Wabah Virus Corona
Karena Virus Corona, Tiga Kali Tidak Salat Jumat Bagaimana Hukumnya? Begini Penjelasan Fatwa MUI
Sekretaris Komisi fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh membeberkan penjelasan hukum bagi muslim yang sudah tiga kali berturut meninggalkan salat Jumat
Penulis: Hilda Rubiah | Editor: Fidya Alifa Puspafirdausi
TRIBUNJABAR.ID - Sejak wabah virus corona merebak MUI mengeluarkan fatwa tentang pelaksanaan salat Jumat.
Untuk menekan penyebaran virus corona muslim diperbolehkan meninggalkan salat Jumat maupun salat berjemaah lainnya.
Sebagai penggantinya tak salat Jumat muslim menggantinya dengan salat Zuhur di rumah.
Seperti diketahui fatwa MUI ini sudah diberlakukan sejak bulan Maret 2020 lalu.
• Hari Jumat Tiba, Ketahui Inilah 5 Peristiwa Penting yang Terjadi pada Hari Jumat, Termasuk Kiamat?
Menyikapi hal ini banyak umat muslim mempertanyakan hukum tidak salat Jumat selama tiga kali berturut-turut.
Karena adanya hadis yang menyatakan hukum bagi muslim yang tidak melaksanakan salat selama tiga kali berturut-turut.
Hadist tersebut menyatakan bila seseorang muslim meninggalkan salat Jumat 3 kali berturut-turut dikategorikan kafir sebagaimana riwayat berikut.
من ترك ثلاث جمع متواليات من غير عذر طبع الله على قلبه
"Siapa yang meninggalkan shalat Jumat sebanyak tiga kali berturut-turut tanpa uzur, maka Allah akan tutup hatinya."
Ada pula dalam redaksi hadis yang lain, meninggalkan Jumatan dengan menggampangkan atau meremehkannya, sebagaimana sabdanya:
مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ
"Barang siapa yang meninggalkan shalat Jumat sebanyak tiga kali dengan meremehkannya, maka Allah tutup hatinya."
Diketahui sebelumnya, fatwa MUI itu sebenarnya berlaku bagi kawasan yang berpotensi penularan.
Seperti warga DKI Jakarta dan sekitarnya dan beberapa kasawan terdampak.
Namun untuk kawasan yang aman masih diperbolehkan melaksanakan salat Jumat dengan beberapa antisipasi.
Lantas bagaiman hukum muslim yang sudah tak melaksanakan salat Jumat tiga kali berturut-turut?
Menanggapi masalah ini Sekretaris Komisi fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh membeberkan penjelasan hukumnya.
Terlebih dahulu Asrorun Niam Sholeh menjelaskan adanya tiga golongan yang tidak melaksanakan salat Jumat.
Pertama, orang yang tidak salat Jumat karena inkar akan kewajiban Jumat.
Bagi golongan ini maka akan dihukumi sebagai kafir.

• Fatwa MUI Salat Jumat dan Berjemaah di Rumah, Begini Penjelasan Pandangan Agama Versi Quraish Shihab
Kedua, orang Islam yang tidak salat Jumat karena malas.
Asrorun Niam Sholeh menjelaskan orang yang meyakini kewajiban Jumat tapi tidak salat Jumat karena kemalasan dan tanpa adanya uzur syar'i, maka dia berdosa.
Menurut Asrorun Niam Sholeh golongan inilah bila tidak salat Jumat tiga kali berturut tanpa uzur maka Allah SWT mengunci mati hatinya.
Ketiga adalah orang Islam yang tidak salat Jumat karena ada uzur syar'i, maka ini dibolehkan.
Menurut pandangan para ulama fikih, uzur syar'i tidak salat Jumat antara lain sakit.
Ketika sakitnya lebih dari 3 kali Jumat, dia tidak salat Jumat tiga kali berturut-turut pun tidak berdosa.
Uzur syar'i berikutnya adalah kekhawatiran terjadinya sakit.
Menurutnya dalam kondisi ketika berkumpul dan berkerumun itu diduga kuat akan terkena wabah atau menularkan penyakit, maka ini menjadi uzur untuk tidak Jumatan (salat Jumat).
Ada beberapa udzur syar'i lain yang dibolehkan meninggalkan Jumat.
Di antaranya hujan deras yang menghalangi menuju masjid, karena adanya kekhawatiran akan keselamatan diri, keluarga, atau hartanya.
Hingga kini, wabah virus corona masih belum bisa dikendalikan dan diatasi.
Potensi penularan dan penyebarannya pun masih tinggi.
Dengan demikian menurutnya uzdur syar'i yang menyebabkan tidak dilakaanakannya perkumpulan untuk ibadah seperti shalat Jumat masih ada.
Dalam kitab Asna al-Mathalib disebutkan:
وَقَدْ نَقَلَ الْقَاضِي عِيَاضٌ عَن الْعُلَمَاءِ أَنَّ الْمَجْذُومَ وَالْأَبْرَصَ يُمْنَعَانِ مِنْ الْمَسْجِدِ وَمِنْ صَلَاةِ الْجُمُعَةِ، وَمِنْ اخْتِلَاطِهِمَا بِالنَّاسِ
Al-Qadli 'Iyadl menukil pandangan para Ulama bahwa orang yang terjangkit wabah lepra dan penyakit menular lainnya dicegah untuk ke masjid dan sholat Jumat, juga bercampur dengan orang-orang (yang sehat).
Ada juga dalam kitab al-Inshaf yang menyebutkan:
وَيُعْذَرُ فِي تَرْكِ الْجُمُعَةِ وَالْجَمَاعَةِ الْمَرِيضُ بِلَا نِزَاعٍ، وَيُعْذَرُ أَيْضًا فِي تَرْكِهِمَا لِخَوْفِ حُدُوثِ الْمَرَض
"Uzur yang dibolehkan meninggalkan shalat Jumat dan jamaah adalah orang yang sakit tanpa ada perbedaan di kalangan Ulama. Termasuk udzur juga yang dibolehkan meninggalkan sholat Jumat dan jamaah adalah karena takut terkena penyakit".
Dalam hadis di atas, menurutnya dimaksudkna menjadi udzur untuk tidak Jumatan.
Orang yang sakit, khawatir akan sakitnya dan khawatir menularkan penyakit ke orang lain, serta orang yang khawatir tertular penyakit.
Selama masih ada udzur, maka seseorang masih tetap boleh tidak Jumatan, dan baginya tidak dosa.
Namun kewajibannya adalah mengganti dengan salay Zuhur.