Aset PLN Sentuh Angka Rp 1.500 Triliun, Wanita Listrik Sebut Bisnis PLN Sekarang Tidak Benar
Tri Mumpuni juga menyorot soal posisi PLN sebagai perusahaan yang ambigu, di mana harus mencari untung sekaligus mengaliri listrik subsidi pada daerah
TRIBUNJABAR.ID - Praktisi Energi Terbarukan yang berjuluk 'Wanita Listrik', Tri Mumpuni, menyinggung soal aset Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang mencapai Rp 1.500 triliun.
Dengan aset PLN dengan nilai fantastis itu, Tri Mumpuni menganggap bisnis PLN tidak benar lantaran tercampur antara mencari untung dan memberi subsidi kepada rakyat.
Hal tersebut disampaikan Tri Mumpuni dalam tayangan Mata Najwa unggahan kanal YouTube Najwa Shihab, Kamis (8/8/2019) kemarin.
Mengomentari peristiwa pemadaman listrik massal yang terjadi di sebagian wilayah Pulau Jawa pada Minggu (4/8/2019), Tri Mumpuni menyorot posisi PLN sebagai perusahaan yang terlalu besar.
"Mbak Tri Mumpuni, Anda bergelut di bidang kelistrikan sudah sangat lama begitu, dari luar melihat, apa yang terjadi kemarin menurut Anda?" tanya Najwa Shihab.
"Kalau saya melihat, PLN ini terlalu besar, secara jujur terlalu besar karena sudah 29 tahun gitu saya mengamati dan melihat, sesuatu yang sangat besar itu akan banyak menarik orang, menarik dalam tanda petik ya," jawab Tri Mumpuni.
Bagi Tri Mumpuni, dengan aset PLN Rp 1.500 triliun serta pendapatan yang pernah tercatat Rp 4 triliun per tahun membuat PLN perusahaan yang terlalu 'mengundang' untuk berbagai pihak.
"Anda bisa bayangkan sebuah entity dengan tadi aset Rp 1.500 triliun dan dulu, saya dulu sempat tahu bahwa satu tahun itu dia ada income sekitar Rp 4 triliun lah."
"Jadi ini kalau cahaya itu banyak lalat yang ingin datang mendekati. Nah ini merepotkan PLN juga, kalau saya boleh ngomong begitu," ujar Tri Mumpuni.
Tri Mumpuni juga menyorot soal posisi PLN sebagai perusahaan yang ambigu, di mana harus mencari untung sekaligus mengaliri listrik subsidi pada daerah terpencil.
"Terus kita sempat usul, PLN ini ambigu gitu ya, di satu sisi pemegang kuasa usaha, harus untung, di sisi lain dia punya beban sosial harus melistriki daerah terpencil gitu," kata Tri Mumpuni.
Menurut Tri Mumpuni, bisnis PLN yang sekarang ini tidak benar lantaran terlalu tercampur antara mencari untung dan memberi keringanan.
"Sehingga ini enggak benar gitu, kalau mau bisnis yang benar, ya sudah dipisah, yang menguntungkan sebagai komoditi, jadikan perusahaan yang tanpa subsidi dia bisa jalan," tuturnya.
Tri Mumpuni menyebut seharusnya ada perusahaan lain di luar PLN yang bergerak untuk mengaliri listrik subsidi ke daerah terpencil.
"Tapi untuk daerah-daerah yang memang masyarakat daya belinya masih rendah, dia belum bisa menikmati kehandalan listrik sebagai komoditi, masih sebagai infrastruktur, itu harusnya ada perusahaan tersendiri."
"Dengan cara begitu nanti akan jelas, ini mana yang menguntungkan dan mana yang subsidi," terangnya.
Posisi PLN yang tidak jelas ini bagi Tri Mumpuni juga merupakan satu di antara penyebab terjadinya pemadaman listrik massal lantaran kurang optimalnya kinerja PLN.
Berikut video lengkapnya (menit ke-2.52):
(TribunWow.com/Ifa Nabila)
Gaji Karyawan PLN Akan Dipotong setelah Listrik Padam beberapa hari
Hampir 21 juta pelanggan PLN mengalami kerugian saat padamnya listrik pada Minggu (4/8/2019).
Jumlah kerugian diperkirakan sebesar Rp 839,88 miliar.
Direktur Pengadaan Strategis II PLN Djoko Rahardjo Abumanan mengatakan, perseroan tidak bisa mengandalkan dana dari APBN untuk membayarkan ganti rugi tersebut.
Kejadian tersebut merupakan kesalahan perseroan dan bukan tanggung jawab negara.
"Enak aja kalo dari APBN ditangkap, enggak boleh. APBN itu untuk investasi, subsidi, itu (pembayaran ganti rugi) operasi," ujar dia ketika ditemui di kawasan DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (6/8/2019), di laman Kompas.com.
Djoko menambahkan, perseroan harus melakukan efisiensi untuk bisa membayarkan ganti rugi kepada pelanggan.
Salah satunya dengan memangkas gaji karyawan.
Pasalnya, dengan besaran nilai ganti rugi tersebut, keuangan PLN berpotensi negatif.
"Makanya harus hemat lagi, gaji pegawai dikurangi," ujar dia.
Menurutnya, pemangkasan gaji yang dimaksudkan adalah dari insentif kesejahteraan karyawan.
Walaupun demikian, Djoko belum bisa memastikan berapa besar peran dari pemotongan gaji tersebut terhadap keseluruhan nilai pembayaran ganti rugi.
Dia juga tidak bisa memastikan apakah dengan cara tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan biaya ganti rugi.
"Bukan cukup tapi karena dampak dari kejadian itu," ujar dia.
Dalam rapat dengan Komisi VII DPR, Plt Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Sripeni Inten Cahyani meminta izin kepada komisi VII DPR bahwa pihaknya membutuhkan waktu untuk melakukan investigasi lebih lanjut mengenai penyebab pemadaman massal tersebut.
Pihak PLN pun secara berkala bakal melaporkan hasil investigasi kepada komisi VII DPR.
"Kami sampaikan kepada Komisi VII, kami mohon waktu untuk dilakukan langkah asesmen atau investigasi. Dan kami sepakat untuk melaporkan hasil investigasi secara berkala kepada komisi VII," ujar Sripeni.
Hasil investigasi tersebut, ujar Sripeni bakal ditindaklanjuti agar kejadian blackout tidak lagi berulang.
Saat ini, PLN tengah membentuk tim investigasi yang terdiri dari internal PLN dan tim ahli dari luar PLN.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "PLN Bakal Pangkas Gaji Karyawan untuk Bayar Ganti Rugi Mati Listrik".
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/pln_20180402_170540.jpg)