Ucapan Selamat Idul Adha Menurut Para Sahabat Nabi, Bolehkah Sambil Berjabat Tangan dan Berpelukan?
Ucapan selamat Idul Adha yang diamalkan para sahabat nabi. Bolehkan berjabat tangan dan berpelukan? Ini hukumnya.
Penulis: Fidya Alifa Puspafirdausi | Editor: Widia Lestari
Imam Ahmad mengiyakan. Ia juga mengatakan ucapan seperti itu tidak dimakruhkan.

Ibnu ‘Aqil menceritakan beberapa hadits mengenai ucapan selamat di hari raya ‘ied.
Di antara hadits tersebut adalah dari Muhammad bin Ziyad, ia berkata, “Aku pernah bersama Abu Umamah Al Bahili dan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya. Jika mereka kembali dari ‘ied (salat Ied), satu sama lain di antara mereka mengucapkan, ‘Taqobbalallahu minna wa minka’.” Imam Ahmad mengatakan bahwa sanad riwayat Abu Umamah ini jayyid atau hadis yang ragu antara shahih atau hasan.
Ali bin Tsabit menanyakan perihal ucapan di hari raya Idul Adha kepada Malik bin Anas.
Malik bin Anas mengatakan ucapan selamat semacam itu tidak dikenal di Madinah.
Diriwayatkan dari Ahmad bahwa beliau berkata, “Aku tidak mendahului dalam mengucapkan selamat (hari raya) pada seorang pun. Namun jika ada yang mengucapkan selamat padaku, aku pun akan membalasnya.”
Demikian berbagai nukilan riwayat sebagaimana kami kutip dari Al Mughni.
• Saat Idul Adha dan Idul Fitri, Aktivitas Bandara di Aceh Diminta Disetop, Begini Kata Angkasa Pura
• Pesan Mahfud MD saat Jadi Khatib Salat Idul Adha di Jogja
Adapula sahabat Nabi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan ketika berjumpa dengan orang setelah salat Ied, ia mengucap Taqobbalallahu minna wa minkum wa ahaalallahu ‘alaika.
Imam Ahmad menjelaskan ia tidak pernah mengucap selamat pertama kali di hari raya.
Namun, bila ada yang mengucap selamat kepadanya maka akan ia balas.
Lalu bagaimana hukum mengenai jabat tangan dan berpelukan ketika memberikan ucapan selamat tersebut.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan perbuatan seperti jabat tangan dan berpelukan dibolehkan.
"Perbuatan itu semua dibolehkan. Karena orang-orang tidaklah menjadikannya sebagai ibadah dan bentuk pendekatan diri pada Allah.
Ini hanyalah dilakukan dalam rangka ‘adat (kebiasaan), memuliakan dan penghormatan. Selama itu hanyalah adat (kebiasaan) yang tidak ada dalil yang melarangnya, maka itu asalnya boleh.
Sebagaimana para ulama katakan, ‘Hukum asal segala sesuatu adalah boleh. Sedangkan ibadah itu terlarang dilakukan kecuali jika sudah ada petunjuk dari Allah dan Rasul-Nya’."