Begini Sejarah Kayu Mati Buyut Perbatang di Situs Pangeran Mancur Jaya Desa Kertawinangun Cirebon

Ritual itu digelar setiap tahunnya pada 19 Rabiul Awal atau sepekan setelah panjang jimat di Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman.

Penulis: Ahmad Imam Baehaqi | Editor: Theofilus Richard
Tribun Jabar/Ahmad Imam Baehaqi
Sejumlah warga saat menyaksikan ritual memandikan dan mengganti kain kafan kayu mati Buyut Perbatang di Situs Balong Keramat Pangeran Mancur Jaya di Desa Kertawinangun, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon, Senin (18/11/2019). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ahmad Imam Baehaqi

TRIBUNJABAR.ID, CIREBON - Puluhan warga tampak mengikuti ritual memandikan dan mengganti kain kafan kayu mati Buyut Perbatang di Situs Balong Keramat Pangeran Mancur Jaya di Desa Kertawinangun, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon, Senin (18/11/2019).

Tradisi itu merupakan puncak peringatan rangkaian Maulid Nabi Muhammad SAW di Desa Kertawinangun.

Ritual itu digelar setiap tahunnya pada 19 Rabiul Awal atau sepekan setelah panjang jimat di Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman.

Menurut Juru Kunci Situs Balong Keramat Pangeran Mancur Jaya, Raden Suparja, kayu mati Buyut Perbatang mempunyai sejarah panjang.

"Kayu keramat itu ditemukan Pangeran Mancur Jaya di tempat ini," ujar Raden Suparja saat ditemui usai ritual tersebut.

Empat Tersangka Pidana Pajak Diserahkan ke Kejati Jabar oleh Kanwil DJP Jabar I

Ia mengatakan, Pangeran Mancur Jaya merupakan seorang tokoh pada era Kasultanan Cirebon.

Cerita penemuan kayu itu dimulai saat Cirebon dilanda kemarau panjang yang mengakibatkan kekeringan.

Pangeran Mancur Jaya mendapat perintah dari Sultan Cirebon pada masa itu untuk mencari sumber mata air.

Selanjutnya Pangeran Mancur Jaya pun berkelana ke arah barat Keraton Cirebon dan sampai di kawasan hutan belantara yang kini menjadi wilayah Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon.

Sejumlah warga saat menyaksikan ritual memandikan dan mengganti kain kafan kayu mati Buyut Perbatang di Situs Balong Keramat Pangeran Mancur Jaya di Desa Kertawinangun, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon, Senin (18/11/2019).
Sejumlah warga saat menyaksikan ritual memandikan dan mengganti kain kafan kayu mati Buyut Perbatang di Situs Balong Keramat Pangeran Mancur Jaya di Desa Kertawinangun, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon, Senin (18/11/2019). (Tribun Jabar/Ahmad Imam Baehaqi)

"Pangeran Mancur Jaya beristirahat dan menemukan batang kayu yang tampak hidup," kata Raden Suparja.

Rupanya kayu itu pernah menjadi tempat duduk Pangeran Walangsungsang, pendiri Cirebon, saat bertapa di kawasan itu.

Menurut dia, Pangeran Mancur Jaya pun mengambil dan menghentakkan kayu tersebut ke tanah.

Tiba-tiba memancarlah air dari sela-sela tanah yang dihentak oleh kayu tersebut.

Benturan kayu dengan tanah yang menimbulkan bunyi "tuk" sehingga tempat ditemukannya kayu itu dinamakan Desa Tuk yang saat ini masuk wilayah Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon.

Harga dan Spesifikasi Asus Zenfone 6, Andalkan Kamera Lipat dan Baterai Kuat

"Tapi karena pemekaran wilayah beberapa tahun lalu tempat ditemukannya kayu itu menjadi Desa Kertawinangun, bukan Desa Tuk lagi," ujar Raden Suparja.

Diketahui Desa Kertawinangun merupakan pemekaran dari Desa Tuk yang dibagi menjadi dua wilayah, yakni Desa Kertawinangun dan Desa Tuk yang letaknya bersebelahan.

Suparja mengatakan, usai menemukan sumber mata air itu Pangeran Mancur Jaya kembali menghadap Sultan Cirebon dan melaporkan penemuan itu.

Tempat ditemukannya mata air itupun dibangun pedukuhan yang kini menjadi Desa Tuk yang penamaannya diambil dari bunyi yang ditimbulkan kayu saat membentur tanah.

"Mata air itu dibangun kolam agar masyarakat lebih mudah mengambil airnya dan kolamnya sekarang menjadi situs ini," kata Raden Suparja.

Gagal Bawa Timmnya, Satu Pelatih Asing di Liga 2 2019 Ini Pasrah Tunggu Keputusan Manajemen

Hingga kini, mata air yang ditemukan di Pangeran Mancur Jaya itu pun dipercaya tidak pernah surut.

Menurut Suparja, Pangeran Mancur Jaya menemukan kayu yang kini diberi nama kayu mati Buyut Perbatang itu pada 19 Rabiul Awal pukul 09.00 pagi.

Karenanya, ritual pencucian dan penggantian kain kafan kayu tersebut dilakukan setiap 19 Rabiul Awal pukul 09.00 WIB, sesuai waktu ditemukannya dahulu.

Masyarakat sekitar juga percaya kayu tersebut hidup seperti mahluk hidup pada umumnya dan panjang kayu juga berubah-ubah setiap tahunnya.

"Panjangnya itu kira-kira dua meteran, tapi kadang-kadang terlihat lebih panjang lagi," ujar Raden Suparja.

Mantan Pemain Chelsea Ini Sebut Eden Hazard Pemalas, Beda dengan Frank Lampard

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved