Salimah, Penenun Generasi Terakhir yang Masih Lestarikan Kain Gedongan Khas Juntikebon Indramayu
Sembari duduk berselonjor, kedua tangan Salimah (80) lihai memasuk keluarkan kayu di antara celah bentangan benang.
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Handhika Rahman
TRIBUNJABAR.ID, INDRAMAYU - Sembari duduk berselonjor, kedua tangan Salimah (80) lihai memasuk keluarkan kayu di antara celah bentangan benang.
Kedua tangannya juga cekatan menarik kayu sisir alat tenunnya lalu merapatkan helai demi helai hingga menjadi sebuah kain.
Salimah mengatakan, kain tenun buatannya itu adalah kain gedongan khas Desa Juntikebon, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu.
"Kain gedongan kalau kata orangtua saya dulu," ujar dia saat ditemui Tribuncirebon.com di kediamannya di Desa Juntikebon, Kecamatan Juntinyuat, Jumat (23/8/2019).
Salimah sendiri merupakan generasi terakhir yang hingga saat ini masih eksis menenun.
• Perjalanan Cinta Aceng Fikri Kontroversi, Ini Deretan Mantan Istri, Nikah 4 Hari Dicerai via SMS
Dahulu, tradisi menenun menjadi kewajiban kaum perempuan di desanya. Namun, seiring berkembangnya zaman, tradisi tersebut nyaris punah dan beliaulah satu-satunya yang masih melestarikan tradisi tersebut.
"Tetangga emak di sini dulu itu menenun semua, sering nenun bareng. Tapi sudah banyak yang meninggal dunia dan tidak ada yang berminat menjadi penenun seperti emak," ujar dia.
Dikenang wanita paruh baya itu, ia memulai menenun sejak masih duduk di bangku sekolah kelas 4 Sekolah Rakyat (SR) sekarang SD.
Setiap hari wanita-wanita di desanya selalu berkumpul. Mereka menenun bersama-sama.
"Dulu sama orangtua emak suka ditakut-takutin kalau perempuan tidak bisa menenun itu bakalan susah jodoh," ucap dia.
• Tiga Tahun Mendekam di Penjara, Begini Kabar Terkini Saipul Jamil di Lapas Cipinang
Sembari tertawa, ia menceritakan, lain halnya dengan anak zaman sekarang. Mereka ditakut-takuti seperti itu justru tidak peduli dan memilih bekerja dan merantau.
Salimah sendiri sekarang hanya tinggal bersama suaminya, dia memiliki tiga orang anak dan sudah berkeluarga semua.
"Anak emak gak ada yang mau jadi penenun. Bilangnya mau bekerja saja," ucap dia.
Meski menjadi generasi terakhir di desanya yang masih melestarikan budaya tersebut, ia tidak berputus asa untuk terus menenun setiap harinya.