Wawancara Eksklusif Juara Sayembara Desain Ibu Kota Negara Sibarani Sofian: Begadang Tiap Malam

Sibarani Sofian, urban designer asal Bogor, besama tim Urban+ menjadi pemenang dalam sayembara desain ibu kota negara (IKN)

Editor: Dedy Herdiana
Construction Plus Asia, Twitter KemenPU
Sofian Sibarani, pembuat konsep Nagara Rimba Nusa 

TRIBUNJABAR.ID -- Sibarani Sofian, urban designer asal Bogor, besama tim Urban+ menjadi pemenang dalam sayembara desain ibu kota negara (IKN).

Konsep Nagara Rimba Nusa yang ditawarkan Sibarani dan timnya menarik perhatian Presiden Joko Widodo.

Ditemui, Senin (23/12) malam, Sibarani menceritakan bagaimana perasaannya memenangi sayembara itu. Sibarani juga berkisah tentang proses kreatif ia dan timnya merancang IKN.

Ternyata Ada Waktu Mustajab, Berdoa di Penghujung Jumat, Kata Rasulullah: Doa Dikabulkan Allah

Jumat Berkah, Ini 5 Amalan Istimewa yang Bisa Dikerjakan di Hari Jumat Agar Selamat Kelak di Akhirat

PERJALANAN Omid Nazari di Persib Bandung yang Kini Merasa Salut dan Sebut Bobotoh Luar Biasa

Magister dari University Of New South Wales Sydney ini mengaku desain yang mereka tawarkan sejatinya terinspirasi dari keberagaman di Indonesia.

Kehidupan perkotaan, kata Sibarani, sejatinya bisa hidup berdampingan dengan alam.

Berikut petikan wawancara khusus Tribunnews dengan Sibarani Sofian:

Arsitek yang juga pendiri Urban+ Sibarani Sofian berbincang mengenai konsep Ibu Kota Negara masa depan saat melakukan sesi wawancara dengan Tribun Network, di Satdion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Senin (23/12/2019). Urban+ yang dipimpin Sibarani Sofian terpilih sebagai pemenang sayembara desain Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Arsitek yang juga pendiri Urban+ Sibarani Sofian berbincang mengenai konsep Ibu Kota Negara masa depan saat melakukan sesi wawancara dengan Tribun Network, di Satdion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Senin (23/12/2019). Urban+ yang dipimpin Sibarani Sofian terpilih sebagai pemenang sayembara desain Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA (TRIBUN/DANY PERMANA)

 Bagaimana reaksi Anda dan tim saat diumumkan sebagai pemenang?

Bangga dan haru ya, karena kami melihatnya mungkin peserta dari Indonesia tidak bisa mengambil unsur keindonesiaannya. Karena yang unik dari kompetisi ini boleh mengambil lokasi di mana pun. Memang dikasih zonasi. Tapi kan lahannya puluhan ribu hektare, sementara area yang kita pakai 2 ribu-3 ribu hektare. Jadi kadang konsepnya bagus, lokasinya salah. Nah kebetulan mungkin kami pas.

 Dari mana Anda mendapatkan ide pertama kali dalam mendesain IKN konsep Nagara Rimba Nusa ini?

Teman-teman arsitek melihat dari segi mikro, teman-teman di lanskap melihat dari segi tatanan bentang alam. Kalau saya harus bisa membaca kelebihan dan kekurangan masing-masing. Inspirasi biasanya datang dari berbagai arah, tapi harus dikoordinasikan. Jadi kami ini adalah tukang masaknyalah istilah sederhannya.

 Apa yang Anda baca soal konsep Nagara Rimba Nusa?

Yang saya baca di IKN ini kan petunjuknya dari Pak Presiden  saat memberikan kami briefing, kota yang smart. Kota yang menjadi kebanggaan bangsa, dan kota yang green dan berkelanjutan, dan harus menjadi istilahnya international standard.

Makanya, salah satu inspirasi dan konteks rencana kami adalah Nagara Rimba Nusa; nagara sebagai perwakilan pemerintah atau daerah di pusat pemerintahan, yaitu yang mau kita ciptakan. Lalu, rimba itu hutan, karena Indonesia itu mau ke mana pun pulaunya pasti ada hutannya, dan hutan itu menyatukan serta menjadikan kita sama.

Jadi tema yang menyatukan kita menurut interpretasi kami adalah bagaimana kami bisa membawa hutan dan kepulauan dalam rancangan kita.

 Ada berapa orang di dalam satu tim Urban+?

Sebetulnya ada 10, dengan latar belakangnya ada saya arsitek kota, ada masterplaner, ada arsitek bangunan, ahli lanskap, ahli lingkungan, ahli transportasi ada dua, ahli infrastruktur ada dua, ahli smart city. Jadi kita menggabungkan berbagai jenis keahlian dan perspektif yang ramai itu akhirnya berkumpul di satu ruangan.

Apa aktivitas mereka ?

Beberapa teman-teman kami itu eks dari perusahaan di Singapura, AECOM. Ada yang masih di situ juga. Saya pernah bekerja disana kurang lebih 10 tahunan. Karena ini kompetisi sifatnya individual bukan company, jadi kami tarik dan rekrut dari waktu pribadi mereka saja, jadi mereka itu ahli-ahli di bidangnya.

Mereka juga sekarang lagi membuka firmanya sendiri. Ada yang masih tetap di perusahaan yang lama. Kita berkolaborasi supaya pemikirannya kaya, karena waktunya singkat, kita hanya punya waktu 6 minggu, dan itu luar biasa.

 Berapa lama Anda mengerjakan desain atau rancangan sebuah kota?

Tiga sampai empat bulan ya biasanya, tidak ampai dua bulan ini, tetapi saya akui tidak mudah makanya agak tricky buat teman-teman yang lain juga untuk mengerjakan ini, tapi karena kebetulan saya waktu itu di kantor Hong Kong dan Singapura itu saya mengepalai divisi perencaan, di mana pada saat kompetisi ya memang tidak ada kompetisi yang tiga bulan.

Kompetisi ya sekitar tiga minggu, jadi kompetisi itu istilahnya difast track, otaknya diperas lebih cepat. Waktunya dibuat lebih challenging, dan kita dipaksa bekerja lebih keras saja.

Kebetulan, kami cukup terlatih untuk mengerjakan kompetisi, dan format perusahaan yang dulu saya bekerja itu memang formatnya multidisiplinary.

 Siapa yang berperan paling krusial dalam desain IKN Nagara Rimba Nusa ini?

Memang kapasitas untuk melihat dari kejauhan untuk melihat ahli transpor bicara apa, infra ngomong apa, overspace bicara apa, karena biasanya setiap speasialis itu melihatnya kacamata kuda, karena di sekolahnya seperti itu.

Mungkin urban designer jadi salah satu yang quality yang memang harus membaca semua bidang yang jadi istilahnya dirigennya begitu, mengomandokan dan mengokestrasi itu adalah urban designer, karena kita yang akan bisa melihat kalau ini dicampur dengan ini jadinya ini.

Jadi ya mungkin dalam hal ini saya dan satu orang lagi rekan saya namanya Arjuna juga sama-sama urban designer.

 Sebelumnya apakah Anda sempat ke sana untuk observasi begitu?

Saya sudah sempat lihat daerah Balikpapan dan Samarinda. Rekan saya kemudian yang mengikuti survei. Diundang ya, ada sekitar 80 peserta yang mendaftar.Jadi mereka dikasih kesempatan untuk melihat ke lokasi. Jalan ke sana menggunakan boat, kemudian naik mobil, lalu kita lihat-lihat ke bukit dan sebagainya. Dari hasil pemantauan teman-teman saya ini  bilang, yang ini bagus yang itu bagus juga.

 Apakah perjalanan ke sana juga lewat udara?

Tidak, kita lewat darat

 Berapa lama di sana?

Di sana satu hari semua ya, sempat dari pagi, kemudian datang sore lalu sampai satu hari besoknya pulang.

 Apakah yang Anda buat ini dijamin akan diekskusi oleh pemerintah?

Sebetulnya kan tidak berarti langsung ya. Kalau  dari statement Pak Menteri PUPR Basuki Hadimuljono tidak berarti ini langsung serta merta dipakai. Kita akan berkolaborasi dengan dua pemenang yang lain. Kami juga harus mendengar berbagai masukan dari kementerian, mungkin bahkan ada kementerian yang lain yaitu Bapennas yang melakukan studi paralel. Tidak menutup kemungkinan lokasinya masih harus dilihat lagi.

Pasti akan ada masukan dari berbagai pihak, tapi tentunya kita cari daerah yang aman kita cari daerah yang strategis dan implementasinya harus pragmatis.

Tim Anda kan pemenangnya, apakah nanti akan dilibatkan?

Saya belum berani bilang, karena jujur saya tidak tahu ya. Nanti akan dibriefing tanggal 27 Desember 2019. Harapannya tentu kami ingin sustainable, tapi ya saya belum mendengar langkah konkretnya seperti apa.

 Sebelum mendesain IKN ini, Anda pernah menggarap proyek apa saja?

Ada beberapa pengalaman di luar negeri.  Pertama itu River of Life di Kuala Lumpur. Jadi saya tidak hanya bikin kota ribuan hektare, tapi juga membuat sungai. Itu tahun 2009. Konsepnya sama juga soal lingkungan.

Kedua, saya mengerjakan masterplan untuk CBD dari Singapore Marina Bay, itu salah satu masterplan yang memang Singapura sudang canggih ya, jadi mereka tidak hanya ingin bikin kota yang biasa begitu, tapi mau kota yang hemat energi.

 Adakah proyek yang Anda kerjakan di Indonesia?

Kalau di Indonesia, terus terang permintaan untuk memgerjakan hal-hal yang kompleks tidak terlalu banyak. Salah satu yang kami lakukan adalah Ancol, Ecopark, yang dulunya tidak produktif sekarang bisa dipakai untuk publik.

Kemudian saya juga membantu masterplan BSD, termasuk sekitar Aeon. Akhir-akhir ini saya mengerjakan pedestrian ya, di Blok M Melawai, itu pedestrian prototipe pertama di Jakarta. Kemudian kami mengerjakan pedestrian di Lapangan Banteng, Masjid Istiqlal, Wahid Hasyim, dan Kyai Tapa.

 Selama ikut kompetisi ini, biaya dari tim Anda sudah keluar berapa?

Enggak tahu ya karena itu di kantor saya, di kantor saya ada 30 orang, sekitar 10 orang bekerja di situ, dan enggak tahu mereka bagaimana, karena kan kalau di kantor arsitek itu kan bukan jam yang dikunyah, tapi hasilnya, dan jam terbang juga. Jadi billing rate yang sudah pengalaman 20 tahun berbeda dengan yang 5 tahun, karena satu jam bekerja, satunya lima jam.

Yang paling mahal adalah idenya, kalau kita lihat biaya absolutnya sih lebih rendah, tapi biaya intelektualnya yang lebih tinggi. Jadi arsitektur itu kan teknik dan seni, jadi sulit sekali mengukur berapa harganya dan biayanya.

Harapannya, kami terus  bisa berkontribusi dan pemerintah mempunyai ketertarikan dan pintunya selalu terbuka, karena ini kan istilahnya orang di luar pemerintahan yang diperbolehkan memberikan konteibusi kepada pemerintahan.

Hadiah Rp 2 miliar itu akan Anda dan tim gunakan untuk apa saja?

Sebetulnya kami timnya besar, dan biaya bikin maket, dan animasi ya itu ada biaya dan tentunya kami harus membiayakan itu dalam hadiah ini. Kami juga mengantisipasi karena ke depannya masih ada perbaikan ya.Bukan sekali ini kami mengikuti kompetisi ini, teman-teman arsitek sudah tahu kalau kompetisi biasanya ada perbaikan-perbaikan. Jadi tidak kami foya-foyakan semuanyalah.

Kami juga kan bekerja keras, teman-teman begadang hampir setiap malam. Setiap malam, kami mengerjakan animasi. Intinya kami akan bagi-bagi dulu, karena ada beberapa orang  di tim. Masing-masing berapa, kemudian dipotong biaya, sisanya masuk biaya kantor kami. (tribunjabar.id/arief permadi - tribun network/reza deni)

--------------  Artikel ini telah dimuat di koran Tribun Jabar edisi  Jumat 27 Desember 2019 -----------

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved