Waspada, Predator Anak Berkeliaran di Game Online, Satu Pelaku Sudah Ditangkap, Modusnya dari Chat

Bagi Anda orang tua, sebaiknya lebih cermat dalam mengawasi anak di bawah umur saat bermain game online.

Penulis: Yongky Yulius | Editor: Fidya Alifa Puspafirdausi
Kolase TribunJabar.id (Shutterstock dan Pixabay)
Para predator anak kemungkinan berkeliaran di sejumlah aplikasi game online. 

Waspada, Predator Anak Berkeliaran di Game Online, Satu Pelaku Sudah Ditangkap, Modusnya dari Chat

TRIBUNJABAR.ID - Bagi Anda orang tua, sebaiknya lebih cermat dalam mengawasi anak di bawah umur saat bermain game online.

Pasalnya, para predator anak kemungkinan berkeliaran di sejumlah aplikasi game online.

Hal ini dikatakan oleh Panit 1 Subdit Cyber Polda Metro Jaya, AKP Agung Rizki Laksono.

"Masih banyak kemungkinan game online yang jadi media para pelaku untuk mencari korban. Kami akan terus menelusuri terkait penggunaan game online ini sebagai media untuk mencari korban dari pelaku kejahatan seksual," ujarnya saat telewicara dalam Sapa Indonesia Malam, Kompas TV, dikutip TribunJabar.id, Selasa (30/7/2019).

Isu mengenai predator anak yang berkeliaran di game online ini mencuat berkat keberhasilan polisi menangkap pelaku kejahatan seksual lewat game online, berinisial AAP (27).

AAP yang tinggal di kawasan Bekasi ini ditangkap polisi lantaran melakukan ancaman dan tindak pidana pornografi dengan cara berkenalan lewat aplikasi online.

Dir Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Iwan Kurniawan (tengah) saat pengungkapan kasus pelecehan seksual lewat game online di Mapolda Metro Jaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (29/7/2019).
Dir Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Iwan Kurniawan (tengah) saat pengungkapan kasus pelecehan seksual lewat game online di Mapolda Metro Jaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (29/7/2019). (TribunJakarta/Annas Furqon Hakim)

RAP (9) yang merupakan bocah SD adalah korban kejahatan seksual yang dilakukan oleh AAP.

"Ketika berkomunikasi melalui aplikasi (game online) tersebut, tersangka meminta korban melakukan video call sex (VCS)," kata Dir Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Pol Iwan Kurniawan di Mapolda Metro Jaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (29/7/2019), dikutip dari TribunJakarta.com.

Kemudian, RAP yang masih belum mengerti mengikuti kemauan pelaku.

AAP lalu merekam video VCS tersebut tanpa sepengetahuan korban.

Berbekal video rekaman VCS itu, AAP mengancam korban akan menyebarkan video rekaman itu jika menolak memenuhi permintaannya, termasuk melakukan VCS.

"Tersangka tidak menampilkan wajahnya saat VCS, tapi langsung menunjukkan kemaluannya. Saat aktivitas VCS itu, tersangka menyuruh korban membuka pakaian dan menyuruhnya melakukan masturbasi," kata Iwan.

AAP yang sudah ditangkap terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Dia disangkakan Pasal 27 ayat (1) Jo Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Diduga Cabuli 7 Siswa, Oknum Guru Bimbel di Mataram Ditangkap Polisi

Modus Pelaku

AKP Agung Rizki Laksono kemudian membeberkan modus predator anak yang biasanya berkeliaran di aplikasi game online.

Predator anak biasanya beraksi di game online yang memiliki fitur chatting.

Pada awalnya, predator anak ini tak menggunakan foto asli mereka.

"Mereka akan menggunakan foto samaran, menggunakan foto orang yang seumuran (dengan korban)," ujar Agung.

Melalui fitur chatting di dalam game online, predator anak ini akan melancarkan aksinya.

Mereka akan berkirim pesan. Lama kelamaan, jika pesan itu ditanggapi, predator anak ini akan meminta nomor WhatsApp.

"(Kalau) beralih ke aplikasi WhatsApp, dari situ lah mulai ada bujukan itu tadi untuk melakukan kegiatan seperti video call terlarang (video call sex)," ujar Agung.

Saat VCS itu, pelaku tanpa sepengetahuan korban akan merekam.

Video hasil rekaman VCS itu lah yang digunakan untuk mengancam korban.

"Dari hasil perekaman video tersebut akan digunakan pelaku untuk melakukan pengancaman
apabila korban ini tidak mengikuti kemauan para pelaku," kata Agung.

Hal yang Harus Diwaspadai

Untuk mengantisipasi agar anak tak terjerumus sisi negatif dunia siber, termasuk terkena bujuk rayu predator anak, ada beberapa hal yang harus dilakukan.

Komisioner KPAI Margaret Aliyatul mengatakan, orang tua baiknya mengingatkan agar anak jangan suka mengumbar identitas diri di dunia online.

Pasalnya, semakin identitas diri diumbar, semakin mudah para predator anak melakukan pengincaran.

Kemudian, lanjutnya, anak juga harus diawasi agar tak mudah berkenalan dengan orang yang dikenal melalui media sosial.

Guru Olahraga di Batam Cabuli 3 Siswinya, Umbar Janji Menikahi Korban

"Karena banyak sekali profilnya yang tidak sesuai aslinya. Anak-anak harus waspada dengan orang yang dikenal melalui media sosial," ujar Margaret dalam tayangan Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Senin (29/7/2019) malam.

Lebih lanjut ia menekankan, literasi digital adalah hal penting yang harus dikuatkan kepada anak dan orang tua.

Hal tersebut berkaca dari kondisi saat ini, di mana anak kadang lebih melek mengenai dunia siber dibandingkan orang tuanya.

"Jadi ada dua sisi. Anak-anak perlu dikuatkan soal literasi digitalnya, dia bisa jadi filter untuk dirinya agar tidak terseret kejahatan siber atau pengaruh negatif. Orang tua juga penting untuk dipahamkan dengan penguatan literasi digital supaya bisa melakukan pengawasan," ujar Margaret.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved