Mengenal Omnibus Law yang Picu Perdebatan, Paling Sering Jadi Polemik di Sektor Ketenagakerjaan

Istilah omnibus law di Indonesia pertama kali akrab di telinga setelah pidato pelantikan Presiden Joko Widodo pada Oktober 2019 lalu.

Editor: Yongky Yulius
Tribunjabar/Daniel Andreand Damanik
Situasi di Jalan Gandawijaya, Kota Cimahi. Sejumlah pengunjuk rasa berhenti di badan jalan sembari menyampaikan orasi singkat. Kemudian bergerak menuju Kantor DPRD Kota Cimahi, Kamis (12/3/2020). 

Dalam prosesnya di parlemen, tidak ada perbedaan dengan proses pembuatan UU pada umumnya sebagaimana yang dibahas di DPR.

Ramai Buruh Tolak Omnibus Law, Menaker Pastikan Ruang Dialog Masih Terbuka

Hanya saja, isinya tegas mencabut atau mengubah beberapa UU yang terkait.

Banyaknya UU yang tumpang tindih di Indonesia ini yang coba diselesaikan lewat omnibus law.

Salah satunya sektor ketenagakerjaan.

Di sektor ketenagakerjaan, pemerintah berencana menghapuskan, mengubah, dan menambahkan pasal terkait dengan UU Ketenagakerjaan.

Contohnya, pemerintah berencana mengubah skema pemberian uang penghargaan kepada pekerja yang terkena PHK.

Besaran uang penghargaan ditentukan berdasarkan lama karyawan bekerja di satu perusahaan.

Namun, jika dibandingkan aturan yang berlaku saat ini, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, skema pemberian uang penghargaan RUU Omnibus Law Cipta Kerja justru mengalami penyusutan.

PWI Tolak Pasal Penghalang Kemerdekaan Pers dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja

Di dalam omnibus law, pemerintah juga berencana menghapus skema pemutusan hubungan kerja (PHK), dimana ada penghapusan mengenai hak pekerja mengajukan gugatan ke lembaga perselisihan hubungan industrial.

Melalui draf RUU ini juga, pemerintah berencana mewajibkan perusahaan besar untuk memberikan bonus kepada pekerjanya.

Aturan mengenai pemberian gaji ini diatur dalam Pasal 92 tentang penghargaan lainnya.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut kalau kehadiran omnibus law bisa meredam gejolak ekonomi global sekaligus mendongkrak pertumbuhan ekonomi hingga 6 persen.

"Akhir kuartal 2019 lalu, pertumbuhan konsumsi kita sedikit di bawah 5 persen dengan pertumbuhan investasi hanya tumbuh 4,06 persen (Pembentukan Modal Tetap Bruto/PMTB). Padahal kami sebagai Menteri Keuangan sebelumnya sempat mengharapkan pertumbuhan investasi itu bisa mencapai 6 persen," kata Sri Mulyani di Jakarta, Senin (17/2/2020).

Namun demikian, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut pun optimistis dalam memandang prospek perekonomian Indonesia di 2020.

Meski di awal tahun perekonomian dunia telah diliputi oleh ketidakpastian salah satunya dengan wabah virus corona yang menyebar dengan begitu cepat.

Sumber: Kompas
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved