Apa Itu Omnibus Law, Konsep Produk Hukum yang Diinginkan Presiden Jokowi

Hal tersebut diutarakan Yasonna seusai melakukan prosesi serah terima (sertijab) dengan Pelaksana Tugas (Plt) Menkumham Tjahjo Kumolo.

Editor: Ravianto
Grid.ID/ Asri Sulistyowati
Presiden Jokowi di Pura Mangkunegaran Solo, Jawa Tengah, pada Rabu (2/10/2019) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengungkapkan mengenai keinginan membuat sebuah konsep hukum perundang-undangan yang disebut Omnibus Law.

Hal ini disampaikan Jokowi pada saat membacakan pidato pertama setelah dilantik di gedung DPR/MPR, pada Minggu (20/10/2019).

Apa yang dimaksud Omnibus Law?

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Muslim Indonesia Makassar, Fahri Bachmid, mengatakan Omnibus Law merupakan suatu konsep produk hukum yang berfungsi mengonsolidir berbagai tema, materi, subjek dan peraturan perundang-undangan pada setiap sektor yang berbeda untuk menjadi satu produk hukum besar dan holistik.

Menurut dia, konsekuensi yuridis berupa membatalkan beberapa aturan hasil pengabungan/kompilasi serta substansi materi dinyatakan tidak berlaku lagi, baik sebagaian maupun keseluruhan dari materi muatan undang-undang itu.

“Konsep Omnibus Law pemerintah harus didukung dalam rangka penataan sistem hukum dan pembangunan hukum yang konstruktif dan sejalan dengan prinsip konstitusionalisme,” kata dia, kepada wartawan, Kamis (24/10/2019).

Di beberapa kesempatan, Presiden Joko Widodo menekankan akan mengubah kebijakan yang dirasa menghambat masuknya investasi asing. Setidaknya ada 74 undang-undang yang akan direvisi untuk memudahkan dunia usaha dalam menanamkan modal di Indonesia.

Fahri mencermati berbagai problem hiper regulasi ditanah air, terlepas dari 74 undang-undang penghambat investasi dengan kata lain, Omnibus Law dengan amandemen pasar di 74 UU sektoral.

Upaya itu, kata dia, dapat dipandang tidak holistik jika penataan regulasi hanya disasar perundang-undangan disektor ekonomi saja. Tetapi, dia menilai, ideal jika rencana penataan serta konsolidasi hukum dengan konsep Omnibus Law ini dapat di desain untuk suatu proyeksi penataan hukum nasional

"Secara keseluruhan dengan membentuk lembaga khusus pusat legislasi nasional, sebagaimana pernah dijanjikan Jokowi saat penyampaian visi-misi beliau pada saat debat Capres,” ujarnya.

Melalui instrumen Omnibus Law yang merupakan Beleid penggabungan dan konsolidasi sejumlah peraturan menjadi satu UU sebagai payung hukum baru tersebut, kata dia, pemerintah bisa membangun suatu sistem yang dapat menata ulang perundang-undangan di Indonesia yang lebih akuntabel dan kredibel.

Melalui instrumen Omnibus Law, dia menambahkan, diharapkan pemerintah tidak hanya terfokus di sektor investasi dan pajak semata, melainkan menyisir pada semua bidang seperti HAM, sistem Pemilu, dan lingkungan hidup dan lain-lain.

Sebab, dia menegaskan konsep bernegara bukan hanya untuk investasi, tetapi membangun kesejahteraan dan keadilan bagi semua,termasuk sistem demokrasi dan pendidikan secara keseluruhan.

“Mekanisme Omnibus Law pernah dilakukan Irlandia untuk perampingan peraturan perundangan yang dilakukan hanya lewat satu UU Omnibus Law dan dapat menghapus sekitar 3.225 UU. Irlandia dianggap sebagai rekor dunia capaian terbesar dalam praktek Omnibus Law," tambahnya.

Tugas untuk Yasonna Laoly

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengaku diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera menyelesaikan Undang-Undang Omnibus Law.

Hal tersebut diutarakan Yasonna seusai melakukan prosesi serah terima (sertijab) dengan Pelaksana Tugas (Plt) Menkumham Tjahjo Kumolo.

Kata Yasonna Laoly, omnibus law berguna mendatangkan pertumbuhan ekonomi dan memangkas berbelitnya birokrasi untuk investasi di Indonesia.

Omnibus law sendiri, lanjut dia, dapat menyederhanakan Undang-Undang yang menghambat laju investasi.

Jokowi sempat menuturkannya dalam pidato pertama selepas dilantik menjadi presiden RI 2019-2024 pada Minggu 20 Oktober 2019.

Setelah melalui proses serah terima jabatan (sertijab) dengan Pelaksana Tugas (Plt) Tjahjo Kumolo, Yasonna Laoly resmi kembali menjabat sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham)
Setelah melalui proses serah terima jabatan (sertijab) dengan Pelaksana Tugas (Plt) Tjahjo Kumolo, Yasonna Laoly resmi kembali menjabat sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)

"Ada beberapa titipan dari bapak presiden kepada saya pada waktu wawancara kemarin. Fokus bagi pembangunan sumber daya manusia dalam rangka penyelesaian Undang-undang omnibus law," ujar Yasonna dalam sambutan sertijab di Gedung Kemenkumham, Jakarta Selatan, Rabu (23/10/2019).

Dalam mencapai tujuan yang diinginkan Jokowi itu, pria asal Nias, Sumatera Utara ini telah memanggil pejabat eselon I untuk memberi arahan agar bekerja lebih keras lagi.

Yasonna Laoly menyatakan capaian selama lima tahun terakhir harus dipertahankan.

"Telah banyak capaian yang kita lakukan yang kita peroleh pada periode lima tahun lalu. Dan semua perubahan lebih cepat," ujarnya.

Sejalan dengan arahan Jokowi, Yasonna juga mengintruksikan kepada seluruh jajaran Kemenkumham untuk mengevaluasi dan merevisi semua peraturan yang dapat menghambat investasi.

"Di tengah kondisi global, kecepatan, kreatifitas, inovasi menjadi hal yang sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Kita sebagai pembuat regulasi, standarnya cepat mengambil keputusan, mereform dan menjemput bola," kata politikus PDIP itu.

Baca: Hikmahanto Harap Nadiem Mampu Bikin PTN Indonesia Diminati Mahasiswa dari Luar Negeri

Terakhir, Yasonna mengingatkan kepada pegawai Kemenkumham agar tidak main-main dengan kewenangannya.

"Untuk seluruh jajaran untuk taat asas seperti kita sampaikan, hati-hati, waktu telah berubah tidak ada lagi (penyelewengan) seperti saat birokrasi seperti model lama," kata dia.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved