Pemprov Jabar Sapu Bersih Desa Sangat Tertinggal, 537 Desa Naik Kelas jadi Desa Maju
Dalam waktu setahun, jumlah desa berstatus sangat tertinggal ditargetkan disapu bersih sampai nol persen. Sebaliknya, sebanyak 537 desa naik peringka
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Theofilus Richard
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhammad Syarif Abdussalam
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Tahun 2019 tampaknya menjadi momentum bagi desa-desa di Jawa Barat naik kelas.
Dalam waktu setahun, jumlah desa berstatus sangat tertinggal ditargetkan disapu bersih sampai nol persen.
Sebaliknya, sebanyak 537 desa naik peringkat menjadi desa maju, kemudian jumlah desa mandiri di Jawa Barat pun melonjak sampai tiga kali lipat.
Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Barat, tahun ini tidak ada lagi desa yang berstatus desa sangat tertinggal di Jawa Barat.
Hal ini disebabkan 48 desa yang masih berkategori desa sangat tertinggal pada 2018, sudah naik peringkat menjadi desa yang lebih maju akibat mengalami kenaikan Indeks Desa Membangun (IDM) dalam setahun ini.
Jumlah desa tertinggal di Jawa Barat pada 2019 pun menurun drastis.
• Wagub Jabar Uu Ruzhanul Ulum Pimpin Pemusnahan Sabu dan Ganja di Gedung Sate
Pada 2019, jumlah desa tertinggal turun sebanyak 603 desa, dari yang awalnya berjumlah 929 desa tertinggal pada 2018, kini menjadi 326 desa tertinggal.
Selain itu jumlah desa berkembang pun meningkat, yakni bertambah sebanyak 53 desa.
Jika pada 2018 tercatat ada 3.603 desa berkembang di Jawa Barat, tahun ini angkanya menjadi 3.656 desa berkembang.
Seiring dengan jumlah desa tertinggal di Jawa Barat yang menurun drastis, jumlah desa maju di Jawa Barat tahun ini meningkat signifikan, yakni bertambah 537 desa maju.
Pada 2018, angka desa maju baru mencapai 695 desa, sedangkan pada 2019 jumlahnya melesat jadi 1.232 desa.
Jumlah desa mandiri di Jawa Barat pun naik hampir tiga kali lipat dalam waktu setahun. Pada 2018 jumlah desa mandiri hanya 37, sedangkan pada 2019 menjadi 98 desa atau bertambah 61 desa mandiri.
Kenaikan status desa tertinggi dialami Desa Mekarsari di Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung.
Pada 2018 desa ini berstatus desa tertinggal dan pada 2019 naik kelas jadi desa maju.
Nilai Indeks Desa Membangun atau IDM tertinggi di antaranya diraih Desa Cipinang di Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, sebanyak 0,9254 poin, menjadikannya naik kelas dari desa maju menjadi desa mandiri.
Desa Bojongkulur di Kecamatan Gunungputri, Kabupaten Bogor pun memiliki IDM sebesar 0,9571, mengantarkannya menjadi desa mandiri tahun ini.
Desa Mangunjaya, Kecamatan Tambunselatan, Kabupaten Bekasi, memiliki IDM 0,9481, dan Desa Pananjung di Kabupaten Pangandaran memiliki IDM senilai 0,9433.
Peningkatan status desa ini didasari oleh hasil riset dan penghitungan IDM pada setiap desanya.
IDM dihitung oleh perangkat desa yang diverifikasi oleh masing-masing kecamatan. Ini pun melibatkan pemerintah provinsi dan akhirnya ditentukan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi RI.
IDM ini pun ditentukan oleh kenaikan tiga dimensi pembentuk IDM, yakni Indeks Ketahanan Sosial, Indeks Ketahanan Ekonomi, dan Indeks Ketahanan Lingkungan.
Indeks Ketahanan Ekonomi terdiri dari Dimensi Ekonomi, yang memiliki indikator yakni keragaman produksi masyarakat desa, ketersediaan pusat pelayanan perdagangan, akses distribusi atau logistik yang baik, kondisi akses ke lembaga keuangan dan perkreditan, akses lembaga ekonomi, dan keterbukaan wilayah.
Indeks Ketahanan Sosial terdiri dari Dimensi Modal Sosial yang berisi indikator solidaritas sosial, tingkat toleransi, rasa aman penduduk, dan kesejahteraan sosial.
Indeks ini pun menyangkut Dimensi Kesehatan dengan indikator kondisi pelayanan kesehatan, keberdayaan masyarakat, dan jaminan kesehatan.
Indeks Ketahanan Sosial juga ditentukan Dimensi Pendidikan dengan indikator berupa akses ke pendidikan dasar dan menengah, akses ke pendidikan nonformal, dan akses ke pengetahuan.
Terakhir adalah Dimensi Permukiman yang terdiri atas indikator akses ke air bersih, akses ke sanitasi, akses ke listrik, dan akses ke informasi dan komunikasi.
Terakhir, Indeks Ketahanan Lingkungan atau Ekologi ditentukan oleh dimensi ekologi, dengan indikatornya berupa kualitas lingkungan dan potensi rawan bencana dan tanggap bencana.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, menegaskan bahwa 60 persen pembangunan di Jabar dalam setahun ini fokus mengembangkan desa, kebijakan tersebut pun akan dilakukan selama lima tahun pemerintahannya.
"Kami akan fokus 60 persen energi kami untuk membangun desa. Alhamdulillah tahun ini status desa yang naik kelas dari desa berkembang menjadi desa maju sebanyak 537 desa," ujar Gubernur yang akrab disapa Emil ini di sela kunjungannya di Kabupaten Ciamis, Minggu (14/7/2019).
Sebagai pendorong, Ridwan Kamil mengatakan, tahun ini pihaknya menyediakan 150 unit Mobil Aspirasi Kampung Juara (Maskara) yang akan diberikan kepada desa yang mampu menjadi desa mandiri.
Mobil inovatif yang bisa berubah bentuk ini bisa digunakan untuk angkutan pertanian, layanan kesehatan, layar tancap, angkutan penumpang hingga panggung hajatan.
• Ridwan Kamil Kembali Kunjungi Waduk Jatiluhur, Kali Ini Main Perahu Kayak
Program Pembangunan Desa Menyentuh Langsung IDM
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Barat, Dedi Supandi, mengatakan kenaikan jumlah desa mandiri sampai hampir tiga kali lipat dan naik kelasnya ribuan desa di Jabar ini disebabkan oleh berbagai program pembangunan desa yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jabar dan pihak lainnya berlangsung efisien walaupun hanya dalam jangka waktu setahun.
"Ternyata berbagai kebijakan dan program pembangunan desa di bawah Gubernur Jabar Ridwan Kamil ini cocok dengan indikator desa mandiri, sehingga hasil survei awal yang segera dirilis ini menunjukkan bahwa tahun ini desa mandiri di Jabar jumlahnya naik jadi 98 desa, padahal targetnya hanya 63 desa," kata Dedi di Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Barat, Senin (15/7/2019).
Dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jawa Barat 2018-2023, katanya, tertulis bahwa indikator kerja gubernur, salah satunya harus menaikkan Indeks Desa Membangun, yang di dalamnya ada Indikator Desa Mandiri.

Indikator Desa Mandiri tersebut, katanya, setiap tahun ditargetkan terus meningkat untuk total 5.312 desa di Jawa Barat.
Dedi mengatakan, pada 2018 tercatat ada 37 desa mandiri, kemudian pada 2019 jumlahnya ditargetkan menjadi 63 desa mandiri.
Tetapi kenyataannya, realisasinya malah menjadi 98 desa mandiri.
"Beberapa program sudah dilakukan sesuai indikator yang ada, yakni program Desa Digital yang di dalamnya ada program Wifi gratis, Satu Desa Satu Perusahaan atau One Village One Company, sampai program Jembatan Gantung Masuk Desa. Sebagian besar program sangat memenuhi Indikator Desa Membangun tersebut," katanya.
Program-program yang dilakukan pemerintah, katanya, sangat mengena dengan pembangunan desa di berbagai indikator, mulai dari ketahanan sosial, sampai lingkungan hidup.
Selain itu, desa pun terus berkemampuan untuk membangun infrastrukturnya sendiri dengan hadirnya Dana Desa.
Dedi menyontohkan, di sektor kesehatan, sebagai indikator ketahanan sosial, katanya, ternyata penanganan masalah gizi stunting ditangani langsung sampai tingkat desa sesuai intervensi gubernur melalui Dana Desa.
Di sejumlah titik desa mandiri pun, katanya, sudah dilakukan program tanggap bencana sehingga terdapat jalur evakuasi bencana dan pengetahuan kebencanaan yang tinggi di masyarakat desa tersebut.
Bahkan, pembangunan infrastruktur diarahkan untuk penanggulangan bencana yang berguna juga untuk pengaturan aspek ekonomi seperti pertanian dan sumberdaya air.
"Sekarang semua OPD di Jawa Barat, dari mulai dinas saya sendiri sampai dinas lainnya, lebih konsen membangun desa. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jabar contohnya fokus melakukan program Jabar Caang ke semua pelosok, Dinas Kesehatan fokus tangani stunting, sampai Badan Narkotika Nasional yang langsung terjun ke desa cegah penyalahgunaan narkoba di desa," katanya.
• Wagub Jabar Lantik 2.512 CEO Bumdes, Wujudkan Program Satu Desa Satu Perusahaan
Untuk meningkatkan aktivitas ekonomi desa sendiri, katanya, pihaknya menjalankan program Satu Desa Satu Perusahaan, penyebaran CEO Badan usaha Milik Desa (Bumdes), dan perbantuan pemasaran produk Bumdes.
"Dalam hal perkembangan ekonomi, kami targetkan program satu desa satu perusahaan. Saat ini masih 14,1 persen atau 746 desa yang belum mempunyai Bumdes," katanya
Untuk mengurangi angka ini, Dedi mengatakan, pihaknya menggaet unsur lain dalam pentaheliks pembangunan, di antaranya menggaet sektor swasta. PT Astra International, katanya, sudah mempelopori pembangunan 100 desa sejahtera.
"100 desa sejahtera yang dipelopori Astra ini akan mendapat bimbingan pelatihan pembuatan produk, pemasaran, temu bisnis, sampai permodalan," katanya.
Dedi menuturkan pemerintah pun tidak akan segan memberikan modal kepada Bumdes yang dapat memperlihatkan kinerja baiknya dalam memajukan bumdesnya sendiri dan menyejahterakan masyarakat desanya
"Kami akan support juga 500 bumdes tahun ini. Lebih penting bagi kami untuk membantu meningkatakan ekonomi bumdes dan membantu pemasaran. Produk tidak hanya dipasarkan lokal di desa itu, tapi sampai provisi atau go international," katanya.
Intinya, kata Dedi, program yang dicanangkan Gubernur Jabar Ridwan Kamil untuk pembangunan desa terbilang berhasil dengan munculnya hasil survei Indeks Desa Mandiri mencapai 98 desa.
Artinya, tiga pilar pembangunan desa juara bisa mengena pada pembangunan desa.
• Uu Safari Ramadan, Gebyarkan Program Satu Desa Satu Perusahaan dan Satu Pesantren Satu Produk
Pembangunan Desa Lebih Mudah dengan Gotong Royong
Bagi Kepala Desa Pananjung di Kabupaten Pangandaran, Dedi Hermawan, pembangunan desa tidak berarti hanya fokus untuk meningkatkan IDM dengan berbagai dimensinya, namun juga mendengar dan menindaklanjuti beragam aspirasi masyarakat desa.
Apalah arti status desa mandiri, katanya, jika masyarakat tidak merasakan manfaatnya.
Dedi mengatakan contohnya, desanya yang sudah berstatus desa mandiri ini membangun tanggul dengan biaya Rp 300 juta untuk mencegah masuknya air laut ke sawah warga. Keputusan tersebut adalah hasil musyawarah atas aspirasi para petani.
Namun ternyata setelah berdiri, pembangunan tanggul ini berdampak positif juga terhadap penanganan abrasi bahkan pencegahan gagal panen saat kemarau.
"Tanggul itu juga berfungsi menahan banjir sehingga tidak menyebabkan kerugian material. Jadi selain untuk menjaga ketahanan pangan (memenuhi Indeks Ketahanan Ekonomi) juga untuk menanggulangi bencana (memenuhi Indeks Ketahanan Lingkungan)," kata Dedi saat dihubungi, Senin (15/7/2019).
Dedi mengatakan, anggaran desa memang tidak banyak, karenanya pihaknya harus cerdik memprioritaskan pembangunan terhadap hal yang paling bermanfaat dan berdampak luas.
Kolaborasi atau gotong royong dengan berbagai pihak pun, katanya, menjadi kunci pembangunan desanya.
Bekerja sama dengan masyarakat dan pengusaha di kawasan penyangga pusat wisata Pantai Pangandaran, katanya, desanya pun membangun ketahanan ekonomi dengan cara pemberdayaan usaha kecil dan menengah, didasarkan pada berbagai potensi di desanya.
Bagaikan berinvestasi, katanya, dana desa digunakan juga untuk membantu berbagai usaha kecil dan menengah di desanya.
Dari mulai sentra usaha produksi tempe, pengolahan ikan asin, sentra perajin gula kelapa, sampai usaha penangkapan dan pembibitan ikan. Keberagaman produk ini diwarnai dengan usaha jasa perdagangan dan pariwisata.
"Kami punya Bumdes (Badan Usaha Milik Desa), yang bergerak khususnya di bidang perikanan, penyewaan kios dan gedung, sampai penyewaan alat konstuksi. Hasil usahanya dibagi dua antara Bumdes dengan Pemerintah Desa Pananjung, tahun lalu desa dapat Rp 60 juta," katanya.
Bumdes Pananjung, katanya, menyerap sangat banyak tenaga kerja dan melibatkan banyak warga. Sebagian besar keuntungan Bumdes ini dipakai untuk mengembangkan usaha dan pembangunan desa.
Tahun ini, kata Dedi yang menjabat sebagai kepala desa sejak 2013 tersebut, Bumdes Pananjung fokus ke pengembangan industri kebersihan atau pengolahan sampah.
• Ridwan Kamil Sebut Kerja Sama dengan Salim Group Contoh untuk Satu Desa Satu Perusahaan
Salah satu desa mandiri lainnya di Jawa Barat adalah Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung.
Di bawah kepemimpinan Kepala Desa Pananjung, Ojat Kurnia, pelayanan publik dan peningkatan produksi khas desa menjadi fokus untuk meraih status desa mandiri.
Ojat mengatakan secara geografis, Desa Ciburial berada di ujung utara Kabupaten Bandung. Jarak yang jauh dari ibukota kabupatennya di Soreang menyulitkan warga Ciburial kesulitan mendapat berbagai layanan, terutama layanan kependudukan.
Desa Ciburial kemudian membuat layanan satu atap bernama Pusat Kesejahteraan Sosial.
Tidak hanya membantu warga mendapat pelayanan kependudukan, sarana ini pun menjadi akses masyarakat mendapat layanan kesehatan dan sosial secara cepat.
Hal ini tentunya otomatis meningkatkan IDM Desa Ciburial.
"Kami tangani semua di situ secara cepat. Mau bikin surat apa-apa, kami layani atau minimal diarahkan. Aspirasi warga semua masuk lewat situ. Kami terus berupaya meningkatkan pelayanan publik, akses informasi, sampai transparansi pemerintah desa," katanya.
Ojat mengatakan setidaknya ada tiga produk unggulan desa yang terus mendapat perhatian serius desanya, dari mulai produksi madu, kerajinan bambu, sampai pertanian berteknologi.
Di bidang lainnya, desanya pun fokus pada pengembangan pariwisata dan penanggulangan lingkungan hidup.
"Melalui bumdes, kami dirikan sejumlah kios di sekitar Tebing Keraton. Bumdes pun bergerak di bidang pipanisasi, menyalurkan air bersih ke rumah-rumah warga. Yang masih harus didorong, masih jadi pekerjaan rumah kami, adalah kolaborasi dengan swasta yang banyak mendirikan cafe di daerah ini," katanya.
Selama ini, kata Ojat, kolaborasi baru terjalin dengan dunia pendidikan, di antaranya pesantren setempat.
Juga dengan para pengusaha produk kerajinan dan pemerintah desa atau kelurahan di sekitarnya.
• Canangkan Satu Desa Satu Perusahaan, Ridwan Kamil: Warga Desa Tak Harus Cari Kerja ke Kota