Mengejutkan, di Jabar Banyak Anak Alami Masalah Kejiwaan Gara-gara Kecanduan HP, Ada Anak 5 Tahun

Ada fakta mengejutkan mengenai kondisi kesehatan kejiwaan masyarakat, terutama anak-anak di Jawa Barat.

Penulis: Yongky Yulius | Editor: Widia Lestari
Istimewa
Mengejutkan! Di Jabar Banyak Anak Alami Masalah Kejiwaan Gara-gara Kecanduan HP, Ada Anak 5 Tahun 

TRIBUNJABAR.ID - Ada fakta mengejutkan mengenai kondisi kesehatan kejiwaan masyarakat, terutama anak-anak di Jawa Barat.

Direktur RSJ Provinsi Jawa Barat, dr Elly Marliyani mengungkapkan, banyak anak-anak di Jawa Barat yang termasuk dalam orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) karena penggunaan gadget (smartphone atau HP) secara berlebihan.

Elly mengatakan, pihaknya kini memang belum mengantongi data pasti berapa jumlah anak yang ketergantungan gagdet.

Namun menurut prevalensi yang ada, satu dari sepuluh orang telah menjadi ODMK.

Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat di Cisarua pun sudah menerima pasien anak ODMK.

Biasanya, kata Elly, ODMK berusia di atas 15 tahun.

Mengejutkannya, kini ada juga pasien yang lebih muda.

"Usia 5 tahun dan 8 tahun sudah kami tangani, akibat ketergantungan menggunakan gadget," kata Elly dalam kegiatan Jabar Punya Informasi (Japri) di Gedung Sate, Kamis (10/10/2019).

Potensi anak ODMK ini bisa meningkat bila tak ditangani.

Potensinya bisa meningkat, kata Elly, lantaran dipengaruhi oleh gadget.

RSJ Cisarua Mulai Kebanjiran Pasien Anak yang Kecanduan Gadget, Bahkan Ada yang Usia 5 Tahun

Saat ini, para orang tua memang sudah banyak yang memberikan gadget kepada anak mereka.

Pada awalnya, para anak diberikan gadget agar anak tak menganggu kegiatan orang tua.

Namun justru, imbasnya si anak jadi kecanduan gadget.

Ketergantungan itu bisa menganggu jiwa anak tersebut.

"Contohnya pas pemadaman listrik pada Agustus lalu, ada anak kecil yang ngamuk gara-gara gawainya mati, tidak bisa diberi tahu kondisinya, ngamuk menghancurkan pintu," ujar Elly.

Peserta First Warior yang sedang lomba bermain game Free Fire menggunakan smartphone
Peserta First Warior yang sedang lomba bermain game Free Fire menggunakan smartphone (Tribun Jabar/Putri Puspita)

Elly pun mengatakan hal itu bisa dicegah dari awal, yakni memberikan gadget pada anak sesuai dengan usianya.

Selain itu, orang tua harus membuat anaknya aktif bermain dengan teman seusia anaknya dan mempopulerkan kembali permainan tradisional.

"Kalau gadget dipakai berlebihan dan menjadi ketergantungan bisa menganggu jiwa anak tersebut," ujarnya. (TribunJabar/Syarif Abdussalam)

Hindari Kecanduan Main Game

Wakil Ketua Bidang Psikologi KONI Provinsi Jawa Barat, Dra. Ardanti R Widyastuti, Psi, paparkan cara menghindari risiko kecanduan bermain gim.

Menurutnya, risiko yang perlu di waspadai bahwa Badan Kesehatan Dunia (WHO), tahun 2018 ini memasukan gaming disorder atau kecanduan gim ke dalam internasional Classification of Diseases (ICD)-DSM.

RSJ Cisarua Mulai Kebanjiran Pasien Anak Kecanduan Gadget

Sementara satu studi mendapati bahwa keseringan menatapi layar dapat membahayakan jiwa anak, yakni Narkolema, yang dapat merusak otak anak.

Cara menghindari resiko tersebut, menurut Ardanti, dengan membuat kurikulum atau program yang terstruktur dalam pelatihan eSport, kerja sama antara pelatih, sekolah, dan orangtua.

Setelah itu, program yang telah dibentuk, harus dijalankan dengan disiplin yang baik.

Menurut Ardanti, tidak adanya pola disiplin akan menyebabkan kecanduan gim.

Ilustrasi main game menggunakan smartphone
Ilustrasi main game menggunakan smartphone (imagui.eu)

"Berkaitan dengan dunia pendidikan yang cukup empat tahun terakhir ini, banyak keluhan tentang kecanduan gim. Kecanduan yang terjadi disebabkan karena tidak ada pola disiplin," ujar Ardanti, di Konferensi Pers High School League, Jalan Otto Iskandar Dinata No.16, Senin (17/9/2018).

Pelatih, sekolah, dan orangtua juga harus mengawasi dan memantau, dengan membuat sistem parental control.

Sekolah dan orangtua juga dapat menetapkan persyaratan prestasi yang bagus untuk mengikuti program pembinaan, sebagai bentuk tanggung jawab pelajar terhadap tugas studinya.

Tanggung jawab tersebut dibuat sebagai kesepakatan antara sekolah, orangtua, dengan anak.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved