Kronologi 77 Siswa Dihukum Makan Kotoran Manusia, Kakak Kelas Sodorkan Sendok ke Mulut Mereka
Dua kakak kelasnya yang berasal dari kelas XII memaksa mereka makan feses atau kotoran manusia pada Rabu (19/2/2020).
Penulis: Fidya Alifa Puspafirdausi | Editor: taufik ismail
TRIBUNJABAR.ID - Sebanyak 77 dari 89 siswa kelas VII Seminari Bunda Segala Bangsa Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur ( NTT) diberi hukuman tidak manusiawi oleh kakak kelasnya.
Dua kakak kelasnya yang berasal dari kelas XII memaksa mereka makan feses atau kotoran manusia pada Rabu (19/2/2020).
Kejadian tersebut berawal saat dua kakak kelas itu bertugas menjaga kebersihan area asrama siswa kelas VII.
Melansir dari Kompas.com, Pimpinan Seminari Bunda Segala Bangsa Maumere, Romo Deodatus Du'u mengatakan kejadian tersebut sekitar pukul 14.30 WITA.
Kakak kelas itu, kata Romo Deadatus, ditugaskan mengecek kebersihan kamar kelas VII setelah makan siang.
Mereka menemukan plastik berisi kotoran manusia di sebuah lemari kosong di kamar tidur kelas VII.
Kotoran manusia itu diduga dibuang oleh seorang siswa kelas VII setelah ia buang air besar.
Dua kakak kelas itu kemudian mengumpulkan selurus siswa kelas VII.
Mereka menanyakan soal kotoran manusia yang mereka temukan.
Keduanya berkali-kali menanyakan asal muasal kotoran tersebut.
Namun, tidak ada satupun adik kelasnya yang mengaku.
Jengkel karena hal tersebut, salah seorang kakak kelas menyendok kotoran manusia itu.

Ia lalu memaksa adik kelasnya menyentuhkan bibir dan lidahnya ke kotoran manusia itu.
Perlakuannya berbeda pada setiap siswa.
Setelah insiden tersebut, dua siswa kelas XII itu meminta adik kelasnya itu merahasiakan kejadian tersebut dari pembina dan orangtua.
Siswa kelas VII itu merasa ketakutan dan jijik.
Namun, mereka tidak bisa menolak memakan kotoran manusia dan berbuat banyak selain menangis.
"Setelah makan, kami semua menangis. Terlalu jijik dan bau," kata salah seorang siswa kelas VII yang enggan disebutkan namanya kepada Kompas.com di halaman Seminari BSB, Selasa (25/2/2020) siang.
Siswa itu mengaku terpaksa memakan kotoran manusia yang disodorkan.
Mereka ingin melawan, tetapi takut dengan para kakak kelasnya.
"Kami terima dan pasrah. Jijik sekali, tapi kami tidak bisa melawan," ucapnya.
• Puluhan Siswa Dihukum Makan Kotoran Manusia yang Ditemukan di Lemari, Diancam Untuk Tak Lapor
• Temukan Kotoran Manusia di Lemari, Pembina Paksa Siswa di Maumere Makan Feses Itu
Melihat puluhan siswa itu menangis, kedua pendamping mendesak mereka diam.
Pendamping itu juga mengancam puluhan siswa tersebut tak menceritakan insiden itu kepada orang lain.
Mereka yang berani melapor kepada sekolah dan asrama diancam bakal dihukum lagi.
Takut dengan ancaman itu, para siswa memilih bungkam. Mereka tak menceritakan insiden itu kepada Romo dan juga orangtua masing-masing.
"Sampai hari ini, orangtua saya belum tahu kalau saya disiksa makan kotoran manusia," kata siswa itu.
Ia mengaku, tak sanggup menceritakan insiden itu kepada orang lain.
"Terlalu sadis," katanya dengan suara pelan sembari berlalu dan mengusap air mata.

Kasus itu pun tebrongkar pada Jumat (21/2/2020) ketika ada orangtua siswa yang menyampaikan hal tersebut di dalam grup WhatsApp humas sekolah.
Martinus, salah satu orangtua murid, merasa sangat kecewa terhadap perlakuan pendamping asrama yang menyiksa anak-anak dengan memaksa makan kotoran manusia.
"Menurut saya, pihak sekolah beri tindakan tegas bagi para pelaku. Yang salah ditindak tegas. Bila perlu, dipecat saja," ujar Martinus.
"Saya juga memutuskan untuk pindahkan anak dari sekolah ini. Biar pindah dan mulai dari awal di sekolah lain saja," kata dia.
Martinus mengatakan, secara psikologis, anak-anak yang mendapat perlakuan kotor dari pendamping pasti terganggu jika terus bertahan di sekolah itu.
Pihak Seminar Segala Bangsa menggelar rapat dengan orangtua siswa.
"Terminologi 'makan' yang dipakai oleh beberapa media saat memberitakan peristiwa ini agaknya kurang tepat sebab yang sebenarnya terjadi adalah seorang kakak kelas menyentuhkan sendok yang ada feses pada bibir atau lidah siswa kelas VII," kata Deodatus dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Selasa (25/2/2020).
Deodatus mengatakan pihaknya telah meminta maaf di hadapan orangtua terkait insiden tersebut.
Dua kakak kelas itu pun dikeluarkan dari Seminari Bunda Segala Bangsa.
Pihak Seminari juga mendampingi para siswa kelas Vii untuk pemulihan mental dan menghindari trauma.