Tak Dibayar Sepeser pun, Abah Oding Jaga Mata Air Kaki Gunung Burangrang di Purwakarta Sendirian
Sebuah sumber mata air di kaki Gunung Burangrang, Desa Sekambang, Kampung Cisair, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, dijaga oleh seorang pria b
Penulis: Ery Chandra | Editor: Theofilus Richard
Laporan wartawan Tribun Jabar, Ery Chandra
TRIBUNJABAR.ID, PURWAKARTA - Sebuah sumber mata air di kaki Gunung Burangrang, Desa Sekambang, Kampung Cisair, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, dijaga oleh seorang pria bernama Umuluddin (60).
Ketika Tribun Jabar mengunjungi, terlihat mata air mengalir deras di antara celah batu-batu di kaki Gunung Burangrang.
Umuluddin tampak membuang daun-daun kering dan ranting dari sekitar mata air itu. Sesekali dia, memperhatikan riak air yang mengalir.
Untuk menuju lokasi tersebut, pengunjung harus melewati permukiman warga Desa Sekambang, sawah, pepohonan bambu, dan hutan.
Dari desa menuju mata air tersebut dapat ditempuh lima menit menggunakan kendaraan atau 30 menit dengan berjalan kaki.
"Biar nyaman dilihat nih. Di sini masih banyak mata airnya. Di antaranya mata air Cipondoh, Cimenteng, Ciputat, Cibulakan, Cipondoh dan lainnya," ujar Umuluddin (60), disumber mata air, Kabupaten Purwakarta, Jumat (13/12/2019).
• Jokowi Apresiasi Pemprov Jabar Sulap Isuzu Traga Jadi Maskara Mobil Aspirasi Kampung Juara

Pria yang akrab disapa Abah Oding ini, bercerita bahwa mata air itu sudah ada sejak dirinya masih kecil.
"Masih ingat dulu kami mandi bersama teman-teman di mata air," katanya.
Berjalannya waktu, di pertengahan tahun 2000, muncul sejumlah orang tak bertanggungjawab menebang pohon dan mengeruk tanah untuk kepentingan pribadi dan diperjualbelikan.
Hal itu membuatnya terganggu dan muncul niat untuk menjaga sumber mata air itu.
Sejak saat itu hingga kini dia memutuskan untuk terus aktif menjaga sumber mata air.
"Akhirnya abah inisatif menjaganya, tanpa diupah oleh siapapun. Karena air ini kebutuhan orang banyak. Kalau mata air sampai terputus kasihan warga desa-desa. Makanya abah pasang badan sendiri saat itu menjaga mata air termasuk lingkungan juga," ujarnya.
• Seks Bebas, Pernikahan Dini, dan Narkoba 3 Masalah Utama Remaja, Ini Kata Atalia Ridwan Kamil
Menurutnya, sumber mata air itu berasal dari pepohonan. Sehingga, apabila makin banyak pohon yang ditebang, maka mata air akan lenyap dari gunung setinggi 2.064 meter itu.
"Waktu itu banyak pohon semisal jenis puspa, pohon ki harupat, saninten, dan lainnya ditebang. Tapi saat itu pelan-pelan melalui omongan, abah sampaikan itu bisa merusak lingkungan," katanya.
Dia selalu mengatakan kepada orang-orang bahwa siapapun yang mengganggu sumber mata air dan lingkungan di sekitarnya dapat diproses secara hukum.
Hal itu, katanya, membuat banyak orang takut, meski tak sedikit yang menganggapnya aneh.
"Kalau hutan lestari, maka mata air subur. Kalau pohon-pohon di gunung gundul enggak mungkin ada mata air. Mata air ada dari pohon-pohon yang menampung," ujarnya.
• Cara Membuat Kartu Ucapan Hari Natal Sendiri, Bikinlah Desain Sesuai Keinginanmu
Kemudian, ia merangkul warga setempat yang peduli untuk menanam kembali ratusan bibit pohon di lahan yang telah gundul.
Bibit pohon yang ditanam adalah bibit pohon jenis belendung.
Aksi itu, katanya, demi kelangsungan hidup berbagai jenis tanaman hingga binatang yang tinggal di hutan Gunung Burangrang.
"Berbagai jenis tanaman di sana, ada juga binatang owa, lutung, babi hutan, kancil, burung rangkong, macan, dan lainnya agar bisa hidup," katanya.
Selain dapat membuat lingkungan asri, menurut Abah Oding, ia percaya bahwa mata air yang diapit bebatuan dapat dijadikan obat karena kondisinya yang masih alami.
Sehari-hari, Abah Oding tak punya pekerjaan tetap untuk menghidupi keluarganya. Ia pernah menjual benih pohon, menjadi buruh tani di lahan padi, hingga menjual kerajinan atap ijuk hasil buatan warga sekitar.
"Terpenting agar asap di dapur bisa terus ngebul. Menjaga mata air tetap berjalan," ujar ayah yang dikaruniai 8 anak dan 4 orang cucu ini.
• DPRD Jabar Dorong Pemanfaatan Teknologi Digital untuk Tingkatkan Perekonomian