Tegalluar, Calon Ibu Kota Baru Jabar, Proyek LRT Dibangun di Sana, Seperti Ini Kondisi Wilayahnya
Setelah ramai pemindahan ibu kota Indonesia, kini wacana pemindahan ibu kota Provinsi Jawa Barat menjadi sorotan.
Penulis: Fidya Alifa Puspafirdausi | Editor: Hilda Rubiah
Menurut Ridwan Kamil masih terpisahnya kantor pemerintahan Pemprov Jawa Barat di berbagai sudut di Kota Bandung membuat roda pemerintahan tidak produktif. Hal ini akhirnya membutuhkan mobilitas tinggi yang juga memakan waktu.
Menurutnya semua kemungkinan terkait perpindahan ibukota provinsi butuh kajian yang mendalam.
Pihaknya akan menilai lokasi yang minim risiko, dari mulai masalah aksesibilitas, tingkat ekonomi, ketersediaan air, dan lain-lain.
• BREAKING News, Mang Omid Cs Bisa Membela Persib Lawan PSS, Bojan Malisic Tak Akan Diturunkan
Mengenai kepindahan Ibukota Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan, menurut Ridwan Kamil, tidak memberikan dampak luas bagi Jabar. Yang berpengaruh hanya penyesuaian koordinasi pemerintahan.
"Tinggal mobilitas koordinasi saja, kalau kita ke Jakarta tinggal naik kereta atau mobil, ke Kalimantan pakai pesawat. Pergerakan ekonomi menurut pembacaan analisis, pegawai pemerintah tidak sampai 10 persen," katanya.
Saran Ridwan Kamil
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, memberikan masukan kepada Presiden Joko Widodo terkait pembangunan ibu kota negara baru di Kalimantan Timur.
Emil, begitu, Ridwan Kamil biasa disapa, mengusulkan agar ibu kota negara baru nanti menjadi kota yang humanis.
Usulan itu disampaikan Emil di sela-sela pertemuannya dengan Presiden Jokowi terkait pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia di Jabar, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (28/8/2019).
Menurut Ridwan Kamil, tanah seluas 180 hektare untuk pembangunan ibu kota baru, berdasarkan pengalamannya sebagai dosen perkotaan, dapat menghasilkan sebuah kota yang terlalu luas.
• Saran Ridwan Kamil untuk Presiden Jokowi: Ibu Kota Baru di Kalimantan Timur Jangan Terbalik
Selain itu, ucapnya, kota tersebut akan jadi terlalu berorientasi kepada kendaraan bermotor.
"Harus dikaji ulang karena di masa depan, kota futuristik itu kota yang jalan kaki. Kantor, rumah, sekolah harus berdekatan. Kalau kepepet (terpaksa, red) baru (menggunakan, red) transportasi umum, terakhir baru mobil," kata Emil.
Ia mengatakan, desain ibu kota jangan dibalik. Kota tersebut jangan didesain untuk mobil dan bangunan.
Ia mengatakan ibu kota itu nanti harus mengutamakan kemanusiaan sebagai acuan desainnya. Jika tidak, maka unsur humanistiknya akan tidak maksimal.

Menurut Emil, luas ibu kota nantinya cukup 17 ribu hektare seperti yang dilakukan Amerika Serikat dalam membangun Washington DC sebagai ibu kota negara. Ia mengatakan, luas maksimal suatu ibu kota negara adalah 30 ribu hektare.