Bolehkah Bermalas-malasan saat Berpuasa? Ini Penjelasannya dari Beberapa Hadits
Berikut ini adalah penjelasan beberapa hadist tentang bermalas-malasan saat puasa, yang dikutip dari NU Online.
TRIBUNJABAR.ID - Rasa lapar sering muncul saat kita menjalankan puasa Ramadhan.
Namun tidak seketika lapar dijadikan alasan untuk bermalas-malasan.
Berikut ini adalah penjelasan beberapa hadist tentang bermalas-malasan saat puasa, yang dikutip dari NU Online.
Nasihat dari Imam al-Hârits al-Muhâsibi mengenai anjuran untuk menjadikan waktu kita produktif:
وَحصل الْأَوْقَات واعرف مَا يذهب بِهِ ليلك ونهارك
“Produktifkanlah waktu-waktu, dan ketahuilah apa saja yang hilang dari waktumu, siang dan malamnya.” (Imam al-Hârits al-Muhâsibi, Risâlah al-Mustarsyidîn, Dar el-Salâm, halaman 144)
Nasihat di atas adalah anjuran bagi kita untuk memanfaatkan waktu kita sebaik mungkin, juga anjuran untuk mencatat apa saja yang telah kita kerjakan setiap harinya.
Perlu diketahui juga, waktu adalah salah satu nikmat yang sering kita lupakan dan sia-siakan. Sebagaimana Nabi Saw bersabda:
نِعْمَتَان مَغْبُونٌ فيهما كَثِيرٌ من النَّاس الصّحّة والفراغ
“Dua nikmat, kebanyakan manusia tertipu dengan keduanya, kesehatan dan waktu luang.” (HR al-Bukhâri)
Belajar dari Syekh Abu al-Wafa bin ‘Uqail al-Hanbali
Ia adalah salah satu ulama Islam yang sangat produktif, dilahirkan pada tahun 431 H dan wafat pada tahun 513 H.
Satu di antara perkataannya adalah:
إنّي لا أحلّ لي أن أضيع ساعة من عمري حتّى إذا تعطّل لساني عن مذاكرة ومناظرة وبصري عن مطالعة أعملت فكري في حال راحتي وأنا منطرح، فلا أنهض إلا وقد خطر لي ما أسطره، وإني لأجد من حرصي على العلم وأنا في عشر الثمانين أشدّ مما كنت في أجده وأنا ابن عشرين سنة
“Sesungguhnya aku mengharamkan diriku untuk menyia-nyiakan satu waktu dari umurku, hingga apabila lisanku tidak difungsikan untuk diskusi, dan pandanganku untuk menelaah, aku pun menggunakan akalku ketika istirahat sedangkan aku sedang berbaring, maka tidaklah aku bangkit melainkan sesuatu yang telah aku rencanakan akan muncul dalam pikiran. Dan sesungguhnya aku mendapati diriku lebih rakus terhadap ilmu ketika usiaku 80 tahun dibanding ketika 20 tahun.” (Imam al-Hârits al-Muhâsibi, Risâlah al-Mustarsyidîn, Dar el-Salâm, halaman 144)
Melihat cara Syekh Abu al-Wafa memanfaatkan waktunya, kita dapat melihat beliau hampir tidak sama sekali menyia-nyiakan waktunya. Ada saja hal produktif yang dikerjakannya. Tidak ada alasan untuk bermalas-malasan, apalagi puasa. Syekh Abu al-Wafa pernah menuturkan:
وأنا أقصر بغاية جهدي أوقات أكلي حتّى أختار سفّ الكعك وتحسّيه بالماء على الحبز