Tembang Jawa yang Dinyanyikan Sebelum Soeharto Meninggal, Dilantunkan Tutut Sambil Memutar Tasbih
Menurut anak sulung Soeharto, Siti Hardijanti Rukamana atau yang disapa Tutut itu tembang tersebut biasa dinyanyikan masyarakat Jawa.
Penulis: Fidya Alifa Puspafirdausi | Editor: Widia Lestari
TRIBUNJABAR.ID - Saat Soeharto terbaring di rumah sakit, ada tembang yang kerap dinyanyikan untuknya.
Tembang itu berjudul 'Kulo Nyuwun Ngapuro (Astaghfirulloh)'.
Menurut anak sulung Soeharto, Siti Hardijanti Rukamana atau yang disapa Tutut itu tembang tersebut biasa dinyanyikan masyarakat Jawa.
Selama Soeharto sakit, Tutut kerap melantunkan tembang itu setiap hari.
Sambil melantunkan tembang itu, Tutut memutar tasbih.
Soeharto yang mendengar tembang itu merepons meskipun tengah sakit parah.
Hingga akhirnya pada 27 Januari 2008, Soeharto menghembuskan napas terakhirnya.
Bukan tanpa sebab Tutut melantunkan tembang Jawa tersebut.
Semasa kecilnya, Tutut dan anak-anak Seoharto kerap mendengar lagu itu.
Tutut dan adik-adiknya dipanggil Soeharto sewaktu sore hari.
Saat itu, Tutut masih duduk di sekolah dasar.
Sepulang dari kantor dan salat Ashar, Soeharto mengajak anak-anaknya kumpul di teras rumah.
"Waktu bapak masih dinas di Semarang itu, saya sama adik saya, Sigit sering mendengarkan cerita-cerita dari Bapak. Sedangkan Bambang masih kecil waktu itu," tulis Tutut dalam www.tututsoeharto.id.

Sambil menikmati secangkir teh, Tutut mendengarkan nasihat yang diberikan Soeharto.
Nasihat yang diberikan Soeharto terkadang berupa tembang.
Salah satu tembang yang dinyanyikan adalah 'Kulo Nyuwun Ngapuro (Astaghfirulloh)'.
Menurut Tutut, tembang itu merupakan bentuk istighfarnya masyarakat Jawa.
Tembang itu mengingatkan manusia terhadap dosa yang telah diperbuat.
Manusia pun diminta untuk memohon ampun dan bertaubat.
Berikut liriknya
Allah Allah
Kulo Nyuwun Ngapuro
Sekatahing doso kulo
Doso ingkang alit
Kalawan ingkang Ageng
Mboten Wonten
Ingkang saget ngapuro
Liyane kang Moho Agung
Iya Iku
Allah Asmane
• Didit Hediprasetyo, Anak Prabowo dan Titiek Soeharto Bukan Orang Sembarangan, Kelasnya Internasional
• Ini Sosok Anak Wiranto Amalia Sianti, Pernah Dijodohkan dengan Cucu Soeharto, Dulu Jadi Anggota MPR
Terjemahan dalam Bahasa Indonesia
Allah Allah
Kami mohon ampunan
Atas semua dosa kami
Dosa yang kecil
Maupun yang besar
Tak ada yang
Memberikan ampunan
Kecuali yang Maha Agung
Iya itu
Allahu Akbar
Pesan Terakhir Sebelum Meninggal
Anak sulung Soeharto, Siti Hardiyanti Hastuti atau Tutut menjelaskan kenangannya bersama sang ayah sebelum presiden kedua Indonesia itu tutup usia.
Seperti yang diketahui, suami Tien Soeharto itu meninggal pada 27 Januari 2008 pukul 13.10.
Melalui tututsoeharto.id, Tutut Soeharto mengatakan sang ayah masih sempat merayakan ulang tahunnya.
Pada 25 Januari 2008, Soeharto ingin makan pizza. Dua anak perempuannya, Titiek dan Mamiek Soeharto mencari pizza.
Setelah pizza berhasil dibeli, Soeharto tiba-tiba menyanyikan lagu yang biasa dinyanyikan saat ulang tahun.
Ya, Soeharto menyanyikan lagu itu untuk Tutut yang berulang tahun pada 23 Januari.
Soeharto lahap memakan satu potong pizza.
Momen bahagia itu pun berhasil diabadikan di handphone yang dibawa Titiek.
"Bila malam itu Titiek tidak membawa HP-nya, mungkin kami tidak punya kenangan terakhir dengan bapak yang dapat kami abadikan," tulis Tutut.

Setelah merayakan ulang tahun, Soeharto bangun untuk salat Tahajud.
Kebiasaan salat Tahajud sudah dilakukan Soeharto bertahun-tahun yang lalu.
Saat akan salat Tahajud, Soeharto meminta kasurnya diputar agar menghadap kiblat.
Padahal dokter menyampaikan tidak apa-apa tak menghadap kiblat bila sedang sakit.
Namun, Soeharto kukuh meminta kasurnya diputar agar salat Tahajud menghadap kiblat.
"Saya mau menghadap kiblat."
Untuk memenuhi keinginan ayahnya, Sigit Harjojudanto memutarkan kasur Soeharto agar menghadap kiblat.
Satu hari sebelum meninggal, Soeharto berpesan kepada Tutut.
Ia meminta Tutut mendekat ke arahnya.
"Bapak mau bicara. Dengarkan baik-baik," ucapnya lirih.

Saat itu Tutut masih bingung akan permintaan Soeharto.
"Bapak sudah tidak kuat lagi. Bapak ingin menyusul ibumu," kata Soeharto.
Mendengar ucapan Soeharto, Tutut merinding. Ia optimis sang ayah dapat sembuh kembali.
Tak sampai di situ, Soeharto berpesan agar Tutut menjaga kerukunan Keluarga Cendana.
"Kamu dengarkan, wuk. Kamu anak bapak yang paling besar, sepeninggal bapak nanti, tetap jaga kerukunan kamu dengan adik-adikmu, cucu-cucu bapak dan saudara-saudara semua.
Kerukunan itu akan membawa ketenangan dalam hubungan persaudaraan, dan akan memperkuat kehidupan keluarga. Selain itu Allah menyukai kerukunan.
Ingat pesan bapak... tetap sabar dan jangan dendam. Allah tidak sare (tidur)," kata Soeharto.
Tak kuasa menahan air matanya, Tutut menangis.
Soeharto memegang tangan Tutut sambil berucap, "jangan sedih, semua manusia pasti akan kembali kepada-nya. Tinggal waktunya berbeda. Bapak tidak akan hidup selamanya. Kamu harus ikhlas, Insya Allah kita akan bertemu suatu saat nanti, di alam lain.

Dekatlah dan bersenderlah selalu kalian semua hanya kepada Allah. Karena hanya Dia yang pasti bisa membawa kita ke surga. Doakan bapak dan ibumu."
Air mata Tutut semakin tak terbendung. Ia hanya bisa terdiam takut.
Soeharto juga berpesan untuk tetap membantu masyarakat.
Tutut memeluk Soeharto erat-erat lalu mencium tangannya.
Karena Soeharto mengatakan lelah dan ingin istirahat, Tutut membetulkan posisi selimut ayahnya.
Dalam hati Tutut berdoa, "Ya Allah, beri saya kekuatan dan kemudahan untuk melaksanakan keinginan bapak, amin."
Sore harinya, kesehatan Soeharto semakin menurun.
Pada malam harinya, kondisi Soeharto belum juga membaik justru semakin menurun.
Ketika ditanya bagian mana yang sakit, Soeharto hanya menggelengkan kepala.
Ketika subuh menjelang, Tutut dan Mamiek dibangunkan dari tidurnya.

Suster mengatakan Soeharto dalam keadaan kritis.
Saat sampai di ruang rawat, Soeharto sudah ditemani Sigit.
Wajahnya tampak damai tidak terlihat tanda kesakitan. Matanya tertutup rapat.
Tutut memutuskan memanggil semua keluarga. Sesampainya di ruang rawat, satu per satu anggota keuarga mencium tangan Soeharto.
Anak-anak Soeharto membisikkan kalimat istigfar dan tasbih di telinga ayahnya.
Sampai ketika Soeharto menghembuskan napas terkahirnya, wajahnya tidak tampat rasa sakit.