turis dari Belanda

Dulu Bule ke Rumahnya Beli Kain Gedongan di Indramayu, Salimah Kini Menenun Meski Tak Ada Pembeli

Di usianya yang senja, Salimah terus menenun kain gedongan meski ia tahu pembeli kain khas Desa Juntikebon semakin jarang.

Tribun Cirebon/Handhika Rahman
Salimah (80) saat menenun kain gedongan di kediamannya di Desa Juntikebon, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Jumat (23/8/2019). 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Handhika Rahman

TRIBUNJABAR.ID, INDRAMAYU- Kain tenun gedongan khas Desa Juntikebon, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu sekarang ini sudah hampir punah.

Para penenun kain gedongan itu sudah jarang ditemuinya. Satu di antara penenun yang masih melestarikan budaya itu ialah Salimah (80).

Di usianya yang senja, Salimah terus menenun kain gedongan meski ia tahu pembeli kain khas Desa Juntikebon semakin jarang.

"Kalau ada yang beli ya dijual kalau tidak disimpen, dirawatin," ujarnya saat ditemui Tribuncirebon.com di kediamannya di Desa Juntikebon, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Jumat (23/8/2019).

Padahal, harga yang ia patok untuk sehelai kain tenun gedongan tak begitu malah.

Untuk kain tenun gedongan sepanjang 2,5 meter dan lebar 0,5 meter buatannya dilabeli harga Rp 200 ribu per helai.

Salimah (80) saat menenun kain gedongan di kediamannya di Desa Juntikebon, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Jumat (23/8/2019).
Salimah (80) saat menenun kain gedongan di kediamannya di Desa Juntikebon, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Jumat (23/8/2019). (Tribun Cirebon/Handhika Rahman)

Salimah, Penenun Generasi Terakhir yang Masih Lestarikan Kain Gedongan Khas Juntikebon Indramayu

Kain Merah Putih Sepanjang 105 meter Dibuat sendiri, Dijahit sampai Lima Hari

Salimah menceritakan, dahulu saat masih banyak penenun kain tenun gedongan di Desa Juntikebon.

Banyak pelancong pula yang datang ke Indramayu untuk membeli kain gedongan khas Juntikebon sebagai buah tangan.

Mereka datang dari berbagai daerah.

Bahkan, tak sedikit juga turis asing yang mampir untuk berbelanja kain gedongan di Desa Juntikebon.

"Orang Belanda dulu pernah ke rumah emak, beli kain. Rambutnya pirang, turis dari Belanda kata orang-orang," ucap dia.

Berbeda dengan sekarang ini, penenun kain gedongan semakin sulit ditemui, demikian juga para pembeli.

Dalam sebulan, ia tidak bisa memastikan jumlah penjualan kain gedongan khas Juntikebon. Tidak jarang juga dalam satu bulan tidak ada yang membeli kain buatannya.

Kain Kerudung Bahan Voal, Nyaman dan Mudah Serap Keringat, Diminati Pemakai Hijab Masa Kini

Untuk kebutuhan sehari-hari Salimah beserta suami, mereka mengandalkan rezeki dari anak-anaknya. Beruntung lokasi anak-anak Salimah tidak jauh dari kediamannya.

Salimah menceritakan, di usianya sudah menginjak 80 tahun ini, ia membutuhkan waktu10 hari untuk menyempurnakan satu helai kain tenun gedongan.

"Kalau masih muda emak juga bisa menyelesaikan kain dalam waktu 4 hari, sekarang karena sudah tua, kalau capek berhenti dulu," ucap dia.

Dirinya berharap, kain tenun gedongan khas Desa Juntikebon bisa dikenal kembali oleh khalayak luas.

Salimah juga berkeinginan, kain tenun gedongan buatannya bisa terpajang di pusat-pusat penjualan kain agar lebih dapat dikenal.

"Inginnya ya dikenal tapi kalau tidak laku juga paling sama emak disimpan dirawatin," ujar dia.

Sumber: Tribun Cirebon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved