Mesin Parkir di Kota Bandung Gagal Total, Target Rp 72 Miliar Baru Rp 8 Miliar, Harus Dievaluasi

Anggota Komisi B DPRD Kota Bandung, Uung Tanuwidjaja, mempertanyakan realisasi pencapaian

Penulis: Cipta Permana | Editor: Ichsan
tribunjabar/cipta permana
Seorang pejalan kaki melewati mesin parkir di sisi pertokoan di Jalan Cianjur, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Sabtu (15/11/2019). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Cipta Permana

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Anggota Komisi B DPRD Kota Bandung, Uung Tanuwidjaja, mempertanyakan realisasi pencapaian pendapatan retribusi parkir tahun 2019.

Dimana, dari target Rp 72 miliar yang dicanangkan Pemerintah Kota Bandung, hingga saat ini baru mencapai Rp 8 miliar atau hanya 11 persen.

“Masih sangat jauh dari target yang dicanangkan oleh Pemkot ya, tentunya banyak faktor kenapa target itu bisa tidak tercapai, apakah teknis ataupun non teknis. Tapi yang jelas kondisi saat ini meleset dari begitu banyak hal yang dijanjikan melalui hasil kajian dulu," ujarnya saat ditemui di Gedung DPRD Kota Bandung, Jalan Sukabumi, Bandung. Sabtu (16/11/2019).

Menurutnya, jika hasil kajian yang dibuat objektif, seharusnya 70 persen dari target yang dicanangkan itu bisa tercapai. Oleh karena itu, Pemkot Bandung dan DPRD Kota Bandung perlu duduk bersama untuk membahas masalah tersebut.

“Kita sama-sama bahas, apakah kita akan menggeser target di tahun berikutnya atau bagaimana. Karena saya yakin hasil kajian tidak mungkin dibuat asal-asalan,” ucapnya.

Awal Musim Hujan di Tasikmalaya Diperkirakan Pertengahan Bulan Ini, Wali Kota Bilang Begini

Saat disinggung, belum optimalnya mesin parkir menjadi salah satu penyebab tidak tercapainya target pendapatan retribusi parkir, dirinya tidak menepis mengenai hal tersebut.

Justru, lanjutnya, bila dibandingkan dengan kondisi di Jakarta dan Palembang, pengoperasian mesin parkir di Bandung seolah berjalan stagnan. Bahkan, dia menyebut, jika biaya pemeliharaan jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi pendapatan yang dihasilkan oleh mesin parkir.

“Saya kira pengadaan mesin parkir terlalu terburu-buru. Seharusnya disesuaikan dahulu dengan kemampuan kita mengoperasikannya, apakah jukir (juru parkir) yang ada saat ini di Kota Bandung, semua sudah bisa mengoperasikannya atau belum, dan juga bagaimana sistem setorannya ke Pemerintah,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi Nasional Demokrat DPRD Kota Bandung tersebut.

Oleh karena itu, masalah belum optimalnya mesin parkir menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari Dinas Perhubungan Kota Bandung.

Pasalnya, mereka yang mengoperasikan petugas, operator, dan mesin parkir, serta melakukan sosialisasi di masyarakat. Sehingga masyarakat pun harus didorong untuk tidak membayar secara manual di lokasi yang terdapat mesin parkir.

Putri Maruf Amin Blak-blakan Alasannya Terjun ke Politik, Mundur dari PNS Maju di Pilkada Tangsel

“Sosialisasi mesin parkir harus masif. Saya yakin banyak masyarakat yang belum mengetahui cara menggunakan mesin parkir,” ucapnya.

Hal senada disampaikan oleh Anggota Komisi B DPRD Kota Bandung lainnya, Andri Rusmana, menurutnya, selain pembenahan mekanisme operasional mesin parkir dengan mengefektifkan titik- titik yang berpeluang memberikan potensi besar pendapatan.

Tetapi juga, Dishub Kota Bandung, harus mampu melakukan penertiban parkir liar yang selama ini menjadi salah satu faktor menurunnya pendapatan asli daerah Pemerintah Kota Bandung dari sektor parkir.

"Tentunya, Pemkot Bandung dalam hal ini Dishub harus melakukan pembenahan serius terhadap sistem perparkiran, sehingga pendapatan retribusi bisa lebih optimal di capai, misalnya mengevaluasi keberadaan mesin parkir yang belum memberi dampak terhadap pendapatan retribusi parkir di Kota Bandung," ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon. Sabtu (15/11/2019).

Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan Kota Bandung Ricky Gustiadi mengaku, target pendapatan retribusi parkir sangat sulit dicapai tahun ini. Belum optimalnya keberadaan mesin parkir menjadi salah satu penyebabnya.

Dishub Kota Bandung juga bakal mengkaji ulang mesin parkir di sejumlah titik, seperti di Jalan Tamansari, Setiabudi, dan lokasi lainnya. Pasalnya, keberadaan mesin parkir di sejumlah ruas jalan tersebut dinilai tidak efektif.

"Target kita Rp 72 miliar per tahun, posisi sekarang baru Rp 8 miliar. Target itu berat, karena memang mesin (parkir) itu pengoptimalan tidak mudah," ujar Ricky saat ditemui di Balai Kota Bandung, Rabu (13/11/2019).

Menurutnya, dari ratusan mesin parkir, ada beberapa lokasi yang memang perlu dikaji ulang. Seperti di Jalan Tamansari, Setiabudi, dan beberapa lokasi lainnya. Keberadaan mesin parkir di sejumlah ruas jalan itu tidak efektif. 

Rekomendasi Wisata Akhir Pekan, Mengunjungi Pantai Bernuansa Romantis & Nikmati Sunset Bareng Si Doi

"Selain itu, kesadaran masyarakat menggunakan pembayaran tarif parkir nontunai juga masih harus ditingkatkan," ucapnya.

Oleh sebab itu, dirinya mengaku telah menyiapkan berbagai langkah demi mendongkrak pendapatan retribusi parkir, khususnya pada Tahun 2020. Salah satunya mengubah lembaga dari UPT parkir menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). 

Dengan diubahnya bentuk lembaganya, pengelolaan parkir khususnya yang di jalan bisa lebih optimal. Pihaknya juga akan menyiapkan sumber daya manusia yang lebih profesional. 

"Kedepan, kami akan ubah lembaganya dari UPT jadi BLUD. Selain itu menambah SDM yang profesional. Kami juga akan lakukan penegakan hukum bagi pelanggar," ucapnya. 

Melalui langkah yang telah disiapkan tersebut, dirinya optimis akan memberikan dampak positif pada pendapatan retribusi parkir bisa lebih maksimal di tahun depan

"Tahun depan targetnya juga masih Rp 72 miliar. Tapi kami optimistis dengan upaya itu, bisa tercapai," katanya

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved