Soal Isu Pembubaran Koalisi, Dedi Mulyadi Minta Demokrat Jangan Panik
Ketua Tim Kampanye Daerah Jokowi - Maruf Amin Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menilai Partai Demokrat mulai bingung dengan dirinya sendiri.
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Haryanto
TRIBUNJABAR.ID, PURWAKARTA - Ketua Tim Kampanye Daerah Jokowi - Maruf Amin Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menilai Partai Demokrat mulai bingung dengan dirinya sendiri.
Pernyataan Dedi Mulyadi itu terkait dengan usulan Wasekjen Demokrat, Rachland Nashidik, untuk membubarkan koalisi baik di kubu Jokowi maupun Prabowo.
"Wacana pembubaran koalisi itu merupakan kebingungan dari sebuah partai politik dalam membangun identitas dirinya, siapa dia dan berada di mana," kata Dedi Mulyadi, di Purwakarta, Senin (10/6/2019).
• Kata Jubir BPN, Demokrat Terlalu Baper dengan Anonim Medsos, Lalu Hantam Sana-sini Pakai Jurus Mabuk
Dedi Mulyadi mengatakan, permanen atau tidaknya koalisi itu tergantung kepentingan para pihak.
Dulu, kata dia, pada zaman pemerintahan SBY, koalisi bersifat permanen, yaitu ada partai oposisi yang berada di luar pemerintah dan ada partai pendukung pemerintah. Kemudian ada partai yang diajak masuk koalisi.
"Misalnya ketika Pak SBY memimpin, Partai Golkar sebelumnya di luar pemerintah, tapi ada kepentingan dari pemerintah untuk memperkuat jajaran pemerintahan, Partai Golkar masuk ke pemerintahan," kata ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat ini.
Lanjut Dedi Mulyadi, proses masuknya Partai Golkar ke pemerintahan cukup panjang, yaitu melalui perebutan kepemimpinan Partai Golkar dari Akbar Tanjung ke Jusuf Kalla yang waktu itu menjadi wakil presiden.
Kemudian pada fase kedua pemerintahan SBY, Partai Golkar kembali masuk ke lingkungan kekuasaan melalui perubahan kepemimpinan di tubuh partai, yakni dari Jusuf Kalla digeser ke Aburizal Bakrie yang notabane mitra dari SBY dalam pemerintah.
"Jadi, proses masuknya Partai Golkar itu dikehendaki oleh kekuasaan melalui perubahan kepemimpinan kepartaian," jelas Dedi Mulyadi.
Dedi Mulyadi juga mengatakan pada saat ini ada koalisi dalam pemerintahan yang relatif sudah 60 persen menguasai parlemen. Lalu ada partai yang bersikap oposisi, yaitu Gerindra dan PKS, dan itu sah dari sisi konstitusi.
"Dalam tradisi politik kita itu (partai oposisi) sah karena harus ada penyeimbang dalam pemerintahan," tandas mantan bupati Purwakarta ini.
Saat ini, kata Dedi Mulyadi, ada partai dari oposisi, yakni Demokrat, yang ingin merapat ke pemintahan. Dedi Mulyadi menilai itu sah dan dipersilakan.
"Demokrat ingin masuk ke koalisi pemerintahan, ya dipersilakan, tetapi tidak berarti koalisi harus dibubarkan. Kalau ingin bubarkan koalisi, Demokrat sepertinya sedang panik. Ya, jangan panik dong," kata Dedi Mulyadi.
Namun demikian, Dedi Mulyadi mengingatkan bahwa koalisi itu ibarat membangun rumah tangga.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/demul-lll.jpg)