada Hendi.

Hendi bersama Tatang (50) dan Rosidin (53) merupakan para penambang batu tradisional di Kampung Sentak Dulang, Desa Mekarmanik, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung.

Lokasinya hanya berjarak sekitar 10 km dari pusat Kota Bandung dan lebih dari 20 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Bandung.

Meski dekat dengan Kota Bandung, lokasi itu justru berada jauh dari Soreang, pusat pemerintahan Kabupaten Bandung.

Menikmati Dewa Siwa di Sumedang, Manfaatkan Aliran Sungai yang Jernih jadi Objek Wisata

"Kami dari pagi memecah batu-batu ‎belah ini untuk batu fondasi rumah. Dikumpulkan lalu dijual ke pengepul. Biasanya sampai siang atau sampai sore," ujar Hendi di lokasi tersebut, Minggu (28/6/2020).

Setiap hari, mereka memecah batu-batu tersebut jadi ukuran kecil hingga ukuran sebesar kepala. Mereka juga membentuk batuan itu untuk tegel.

"Untuk batu belah fondasi rumah, dijual satu mobil bak terbuka Rp 120 ribu kalau satu truk Rp 1,2 juta," kata Tatang, menambahkan.

Untuk menjual batu belah ukuran mobil kecil bak terbuka, dibutuhkan waktu setengah hari lebih untuk membelah batuan di sekitar kawasan tersebut. Untuk satu truk, waktu yang dibutuhkan bisa lebih lama lagi.

"Sekarang pesanan lagi banyak karena di sekitar sini banyak orang yang bikin rumah dan bikin komplek. Jadi lumayan membantu perekonomian," kata dia.

Pantauan Tribun, batuan yang mereka belah di tanah maupun tebing ‎merupakan batuan sedimen. Biasa digunakan untuk kontruksi bangunan.

Di lokasi itu, terdapat Curug kecil. Di lihat dari ketinggian, batuan sedimen tampak menjelaga di dinding.

Secara kasat mata, tampak terlihat kritis karena curug dan area penambangannya berada di dasar jurang yang curam.

Ketua DPRD Kota Bandung Minta Setelah Tangani Covid-19, Pemkot Harus Segera Recovery Ekonomi

"‎Kalau hujan beras, aliran air disini suka jadi besar. Dulu memang disini sempat longsor ditambah lagi airnya mengikis tanah. Tapi sejauh ini mah aman karena disini kebanyakan batuan, bukan tanah," ucap Rosidin.

Meski secara kasat mata tampak kritis, namun tidak menyurutkan muda-muda untuk datang berswafoto. Ada yang menggunakan sepeda motor, ada juga yang bersepeda.

Saat ketiganya sedang sibuk memecah batu sedimen, tiga pengunjung sedang sibuk berswafoto dengan background pemandangan tebing dan aliran.

Di sudut lain di aliran sungai, sepasang suami istri tampak mengumpulkan batuan kecil dari sungai ke dalam karung. Mereka juga sudah sedari pagi mengumpulkan batuan itu.

"Mau dijual buat kontruksi bangunan villa. Dijual langsung ke pemiliknya. Diangkut pakai mobil bak terbuka, ditarif Rp 120 ribu," kata Ningsih (49) yang membantu suaminya mengumpulkan batuan.

Menurutnya, sudah sebulan terakhir mereka mengumpulkan batuan sedimen untuk dijual ke warga yang sedang membangun rumah.

PSBB Tidak Dilanjutkan, Ajang CFD di Gebu Singaparna Diserbu Warga

"Sekarang lagi banyak yang bikin rumah‎ karena mungkin sudah masuk musim kemarau. Jadi kalau bikin rumah tidak terganggu hujan," kata dia.

Akses menuju lokasi ini lewat Jalan Pasir Impun di Jalan AH Nasution. Waktu tempuhnya tidak lebih dari 15 menit menggunakan sepeda motor.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved