Terpopuler
Sudah Sepakat Bertemu Fadli Zon Tidak Bisa ke Masuk Asrama Mahasiswa Papua, Begini Alasannya
Namun, Fadli Zon dan rombongan anggota DPR RI Dapil Papua dan Papua Barat diketahui tidak bisa masuk asrama mahasiswa Papua itu.
TRIBUNJABAR.ID - Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengakui ada rencana berdialog dengan mahasiswa Papua yang tinggal di asrama di Jalan Kalasan Surabaya.
Namun, Fadli Zon dan rombongan anggota DPR RI Dapil Papua dan Papua Barat diketahui tidak bisa masuk asrama mahasiswa Papua itu.
Untuk menjembatani komunikasi dengan mahasiswa Papua, Fadli Zon meminta bantuan Willem Wandik.
Willem Wandik adalah warga Papua yang juga pernah lima tahun menghuni asrama Kalasan.
Ia dianggap memiliki kedekatan sehingga diharapkan bisa menjalin komunikasi.
Melansir dari Tribun Jatim, Fadli Zon mengatakan pihak mahasiswa Papua sudah menyatakan kesediaan untuk menemui anggota DPR RI.
Namun, tiba-tiba komunikasi terputus.
"Tadi ada kesediaan dialog dari mahasiswa Papua. Tapi tiab-tiba tidak ada komunikasi lagi, handphone-nya tidak bisa dihubungi. Namun, begitu kita akan upayakan lagi untuk bisa berdialog dengan mereka," kata Fadli Zon dalam wawancara di Gedung Negara Grahadi usai bertemu Gubernur Khofifah, Rabu (21/8/2019).
Fadli Zon membantah adanya pengusiran yang dilakukan terhadap pihaknya.
"Jadi pengusiran tidak ada. Sebelumnya sudah komunikasi dengan Ketua Asrama, begitu sampai di sana handphonenya tidak bisa dihubungi," katanya.

Melalui akun Twitternya, Fadli Zon mengatakan datang ke asrama mahasiswa Papua bersama anggota DPR RI Komisi X, P Jimmy Demianus Ijie S dan anggota DPR RI Komisi VI, Steven Abraham.
Sebelum mendatangi asrama mahasiswa Papua, pihak Fadli Zon sempat berkomunikasi dengan Ketua Asrama.
Komunikasi itu dilakukan oleh Willem Wandik.
Tadinya sdh ok ketemu, tp begitu tiba di lokasi, hp ketua asramanya off. Yg menghubungi Pak Willem Wandik yg juga pernah tinggal di asrama itu selama 5 thn. https://t.co/6DdLrc4Dgk
— Fadli Zon (@fadlizon) August 21, 2019
Kronologi Akar Masalah
Melansir dari Kompas.com, Polrestabes Surabaya menjelaskan kronologi lengkap terkait insiden yang terjadi di Surabaya dan melibatkan mahasiswa Papua.
Insiden tersebut terjadi di asrama mahasiswa Papua, jalan Kalasan, Kota Surabaya, pada Jumat (16/8/2019).
Awalnya, ormas mendapat informasi terkait oknum mahasiswa Papua yang melakukan penistaan simbol negara.
Ormas tersebut kemudian menggelar aksi di depan asrama mahasiswa Papua.
Kepala Polrestabes Surabaya Kombes Pol Sandi Nugroho mengatakan aksi yang dilakukan ormas dimulai sejak pukul 16.00 WIB hingga 21.00 WIB.

Setelah bernegosiasi, aksi massa dapat dihentikan dan polisi membubarkan mereka.
Setelah membubarkan massa, polisi masih bertahan di asrama mahasiswa Papua untuk melakukan penjagaan.
Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi adanya bentrokan lanjutan.
Namun, sejumlah perwakilan massa mendesak untuk adanya penindakan karena telah mendapat informasi mengenai penistaan simbol negara tersebut.
Kemudian, perwakilan massa membuat laporan ke kantor polisi pada Jumat (16/8/2019) malam.
Mereka melaporkan dugaan oknum mahasiswa Papua telah melakukan perusakan dan pembuangan bendera Merah Putih ke dalam selokan.
Pada Sabtu (17/8/2019) sekitar pukul 10.00 WIB, polisi mencoba berkomunikasi dengan mahasiswa Papua terkait laporan tersebut.
Namun, negosiasi tidak bisa dilakukan.
• KRONOLOGI Keributan di Asrama Mahasiswa Papua Surabaya yang Disebut Picu Kerusuhan di Manokwari
• Kerusuhan di Manokwari Usai, Pelajar Sudah Masuk Sekolah, Kantor Pemerintah Kembali Buka
Mahasiswa Papua tidak memberikan tanggapan.
Pihak kepolisian meminta bantuan kepada pihak RT, RW, lurah, camat, hingga perkumpulan warga Papua di Surabyaa untuk mengimbau mahasiswa asal Papua keluar dari asrama dan mengadakan dialog dengan kepolisian.
"Ternyata tetap tidak memberikan tanggapan (untuk mengadakan dialog)," kata Sandi.
Lalu, Polrestabes Surabaya mendapat informasi bahwa sejumlah ormas akan kembali menggelar aksi jika tidak mendapat respons dari para mahasiswa.
Untuk itu, polisi segera mengeluarkan surat perintah penggeledahan agar duduk perkara kasus tersebut segera terungkap.

"Kira-kira apa polisi akan membiarkan massa itu datang ke sana? Kami mencegah, jangan sampai terjadi bentrokan antara saudara-saudara kita yang ada di sana (mahasiswa Papua) dengan massa lain yang ada (ormas)," jelas Sandi.
Sebelumnya, upaya negosiasi mengalami kebuntuan dan polisi juga sudah mengeluarkan peringatan sebanyak tiga kali.
Polisi mengakui penindakan berupa penggeledahan merupakan upaya terakhir yang dilakukan polisi lantaran upaya dialog yang dilakukan sejak pukul 10.00 WIB hingga 17.00 WIB tidak membuahkan hasil.
Setelah itu, polisi membawa 43 mahasiswa Papua tersebut ke Polrestabes Surabaya untuk dimintai keterangan.
"Ternyata mereka tidak mau. 'Kalau mau dibawa teman kami, bawa kami semua', akhirnya kita bawa semuanya ke kantor dan kemudian kita periksa maraton," ujar Sandi.
Selama menjalani pemeriksaan di kantor polisi, mahasiswa Papua mendapat perlakuan yang wajar.
Mereka diperiksa sesuai prosedur dan diberi makan.
Setelah itu, pemeriksaan selesai pukul 23.00 WIB.
Usai diperiksa, 43 mahasiswa Papua itu langsung dipulangkan pada Minggu (18/8/2019) dini hari pukul 00.00 WIB.
"Intinya bahwa kami sudah mengerjakan upaya penegakan hukum untuk mengamankan teman-teman kita supaya tidak terjadi bentrokan massa dengan massa yang lainnya," katanya.