Isi Surat yang Dikirimkan Kartini Kepada Sahabat-sahabatnya, Ungkap Kehidupan Cintanya yang Pelik

Ia juga harus memilih jalan lain yaitu menikah dengan Bupati Rembang Raden Adipati Djojo Adiningrat.

Editor: Yongky Yulius
Kolase Tribun Jabar
RA Kartini dan JH Abendanon 

TRIBUNJABAR.ID -  Sosok RA Kartini menjadi sejarah yang tak terlupakan hingga sekarang.

Perjalanan cintanya tampak menyedihkan ketika RA Kartini dipaksa terseret dalam poligami.

Berada di lingkungan yang tak jauh dari poligami, RA Kartini sudah mengerti tentang hal itu sejak kecil.

Ayah RA Kartini, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat juga tak hanya memiliki satu istri saja.

Ibunya, MA Ngasirah harus rela dipoligami oleh ayahnya. Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat menikah untuk kedua kalinya dengan Raden Ajeng Woerjan.

Saat itu, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat akan menjadi bupati, sehingga harus menikah dengan wanita keturunan bangsawan.

RA Kartini merupakan sosok yang juga menentang poligami karena dianggap merugikan wanita.

RA Kartini juga merupakan sosok pejuang kesetaraan antara pria dan wanita.

Hari Kartini 21 April, Berikut adalah Kumpulan Kutipan Inspiratif dari Pejuang Emansipasi Wanita Itu

Meski dirinya menentang poligami, RA Kartini harus terseret dalam derita poligami dengan menjadi istri ke-4 Bupati Jepara.

Penderitaan RA Kartini dirasakan sejak ia gagal bersekolah di Belanda bersama adik-adiknya.

Hal tersebut ditentang oleh sang ayah. Keputusan ayahnya membuah hidup RA Kartini serba murung.

Tak hanya itu saja, sang ayah juga menentang RA Kartini bersekolah di Batavia.

Keputusan tersebut membuat RA Kartini terkejut sampai pingsan.

RA Kartini
RA Kartini (ISTIMEWA)

Ia juga harus memilih jalan lain yaitu menikah dengan Bupati Rembang Raden Adipati Djojo Adiningrat.

Sehingga ia menuliskan beberapa surat tentang cinta pada sahabatnya.

RA Kartini menikah dengan Bupati Rembang bernama Adipati Djojoadiningrat saat usianya 24 tahun.

Sayangnya, Kartini meninggal di usia 25 tahun, setelah melahirkan seorang anak laki-laki.

Setelah meninggal dunia, Mr JH Abendanon yang merupakan sahabatnya Kartini, mengumpulkan surat-surat yang Kartini kirimkan.

VIDEO Mengenang Nama Dewi Sartika Diharapkan Seperti Mengenang RA Kartini

Mr JH Abendanon kemudian menerbitkannya dalam sebuah buku berjudul "Door Duisternis tot Licht" yang pertama kali diterbitkan pada 1911.

Pada 1922 buku tersebut terbit dalam bahasa melayu yang berjudul "Habis Gelap Terbitlah Terang" diterbitkan Balai Pustaka.

Kemudian buku "Door Duisternis tot Licht" diterjemahkan Agnes Louise Symmers menjadi "Letters of a Javanese Princess".

Perasaan Kartini tentang cinta terungkap dalam surat-surat yang dikirimkan kepada sahabatnya tersebut.

Berikut kutipan Kartini tentang cinta yang termuat dalam "Letters of a Javanese Princess"

Kutipan surat Kartini:

"Love! what do we know here of love? How can we love a man whom we have never known? And how could he love us? That in itself would not be possible. Young girls and men must be kept rigidly apart, and are never allowed to meet."

Cinta! Apa yang kita ketahui tentang cinta? Bagaimana kita dapat mencintai seorang pria yang tak pernah kita kenal sebelumnya? Bagaimana pria itu dapat mencintai kita? Tentu saja mustahil. Perempuan dan laki-laki muda dipisahkan, dan tak pernah diijinkan untuk berjumpa. (Jepara - 25 Mei 1899)

"How can a man and woman love each other when they see each other for the first time in their lives after they are already fast bound in the chains of wedlock?"

Bagaimana mungkin seorang pria dan wanita dapat mencintai satu dengan yang lain ketika mereka baru berjumpa pertama kali dalam kehidupan ini setelah mereka terikat dalam pernikahan? (Jepara - 6 November 1899)

"I shall never, never fall in love. To love, there must first be respect, according to my thinking; and I can have no respect for the Javanese young man. How can I respect one who is married and a father, and who, when he has had enough of the mother of his children, brings another woman into his house?"

Saya tak akan pernah, tak akan pernah jatuh cinta. Mencintai, pertama-tama membutuhkan rasa hormat, menurut hemat saya; dan saya tidak dapat menghormati pemuda Jawa muda.

Bagaimana saya bisa menghormati seseorang yang telah menikah dan menjadi seorang ayah, dan yang telah memiliki istri yang melahirkan anak-anaknya, membawa perempuan lain ke dalam rumahnya? (Jepara - 6 November 1899)

"I think there is nothing finer than to be able to call a happy smile to a loved mouth—to see the sunshine break over another's face."

Tiada hal yang lebih indah selain dapat menerbitkan senyum di wajah mereka yang kita cinta. (November 1899)

"Too often we are made to feel that we Javanese are not really human beings at all. How do the Netherlanders expect to be loved by us when they treat us so? Love begets love, but scorn never yet aroused affection."

Terlalu sering kami merasakan bahwa kami, orang Jawa, bukanlah manusia sama sekali. Bagaimana mungkin orang-orang Belanda berharap untuk dicintai orang-orang Jawa, ketika mereka memperlakukan kami seperti ini? Cinta melahirkan cinta, tetapi hinaan tak akan pernah menimbulkan kasih sayang. (23 Agustust 1900)

"We wished to be loved - not feared."

Kita berharap untuk dicintai - bukan ditakuti. (17 Agustus 1902)

"Love is the bond which binds us together."

Cinta adalah ikatan yang menyatukan kita. (17 Agustus 1902).

 Hari Kartini, Kiprah Kartini Semasa Hidup, Tak Lepas dari Sosok Ibu dan Situasi Pada Masa Itu

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved