PPDB di Kota Bandung
PPDB 2019, Masyarakat Banyak Terkendala Persyaratan KK, Sekolah Dapati Banyak Temuan Memilukan Ini
Karena sistem zonasi PPDB 2019 kali ini mengacu pada persyaratan KK tersebut, maka banyak orangtua calon siswa bingung
Penulis: Hilda Rubiah | Editor: Kisdiantoro
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Hilda Rubiah
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Tak jarang masyarakat yang ingin mendaftarkan putra-putrinya untuk melanjutkan pendidikan di PPDB 2019 masih kebingungan.
Lantaran beberapa persyaratan yang telah dimiliki mereka ternyata di antaranya tak sesuai ketentuan PPDB 2019.
Terlebih kebanyakannya mereka mendapati kesulitan dan terkendala pada persyaratan KK.
Karena sistem zonasi PPDB 2019 kali ini mengacu pada persyaratan KK tersebut, maka tak sedikit dari mereka bingung dan mempertanyakan solusi.
Seperti halnya yang terjadi di lingkungan pendaftar di SMPN 31 Bandung ini, yang melayani para pendaftar atau masyarakat dari berbagai kalangan.
• Pendaftar PPDB SMPN 31 Bandung Membludak, Petugas Bingung, Pukul 6.00 WIB Sudah Ada yang Mengantre
Kepala Sekolah SMPN 31 Bandung, Sringatun, mengatakan saat dirinya menerima keluhan dan sejumlah pertanyaan dari pendaftar, pihaknya mendapatkan banyak temuan terkait persyaratan KK yang sering kali diajukan dipertanyakannya.
"Kebanyakan yang saya temui di lapangan, masyarakat atau pendaftar masih terkendala di persyarayan KK. Masa berlaku KK yang tidak memenuhi persyaratan 1 tahun lebih dari masa berlaku atau kurang dari 23 Mei 2018," ujar Kepala Sekolah SMPN 31 Bandung, Sringatun, kepada Tribun Jabar, saat ditemui di kantornya, Sabtu (25/5/2019).

Sringatun mengatakan banyak hal di dalam zonasi yang tidak hanya memandang sekadar soal tanggal KK.
Tetapi justru pihaknya mendapatkan temuan-temuan di lapangan, semisal kasus anak-anak yang dari kecil di asuh nenek yang tinggal di lingkungan zonasi.
• Kejanggalan Luka Tembak Korban Aksi 22 Mei, Terungkap Jarak Tembak dan Senjata yang Dipakai
Namun nenek tersebut tak mengetahui betapa pentingnya KK, sehingga anak bersangkutan kini terkendala mendaftar untuk melanjutkan sekolah.
"Walaupun diasuh dari kecil tapi tidak masuk di dalam KK nenek, mungkin karena bagi nenek KK tidak penting bagi orang tua dulu," ujarnya.
Selain itu, dijelaskan Sringatun, pihaknya juga menemukan kasus KK terkendala lantaran anak merupakan korban perceraian orang tua, sehingga lagi-lagi anak diurus oleh nenek.
Sringatun menilai, mendapatkan banyak persoalan tersebut, ia menilai anak-anak yang tidak mempunyai KK tersebut juga mesti menjadi perhatian.
Melalui berbagai hal tentang persyaratan KK ini, imbu Sringatun, ia mendapatkan temuan tersebut.
Bagaimana nenek membesarkan cucu, lantas juga cucu atau anak dari anaknya tidak mendapatkan identitasnya di KK.
• Hidup Sebatang Kara di Usia 80 Tahun, Mak Epon Tak Menyerah, Keliling Kompleks Jajakan Makanan
"Banyak sekali anak yang ikut nenek di sekitar kami tapi mereka tidak tertera di KK, ini temuan baru yang lepas dari sensor dari KK," ujarnya.
Sringatun mengatakan, barangkali dari temuan tersebut menjadi bahan evaluasi berikutnya.
Ia menyarankan bagi anak-anak dalam kasus tersebut harus mendapatkan keterangan dari petugas setempat domisili anak bersangkutan.
Atau paling tidak juga dari keterangan ijazah yang menjelaskan bahwa anak terkait dari kecil sekolah di sekitar SD di lingkungan sekolah yang dituju.
Menurut Sringatun, justru anak-anak dalam kasus tersebut adalah yang paling berhak menerima lepas dari KK.
Kalau yang lain domisili dekat, miskin tapi masih punya orang tua lengkap masih dapat bahagia.
"Tapi tidak bagi anak yang diasuh neneknya dari kecil itu tidak mempunyai ayah ibu di tambah kesulitan tak memiliki identitas di KK," katanya.
• Warga Sumber Berharap Lampu Merah Sumber yang Baru Segera Dioperasikan, Ini Alasannya
Dikatakan Sringatun, terlebih lagi bagi anak yatim piatu yang membutuhkan pertolongan. Maka jelas yang harus diutamakan.
Selain itu, ada juga kasus orang tuanya tinggal di luar kota sementara anak sudah sekolah di dalam zona.
Lantaran kepengurusan KK-nya terlambat, kepindahannya tak terikat dengan zonasi, jika zonasinya domisili tapi hanya terkendala satu persyaratan karena KK maka menurut aturan ini tidak bisa.
Namun ternyata ada solusi, anaknya ternyata mempunyai potensi dan berprestasi, maka mereka bisa mengikuti jalur prestasi tersebut tanpa berkaitan dengan zonasi.
Dijelakskan Sringatun, pemerintah memang sudah menyikapi secara seadil-adilnya.
Pemerintah sudah memetakan bagi siswa yang berpotensi diberikan peluang nilai 20 persen, yang RMP juga 20 persen, yang prestasi juga 10 persen termasuk perpindahan orang tua yang dinas.
Lantas, untuk yang berprestasi tidak diukur dengan zonasi ini juga karena pemerintah ingin memberikan kebijakan senyaman mungkin, jalur prestasi bisa memilih sekolah.