Nikmatnya Kuliner Cita Rasa Khas Sunda Buhun di Warung Ayakan Kota Bandung
Kota Bandung dikenal sebagai surganya kuliner bagi para wisatawan domestik maupun mancanegara yang datang berlibur.
Penulis: Cipta Permana | Editor: Dedy Herdiana
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Cipta Permana
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Kota Bandung dikenal sebagai surganya kuliner bagi para wisatawan domestik maupun mancanegara yang datang berlibur.
Berbagai inovasi olahan makanan dengan resep dan identitas unik menjadi daya tarik tersendiri bagi para pecinta kuliner, yang berlibur di kota berjuluk Paris van Java ini.
Satu di antara banyak tempat makan di Kota Kembang yang menyajikan kekhasan resep yang kuat, adalah Warung Ayakan.
Salah satu kekhasan di Warung Ayakan yang berlokasi di di Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung yakni menggunakan bumbu masakan kecombrang.
Kecombrang atau bagi masyarakat Sunda disebut honje merupakan salah satu bumbu masak yang kerap digunakan kaum ibu untuk menambah cita rasa dan harum dari masakan yang diolahnya.
Penggunaan kecombrang ini, berdasarkan informasi yang dihimpun Tribunjabar.id, selain bertujuan melestarikan masakan Sunda, juga sebagai upaya menyaingi berbagai olahan makanan asal luar negeri yang telah menyerbu pasar kuliner di tanah air.
Di Warung Ayakan yang dimiliki oleh lima mojang Bandung yaitu, Senny Bunyamin, Zun Nur Ain Fauzia, Dizi Sasthia Devi, Rosalyna dan Muthia Purnamawati yang menyebut diri sebagai Panca Srikandi Mandiri itu, terdapat beberapa menu yang disajikan dengan olahan resep Sunda buhun yang sangat jarang dijumpai di resto atau kafe yang mengusung kuliner Sunda lain di Kota Bandung, salah satunya Pepes Ikan Tuna Kecombrang dan Teri Kecombrang.
Senny Bunyamin mengatakan, alasan penggunaan kecombrang dalam menu masakan yang disuguhkannya, selain bertujuan menambah cita rasa masakan, tetapi juga membangkitkan kenangan masa lalu, dimana dengan tekstur crunchy dan rasa manis asam yang dimiliki kecombrang sangat digemari oleh masyarakat Sunda asli.
"Kami menyuguhkan masakan yang bukan jarang ditemukan di standar rumahan pada umumnya, karena ini merupakan resep keluarga yang diwariskan secara turun temurun. Seperti halnya, kami memiliki menu sayur lodeh yang menjadi masakan favorit dari Kang Emil (Ridwan Kamil) dan Mang Oded (Oded M. Danial)," ujarnya saat ditemui di Warung Ayakan, Jumat (31/1/2020)
Bahkan, menurutnya kedua pemimpin daerah tersebut kerap memesan dan meminta pihaknya untuk langsung mengantarkan ke kediaman rumah dinas untuk disantap bersama keluarganya masing-masing.
Di tempat yang sama Muthia Purnamawati yang juga salah seorang pendiri Warung Ayakan, menuturkan, mulanya ia berpikir menu-menu yang disajikan hanya akan digemari oleh para orang tua.
Seiring berjalannya waktu, asumsinya pun terbantahkan, karena kini para pembelinya justru hadir dari kalangan milenial.
"Sekarang anak-anak SMA pun kini ada yang datang ke Warung Ayakan, begitu pula dengan anak SMP. Padahal teri ini seperti diketahui jarang disukai anak-anak masa kini," katanya.
Muthia menambahkan mulanya beragam menu masakannya dijual secara online saja, baik melalui facebook, instagram maupun via broadcast WhatsApp.
Tetapi seiring banyaknya permintaan dari para pembelinya, maka dia bekerjasama dengan empat orang teman dekatnya ini untuk memberanikan diri membuka restoran, setelah sebelumnya mengikuti pelatihan di Dinas Koperasi Provinsi Jawa Barat dan Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kota Bandung.
Sementara itu, salah seorang pengunjung Warung Ayakan yang juga Ketua Tim Penggerak PKK Kota Bandung, Siti Muntamah Oded mengatakan, kehadiran masakan khas Sunda perlu kembali dibangkitkan, selain sebagai upaya pelestarian kearifan lokal, tetapi juga mendukung peningkatan ekonomi masyarakat serta pariwisata ke Kota Bandung.

"Dengan munculnya restoran atau tempat makan yang memunculkan masakan khas Sunda, tentu akan menjadi nilai tawar lebih yang menarik bagi para wisatawan yang berkunjung ke Bandung. Tentu hal ini juga harus ditambah dengan berbagai inovasi dan kreatifitas dalam mengolah masakan," ujarnya.
Dikatakannya dalam dunia kuliner tidak terlepas dari peran serta kaum perempuan yang telah menjadi harfiah dalam rumah tangga, bahkan dengan kebutuhan tantangan saat ini, membuat perempuan menjadi lebih aktif dan berdaya.
"Ini memperlihatkan bahwa Kota Bandung terbuka untuk para perempuan berkreasi, dengan ikut mengangkat makanan atau masakan Sunda yang perlu dihits-kan kembali," katanya (Cipta Permana).