Sempat Viral Atasi Hipotermia di Gunung dengan Disetubuhi, Basarnas: Itu Sesat, Ini yang Benar

Cerita tentang penanganan hipotermia saat naik Gunung dengan cara disetubuhi sempat menyebar dan viral di media sosial.

Editor: Dedy Herdiana
SURYA.CO.ID
Ilustrasi: Menikmati keindahan alam di gunung. 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Cerita tentang penanganan hipotermia saat naik Gunung dengan cara disetubuhi sempat menyebar dan viral di media sosial.

Cerita itu menjelaskan bahwa "skin to skin" untuk menangani hipotermia adalah dengan cara disetubuhi.

Dalam unggahan itu, disebutkan bahwa jika seseorang yang dalam keadaan hipotermia berada pada kondisi darurat, maka ia harus disetubuhi.

Hipotermia dikutip dari Kompas.com, merupakan suatu kondisi ketika mekanisme tubuh mengalami kesulitan untuk mengatur suhu tubuh pada tekanan suhu dingin di mana suhu tubuh di bawah 35 derajat celcius.

Benarkah bisa menangani hipotermia dengan cara ini?

Mengonfirmasi hal ini, Kompas.com menghubungi Kepala Bagian Humas Badan SAR Nasional (Basarnas), Suhri Sinaga, Senin (22/7/2019).

Ia menegaskan, menghangatkan tubuh seseorang yang mengalami hipotermia dengan cara disetubuhi adalah hal keliru.

"Menurut saya, itu enggak benar cara menanganinya. Kalau yang kami pernah pelajari, cukup dengan mengganti pakaian dan memakai selimut saja," ujar Sinaga saat dihubungi Kompas.com pada Senin (22/7/2019).

"Tidak ada itu metode menyetubuhi, itu ajaran sesat," ujar Sinaga.

Tiga Pendaki Gunung Tampomas Kemungkinan Besar Meninggal Karena Hipotermia, Ini Tanda-tandanya

Adapun metode "skin to skin" yang diperbolehkan adalah kulit bersentuhan dengan kulit, bisa dengan saling berpelukan, misalnya di dalam sleeping bag untuk mengembalikan suhu badan ke angka normal.

Sinaga mengatakan, jika korban hipotermia mengenakan baju yang basah, maka ia dilepas bajunya dan diganti dengan pakaian kering.

Cara lain yang bisa dilakukan, dengan melepas semua pakaian basah dan saling berpelukan di dalam sleeping bag antara sesama gender.

Misalnya, jika yang mengalami hipotermia adalah laki-laki, maka penanganan dilakukan oleh laki-laki juga.

"Kalau dia perempuan dengan perempuan dalam satu sleeping bag, itu oke. Laki-laki dengan laki-laki itu oke. Pasangan suami-istri juga oke. Bukan, laki-perempuan disetubuhi," jelas Sinaga.

Diberi makanan atau minuman hangat Korban hipotermia biasanya kondisi tubuhnya kaku, sehingga susah untuk menerima makanan dan minuman.

Tubuh kaku ini dicirikan dengan mengatupnya mulut korban.

Akan tetapi, jika korban sanggup membuka mulut dan merespons makanan, pendaki lain bisa memberikan makanan atau minuman hangat untuk membantu mengembalikan panas tubuh korban.

Kepada para pendaki, Sinaga juga memberikan imbauan.

Ia mengingatkan agar membawa persediaan pakaian kering untuk mengantisipasi jika mengalami hipotermia dalam perjalanan.

Detik-detik Menegangkan, Penyelamatan Lansia yang Jatuh ke Dalam Sumur, Korban Alami Hipotermia

Skin to Skin tidak Disetubuhi

Adi Seno Sosromulyono, anggota senior Mapala Universitas Indonesia, saat dikonfirmasi Kompas.com Selasa (23/7/2019), pun menjelaskan bahwa skin to skin memang salah satu cara untuk mengatasi hipotermia, tapi tidak disetubuhi.

“Cukup berpelukan dalam kantong tidur atau selimut agar panas tubuh penyelamat berpindah ke penyintas atau penderita. Tapi metode ini dipilih jika sudah parah saja,” kata Adi Seno.

Ia juga menjelaskan ada beberapa gejala hipotermia antara lain menggigil, mengigau, tidak fokus, bahkan pingsan.

"Saat menggigil, ini adalah usaha tubuh menaikkan suhu tubuhnya sendiri yang artinya suhu inti menurun," katanya.

Jika terdeteksi gejala hipotermia, harus segera dilakukan pencegahan, seperti pakaian penyintas diganti dengan pakaian yang kering dan hangat, masuk sleeping bag atau selimut thermal, serta diberi asupan makanan minuman hangat.

Jika sedang berada pada suhu rendah, basah atau angin yang kencang, sesama pendaki juga harus saling memperhatikan gejala hipotermia ke masing-masing rekan dan diri sendiri.

"Jika ujung-ujung tubuh, seperti tangan, kaki, telinga, dan hidung terasa beku, itu awal hipotermia. Bisa juga dalam lingkungan es salju sengatan beku atau frost bite. Hipotermia ini tidak terjadi tiba-tiba. Selalu ada gejala," kata Adi Seno.

Untuk menghindari hipotermia, menurut Adi Seno, sebaiknya pendaki menghindari cuaca ekstrem dengan berlindung di tenda dan mengenakan pakaian dan perlengkapan yang sesuai.

Selain itu asupan juga harus cukup sekitar 2.000 hingga 4.000 kalori. Pendaki juga bisa bergerak karena akan menghasilkan panas yang tersimpan dalam pakaian pelindung yang memadai, seperti jaket dan sarung tangan.

"Jika bergerak harus tahu arah dan tujuannya serta ada perlindungan.

Saat bergerak memang cadangan energi tersalurkan, tapi bisa ditambah dengan konsumsi snack. Bergerak ini juga untuk mempercepat ke tempat terlindung," ungkapnya.

Adi Seno menjelaskan jika terjadi badai di ketingian lebih dari 5.000 meter dengan kecepatan angin mencapai 100 km per jam, satu-satunya cara untuk menyelamatkan diri adalah berlindung hingga badai reda. (*)

Infografik: Mengenal Hipotermia
Infografik: Mengenal Hipotermia (KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Viral, Bagaimana "Skin to Skin" yang Benar untuk Atasi Hipotermia? "

Sumber: Kompas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved